Suburnya sekolah-sekolah Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) kini ternyata menimbulkan masalah tersendiri. Seperti yang kita tahu, pada prakteknya sekolah RSBI sebagian besar menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar pada kegiatan pembelajaran di kelas. Hal ini membuat guru-guru yang notabene angkatan tua harus belajar kembali untuk memenuhi standar pengajar pada sekolah RSBI. Ada yang menanggapi tuntutan tersebut secara positif, tapi juga ada yang negatif. Banyak guru, kebanyakan angkatan tua, yang stres akibat tuntutan tersebut. Bahkan ada pula guru angkatan tua yang memilih untuk pensiun dini karena tidak tahan dengan pola RSBI. Melihat keadaan tersebut, HMJ Bimbingan Konseling dan Psikologi tergerak untuk mengadakan seminar nasional mengenai Peran Konselor dan Psikolog dalam Manajemen Stres di Kalangan Guru RSBI.


Acara yang dihelat pada tanggal 28 Juni 2010 dan bertempat di gedung A3 lantai II UM ini dihadiri oleh peserta dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa UM sendiri, mahasiswa universitas lain, dan guru-guru yang berasal dari sekolah-sekolah di berbagai kota. Seminar nasional ini mendatangkan tiga pemateri yang memiliki pengetahuan dan sudut pandang berbeda mengenai sekolah RSBI dan segala masalahnya. Pemateri pertama adalah Drs. H. Tri Suharno, M.Pd.yang merupakan Wakil Ketua Paguyuban SMA RSBI Se-Jatim. Kepala Sekolah SMAN 4 Malang ini membatasi lingkup materinya seputar definisi dan penjaminan mutu pada sekolah RSBI.
Pemateri kedua adalah Dra. Henny Indreswari, M.Pd., seorang konselor dari UM. Beliau menerangkan mengenai siasat dalam mengelola stres. Mulai dari definisi, jenis, dan reaksi fisiologis, emosional, serta perilaku stres dikupas secara mandalam oleh Ibu Henny, begitu beliau biasa disebut. Tidak hanya itu, beliau juga menyampaikan bahwa tidak semua orang memiliki reaksi yang sama dalam menyikapi stres.
Pemateri ketiga sekaligus yang terakhir adalah Dra. Woelan Handadari, M.Si. Hampir sama dengan pemateri kedua, dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga ini menjelaskan mengenai sumber-sumber stres dan hasil penelitian mengenai stres. Beliau menyebutkan bahwa tingkat stres pada guru perempuan lebih tinggi dibandingkan tingkat stres pada guru laki-laki. Hal ini terjadi karena guru perempuan kurang didukung oleh lingkungan ketika mengalami masalah, sedangkan guru laki-laki terbiasa menyelesaikan masalah sendiri.
“Semoga ke depannya guru-guru maupun calon guru yang datang di seminar ini dapat mengubah keadaan dan mengurangi kemungkinan terjadinya stres. Bila psikologi guru sudah baik, maka output-output atau murid yang dihasilkan nantinya akan baik juga,” sambung Cince Rahmawati, ketua pelaksana acara ini menutup perbincangan. Jeng