Senin (01/11), bertempat di aula H5 L4 UM, Forum Ukhuwah dan Studi Islam (FUSI) Fakultas Teknik, menyelenggarakan Dialog Intelektual se Malang Raya. Acara yang berlangsung pukul 08.00-12.00 ini mengangkat tema “Merumuskan Visi Intelektual Kebangkitan  Indonesia dan Peradaban Dunia Dengan Tinta Emas Syariah Islam, Pasca Runtuhnya Kapitalisme Global”. Hadir sebagai pembicara Prof. Hasan Ko Nakata, Guru Besar Theologi Universitas Doshisa Jepang, dan K. H. Shiddiq Al-Jawwi, Intelektual Muslim dari Yogyakarta.
Pembukaan acara yang menggunakan dua bahasa, Indonesia dan Inggris, memberi kesan berbeda. Tampil sebagai pembicara pertama yakni K. H. Shiddiq Al-Jawwi.  Beliau menjelaskan bahwa awal kebangkitan suatu Negara terletak pada kebangkitan taraf berpikirnya. Kunci kebangkitan  secara universal adalah pada ideology yang diadopsi suatu Negara.  Menurut beliau, ideology merupakan cara pandang menyeluruh mengenai kehidupan sehingga mampu menjawab pertanyaan mengenai eksistensi manusia, darimana ia berasal, untuk apa manusia hidup dan akan kemana ia kembali usai kehidupannay di dunia. Ideology harus mempunayi dua hal pokok yakni doktrin-doktrin dasar kehidupan dan aturan-aturan hidup. Dalam Islam kedua hal ini lebih dikenal dengan aqidah dan syariat. Karena keberadaan dua hal pokok ini, maka Islam pantas dimasukkan sebagai ideology. Dengan kebangkitan ideology maka akan disusul dengan kebangkitan aspek sains dan teknologi, dilanjutkan dengan kebangkitan di bidang yang lain. Tentunya keberadaan sebuah ideology mutlak memiliki metode penerapannya. Ideologi yang pernah berkuasa di dunia ini ada hanya tiga, yakni Islam, Kapitalisme dan sosialisme. “jika Indonesia ingin bangkit maka jangan sampai salah memilih ideology.” Terang shiddiq. Sementara itu, pemaparan Hasan Ko Nakata dalam bahasa inggris lebih focus pada pembahasan mengenai institusi besar  yang akan mengadopsi ideology Islam. Beliau menyebutnya Khilafah atau kekuasaan tertinggi umat Islam dalam kepemimpinan politik. Menurut mualaf kelahiran Okayama Jepang ini, penegakan institusi ini hukumnya wajib berdasarkan ijma’ (kesepakatan berdasarkan pengkajian mendalam) para ulama’ besar terdahulu. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa hukum Islam bersifat stabil dan universal. Stabil dalam arti tidak pernah mengalami perubahan sepanjang zaman. Universal maksudnya berlaku sama di seluruh tempat tidak bergantung pada perbedaan geografis. “Tuhan kita hanya satu, Allah, Rasulullah kita hanya satu, Muhammad, system Islam hanya satu, maka pemimpin seluruh umat Islam seharusnya hanya satu” tegas Hasan.
Antusiasme peserta cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan kepada kedua pemateri. Menurut Nurul, salah satu peserta dari FMIPA UM “Acara ini sangat bagus, sangat jarang ormawa yang mengundang para pemateri yang berkaliber internasional, apalagi jika ormawa tersebut hanya setingkat fakultas, tingkatkan” ujarnya. Num