<!– /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:””; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:”Times New Roman”; mso-fareast-font-family:”Times New Roman”;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} /* List Definitions */ @list l0 {mso-list-id:1532573978; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:1107713466 67698703 392708724 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l0:level1 {mso-level-tab-stop:36.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level2 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:72.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level3 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:108.0pt; mso-level-number-position:right; text-indent:-9.0pt;} @list l0:level4 {mso-level-tab-stop:144.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level5 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:180.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level6 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:216.0pt; mso-level-number-position:right; text-indent:-9.0pt;} @list l0:level7 {mso-level-tab-stop:252.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level8 {mso-level-number-format:alpha-lower; mso-level-tab-stop:288.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} @list l0:level9 {mso-level-number-format:roman-lower; mso-level-tab-stop:324.0pt; mso-level-number-position:right; text-indent:-9.0pt;} ol {margin-bottom:0cm;} ul {margin-bottom:0cm;} –>

Oleh: Sugeng Rahayu

Keberadaan Masjid Al-Hikmah di jantung kampus Universitas Negeri Malang (UM) digagas oleh yayasan masjid dan pimpinan IKIP Malang (sejak dikeluarkannya akte pendirian yayasan) pada tahun 1966. Pembangunan masjid tersebut menggunakan dana dari warga kampus, Departemen Agama, dan Pemerintah Saudi Arabia. Perancang bangunan oleh Konsultan perencana CV. Birano dari ITB Bandung pimpinan bapak Ir. H.M. Nukman (tanpa dipungut biaya). Masjid Al-Hikmah dibangun sebagai prasarana peribadatan dan untuk menunjang proses belajar-mengajar matakuliah agama Islam. Luas tapak bangunan induk masjid adalah 900 m² dan dilengkapi dengan bangunan penunjang berupa perpustakaan, kantor pengelola masjid dan tempat tinggal sementara untuk petugas pelaksana operasional kegiatan masjid. Luas tapak bangunannya adalah 350 m². Masjid Al-Hikmah mempunyai daya tampung seribu orang jamaah ditambah dengan dua ratus orang jamaah putri. Dua ratus jamaah putrid itu ditampung di lantai dua bagian belakang.

Tampilan fisik Masjid Al-Hikmah di kampus UM kelihatan unik dan menjelo (jawa) berbeda dengan bangunan yang lain. Bentuk fisik tersebut merupakan pengejewantahan/penjelmaan dari konsep dasar filosofi bangunan yang digagas oleh sang perencana. Bentuk dan fisiknya sama dengan Masjid Salman ITB Bandung. Namun, bahan penutup atap dan luas bangunannya tidak sama. Berdasarkan hasil diskusi kami saat berkunjung ke Bandung dan saat Bapak Ir. H. M. Nukman berkunjung ke kampus IKIP Malang saat itu ada beberapa konsep dasar yang dapat kami sarikan sebagai berikut.

  1. Luas tapak bangunan induk dan penunjang = 1.250 m² berdiri di dalam luas lahan (kavling tanah seluas 6.000 m² adalah sangat ideal, sebab persyaratan Normal BC (Building Coverag) adalah 40% dari luas kavling, artinya bahwa open space di sekeliling bangunan sangat cukup untuk penghawaan (sirkulasi udara alam) dan pencahayaan (sinar matahari langsung).
  2. Dua lantai tempat peribadatan, lantai pertama (first flor) + 1. 25 m dari muka tanah, artinya harus lebih tinggi dari semua lantai pertama bangunan gedung yang ada di kampus (lebih anggun dan berwibawa).
  3. Filosofi fisik bangunan: sederhana, tradisional, monumental dan sakral.
    1. Sederhana, artinya bentuk fisik secara keseluruhan adalah menonjolkan bentuk kubusme (tidak ada unsur bulat atau bentuk kubah), bentuk atap menengadah ke atas menyerupai tangan dan telapak tangan yang sedang berdoa.
    2. Tradisional, artinya bahan bangunan yang dipergunakan adalah bahan-bahan alami misalnya penutup atap dari sirap kayu, kusen, dan daun pintu/jendela dari kayu jati, pelapisan dinding dari kayu lapis (teak wood), serta diilhami dari masjid Keraton Jogyakarta maupun Surakarta (Solo) yang redup, sederhana, dan tidak glamor serta dikelilingi pot tanaman hijauan serta pohon pelindung yang rindang menyegarkan.
    3. Monumental, artinya mengekpos struktur beton bertulang yang kokoh-kuat menampakkan aksen pasangan batu kali di sekeliling bangunan masjid, serta didukung oleh penampilan menara masjid dari struktur beton bertulang yang kokoh menghunjam ke bumi dengan ketinggian 33 m dari muka tanah, terdiri dari struktur dua rangkaian pelat beton yang menyudut, menjulang ke atas yang ke dua sisi sudutnya tidak bertemu/terpisah (dengan di komoflase art glass), di bagian puncak kedua rangkaian pelat beton dipangkas/dipancung membuat sudut 45º dan 60º menggambarkan dua telapak tangan yang sedang berdoa
    4. Sakral, artinya pewarnaan yang ditampilkan di fisik masjid baik tampak luar maupun dalam. Didominasi oleh warna coklat-kehitaman yang alami (antik) dan dengan finishing yang dof (tidak mengilat), dengan ornamen kap lampu dari kayu yang artistik, sedangkan yang nampak terang adalah ruang mighrab saja sebagai fokus perhatian ruang utama masjid. Bahkan, kaca tembus yang mengelilingi ruang utama masjid sebetulnya tidak boleh mengilat (harus dibuat buram atau digrafir). Sehingga dengan demikian setiap orang ke masjid mulai dari halaman masjid sampai ke dalam ruang peribadatan akan terbawa oleh situasi yang sejuk menyegarkan, yang redup bersih dan rapi, sehingga para jamaah langsung terkondisi khusuk dan tidak memandang kiri-kanan mengagumi glamornya ornamen masjid.
  4. Land scape/pertamaan di sekeliling bangunan induk masjid dan bangunan pendukung harus seirama dan harus mendukung tampilan masjid yang sederhana, tradisional, monumental, dan sakral. Artinya dalam memilih tanaman hias maupun tanaman pelindung harus dipilih dengan mengutamakan warna hijau daun pekat, tidak berbunga warna-warni, yang perdu, yang rindang, yang langka, dan daunnya tidak rontok di musim kemarau serta aman (tidak mudah tumbang dan patah batangnya). Untuk pengerasan tanah di halaman depan maupun samping masjid sebagai antisipasi melubernya jamaah harus tetap mengacu pada prinsip perencanaan land scape di atas, yaitu harus didominasi oleh warna rumpun yang hijau maupun pengerasan batu atau beton dengan warna hijau alami (bukan di cat hijau) agar tidak silau terkena pantulan sinar matahari dan dapat meresapkan air hujan.

Seiring dengan konsep dasar atau filosofi dalam perencanaan fisik masjid Al-Hikmah di atas, maka diharapkan bentuk-bentuk kegiatan baik yang pembelajaran maupun peribadatan harus juga mencerminkan dasar filosofi yang menjiwai masjid kampus UM, yang seyogyanya bersifat akademis, kondusif, dan menyejukkan dengan intonasi suara yang lembut berwibawa materinya tidak berupa paksaan, ancaman, dan menakutkan serta tidak ada tendensi politik praktis atau golongan.

Mudah-mudahan masjid kita Al-Hikmah ke depan akan semakin makmur tampil megah memesona, rindang, asri, dan bersih. Minimal setiap yang lewat pasti menoleh ke masjid dan mengaguminya serta menjadi tolok ukur di kampus ini tentang keindahan, kebersihan, dan ketertiban. Amin.

Penulis adalah ketua pengarah majalah Komunikasi UM