Oleh Mistaram

Kebudayaan nilai di Indonesia ini diwarnai dengan berbagai hal-ikhwal yang berkaitan dengan peri-kehidupan berbudaya yang khas. Indonesia kaya akan budaya, adat-istiadat, kesenian, kultural, pakaian adat, rumah adat, permainan tradisional, batik, ukir, keramik, bak mutu manikam yang bertebaran di seluruh nusantara.

Kata “nusantara” yang dibangun oleh Gajah Mada pada zaman Majapahit (abad 13-14) mewarnai kehidupan masyarakat yang dibangun dengan “keberanian, kebijaksanaan, keharmonisan” yang akhirnya ditandai dengan “budaya santun”. Hasil yang ditanam oleh Majapahit itu membekas di berbagai negara, seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei, dan Philipina. Hasil kebudayaan Majapahit itu sangat dikagumi oleh negara eks nusantara sampai kini. Tulisan ini saya buat di Malaysia, di kampus UPSI (University Pendidikan Sultan Idris), iaitu perguruan tinggi pendidikan yang tertua di Malaysia (berdiri sejak tahun 1923). Suatu perguruan tinggi pendidikan yang mencetak guru yang bermutu, dan merupakan pendidikan guru terbesar di Malaysia.
Untuk mendidik menjadi seorang guru yang bermutu, dimulailah dengan tata karma berkehidupan kampus yang bernuansa “Islami”. Artinya semua mahasiswa harus melakukan “budaya santun”, yang juga disebut sebagai pendidikan nilai. Pakar pendidikan nilai DR. T. Rmali Zakaria  menuliskan bahwa    para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral.
Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan
pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989)mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi ini menurut Rest (1992) didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi
Uraian tentang pendekatan-pendekatan pendidikan nilai dalam pembahasan berikut akan didasarkan pada pendekatan-pendekatan seperti yang telah dikaji dan dirumuskan tipologinya dengan jelas oleh Superka (1976). Ketika menyelesaikan pendidikan tingkat doktor dalam bidang pendidikan menengah di University of California, Berkeley tahun 1973, Superka telah melakukan kajian dan merumuskan tipologi dari berbagai pendekatan
Pendidikan nilai yang berkembang dan digunakan dalam dunia pendidikan. Dalam kajian tersebut, dibahas delapan pendekatan pendidikan nilai berdasarkan kepada berbagai literatur dalam bidang psikologi, sosiologi, filosofi, dan pendidikan yang berhubungan dengan nilai. Namun, selanjutnya berdasarkan kepada hasil pembahasan dengan para pendidik dan alasan-alasan praktis dalam penggunaaannya di lapangan, pendekatan-pendekatan tersebut telah diringkas menjadi lima(Superka, et. al. 1976). Lima pendekatan tersebut adalah: (1) Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach), (2) Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral development approach), (3) Pendekatan analisis nilai (values analysis approach), (4) Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach), dan (5) Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach).
Bagaimana mengimlementasikan dalam kehidupan kampus, yaitu dengan cara memberikan peraturan kepada calon guru, yang mana peraturan itu disenangi oleh civitas akademika di UPSI. Diantaranya adalah sebagai berikut: (1) Para civitas akademika (mahasiswa, dosen, pegawai) harus menepati peratuaran yang ada, dan bila terjadi kesalahan, maka hukuman yang dilaksanakan sesuai dengan aturan yang berlaku. (2) Setiap hari harus berpakaian rapi, dan bertindak santun, diantaranya bila bertemu dengan mahasiswa, dosen, atau pegawai harus menyapa, atau menghormat, atau memberi senyuman. (3) UPSI menyediakan asrama yang cukup yang berada di luar kampus, dan mahasiswa wajib masuk asrama selama empat semester. Setelah itu, mencari kost yang setara dengan asrama di seputar kampus. (4) Pihak UPSI menyediakan bus untuk antar jemput mahasiswa (gratis) mulai pagi sampai malam, sehingga mahasiswa aktif berada di kampus. Setiap naik bus, para mahasiswa antri dengan “santun” Indah sekali. (5) Di dalam kampus semua mahasiswa berjalan kaki, dan lorong-lorong jalan kaki itu sebagian besar beratap, dan setiap mahasiswa yang berpapasan salin menyapa/menghormat, dan tersenyum. Budaya “santun” adalah bentuk pendidikan nilai ketimuran yang ramah tamah, yang sudah dibangun oleh Gajah Mada seorang Mahapatih yang menjalankan tugasnya dengan “sungguh-sungguh”, tidak melakukan korupsi, setia pada Raja, cinta pada Rakyat. Yah…… seorang pemimpin yang “santun”.

Penulis adalah Pimpinan Redaksi Majalah komunikasi UM sekaligus dosen FS UM