Selasa (14/12), sepuluh mahasiswa Walailak University Thailand disambut di Gedung Rektorat Universitas Negeri Malang (UM). Acara yang dimulai pada pukul 10.00 ini bukan hanya dihadiri oleh mahasiswa Walailak University saja, tetapi juga dihadiri oleh para staf pengajar The Incountry Training program, para tutor yang tak lain adalah mahasiswa Program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) Jurusan Sastra Indonesia, dan beberapa mahasiswa asing yang kuliah di UM.
Acara yang dibuka oleh Rektor UM tersebut sekaligus penandatanganan kontrak kerja sama antara UM dan Walailak University. Dalam sambutannya yang memakai dwi bahasa  (Inggris dan Indonesia), Rektor UM berharap agar kesepuluh mahasiswa Walailak University Jurusan Regional Study ini mendapat banyak teman di Indonesia dan yang paling penting adalah meningkatkan kompetensi dalam bidang bahasa serta budaya Indonesia.
Perkenalan dari kesepuluh mahasiswa peserta Program Incountry membuat para hadirin tertawa dan bertepuk tangan atas apresiasi para mahasiswa Negeri Gajah Putih itu terhadap Indonesia, khususnya Malang. Kebanyakan perkenalan mereka juga menyinggung soal kuliner Indonesia yang mereka gemari dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata. Hal ini wajar bila mereka menyinggung soal makanan karena bahasa basa-basi  (fatis) mereka berbeda dengan orang Indonesia. Bila orang Indonesia seringkali berbasa-basi dengan kalimat “kamu mau ke mana?”, maka orang Thailand biasa berbasa-basi dengan tegur sapa “kamu sudah makan?”.
Ketika ditanya seputar kerja sama UM dan Walailak University, dosen pembina Program BIPA, Bapak Gatut Susanto menutur bahwa UM sudah lima tahun bekerja sama dengan mereka, baik dalam Program Incountry maupun darmasiswa. Pada tahap awal kerja sama, UM mengirim dosen ke Walailak University dan Walailak University mengirim mahasiswanya untuk belajar bahasa Indonesia di UM. Tahun berikutnya, UM dan Walailak menyusun kamus Indonesia-Thailand dan Thailand-Indonesia.
Mengajar mahasiswa asing, khususnya Thailand bukanlah perkara yang mudah. Hal inilah yang dirasakan staf pengajar Program Incountry, Ibu Peni Dyah Anggari. Beliau yang telah makan asam garam mengajar mahasiswa asing mengatakan bahwa kendala tersebut karena struktur bahasa Thai berbeda dengan bahasa Indonesia. Seringkali mahasiswa Thailand menggunakan struktur bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Kesulitan belajar paling besar mahasiswa dari Negeri Seribu Pagoda ini adalah masalah pengucapan. Apalagi mereka sangat kesulitan melafalkan beberapa konsonan tertentu, seperti bunyi [r], [l], [s], dan [t]. Hal ini juga karena bahasa Thai merupakan bahasa yang sedikit tercampur dengan bahasa Mandarin dan Melayu.
“Indonesia menjadi penting di Thailand karena bahasa Indonesia akan menjadi bahasa kedua kami dan menjadi bahasa pengantar di ASEAN (rep.),” ungkap Assistant Professor Regional Studies Program Walailak University Davisakd Puaksom, Ph.D. dalam bahasa Inggris ketika diwawancara kru Komunikasi.Roy