Sebagai perguruan tinggi berbasis The Learning University, UM senantiasa memaksimalkan peran dan fungsi seluruh civitas akademikanya. Hal ini terbukti dengan kiprah beberapa civitas akademika UM yang menjalin kerjasama dengan instansi lain, seperti Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti). Kali ini Dikti menggandeng beberapa dosen dan Staff IT UM untuk membuat software pengontrol kinerja guru dan dosen yang telah lulus sertifikasi.
”Kerjasama ini diperuntukkan untuk memaksimalkan kinerja guru dan dosen yang sudah bersertifikasi. Jadi, kita buat software untuk memonitor seluruh aktivitas mereka,” ujar Abdul Wahed selaku Staff IT UM yang tergabung dalam tim pemantau sertifikasi guru dan dosen seluruh Indonesia.
Software yang bernama bkd.mdi  berfungsi sebagai database Dikti mengenai kegiatan pengajar di Indonesia selama satu semester.  Secara umum, dalam software ini diberikan info statistik seperti biodata lengkap pengajar, kegiatan perkuliahan yang diberikan,  aktivitas pengabdian beserta bukti, penelitian yang dilakukan beserta bukti, dan kewajiban khusus (hanya bagi profesor).
Selama ini kendala yang dihadapi para pengajar dalam menggunakan software ini tidak terlalu berarti dan bisa diatasi. Hal ini karena software dikembangkan melalui open acces bisa diinstal di semua tipe komputer.
“Untuk memaksimalkan fungsi software, kami membuatnya dengan dasar microsoft access dan visual basic. Ini semata-mata agar pengajar tidak kesulitan menggunakannya. Alhamdulillah antusiasme dari pengajar di Indonesia cukup positif,” ungkap alumni Teknik Mesin Universitas Brawijaya ini.
Secara tidak langsung, Prof. Dr. Ir. Djoko Kustono, M.Pd. selaku ketua tim sertifikasi dosen Indonesia dan Abdul Wahed, S.T. juga berkewajiban untuk melakukan sosialisasi di beberapa perguruan tinggi di Indonesia seperti Makasar, Surabaya, Jakarta, dan lain-lain.
“Melalui software ini diharapkan kinerja dosen dapat dipertanggungjawabkan. Jadi, bisa ketahuan siapa saja yang tidak profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai pengajar. Sangsinya bisa bermacam-macam, mulai penurunan pangkat sampai  pencabutan tunjangan,“ beber Wahed saat ditemui kru Komunikasi (8/10).
Software ini bisa dikatan lebih praktis dan meringankan Dikti karena pengolahan data tidak dilakukan secara manual, tapi serentak di akhir tahun/semester oleh tiap pengajar se-Indonesia. Untuk memaksimalkan kinerja software ini, Dikti juga membentuk tim asesor yang menilai setiap pelaporan dari aktivitas dosen dalam program ini.
“Jadi, asesor akan merekomendasikan siapa saja pengajar yang layak mendapat tunjangan dan siapa yang belum pantas. Jadi, ada batas nilai tertentu yang diisi tim asesor untuk tiap dosen yang melaporkan aktivitasnya dalam software ini,“ terang mantan ketua Himpunan Mahasiswa Mesin Indonesia ini.Ang