Oleh Mistaram
Bila ditengok ke belakang, nama IKIP MALANG telah berkumandang dan tertanam di otak orang-oarang yang sangat mengenali isi dan aktivitasnya. Itu semua merupaka memori yang indah (estetis). Banyak alumnus telah menorehkan tinta emasnya dan menjadi guru di berbagai daerah dengan semangat serta memegang teguh khazanah pendidikan, terutama pada pendidikan karakter. Ada juga yang menjadi birokrat, usahawan, dan motivator yang beken seperti Mario Teguh yang selalu elegan dan berwibawa. Salah satu hal yang ditanamkan oleh IKIP MALANG adalah secuil ilmu pedagogik dan psikologi pendidikan yang dapat memberikan dasar sebagai etika guru di lapangan.
Banyak alumnus yang sudah pensiun, tetapi bila mereka diingatkan dengan kata “IKIP MALANG” mereka menjadi bersemangat untuk menularkan pengalamannya semasa mereka berada di bangku perkuliahan. Mereka bercerita tentang kampus yang masih sederhana, masih banyak sawahnya di dalam kampus, dan kapasitasnya sangat terbatas. Mereka mengingat kembali para dosen yang killer yang sering tidak meluluskan mahasiswanya, dan selalu memberi nilai “C” pada tataran kelulusan pada setiap mata kuliah. Namun, mereka bangga dengan kelulusan itu, karena nilai itu bukan sekadar prestasi yang tanpa arti, tetapi suatu sikap dan tanggung jawab yang harus dikembangkan.Universitas Negeri Malang (UM) yang merupakan pengembangan dari IKIP MALANG dengan mengetengahkan berbagai strategi, karena UM yang berbasis pendidikan mengembangkan sayap­nya dan menambah jurusan murni, mewarnai diri dalam etik dan estetik dan berkembang pula. Bila dahulu mahasiswa antarjurusan dan antarfakultas itu saling mengenali dengan baik, disebabkan jumlah mahasiswanya sedikit, dan jarak gedung antarfakultas itu sangat dekat. Kedekatan jarak antargedung-gedung di fakultas itu menjadikan para mahasiswa saling mengenal, sehingga membuat mata rantai kedekatan setelah mereka merasa sebagai alumnus, dan saling bekerja sama pada instansi tempat mereka bekerja.
Salah satu strategi yang tertuang dalam Buku Katalog IKIP MALANG Tahun 1997, yaitu dicantumkannya ”Tatakrama Komunikasi” yang isinya adalah sebagai berikut. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, individu-individu memerlukan komunikasi dan pergaulan yang dapat disebut sebagai hidup masyarakat. Pergaulan yang ditimbulkan oleh interaksi tiga unsur anggota masyarakat kampus (mahasiswa, dosen, dan pegawai) membuahkan tiga macam hubungan, yang mencakup hubungan mahasiswa dengan dosen, mahasiswa dengan tenaga administrasi, dan mahasiswa dengan mahasiswa. Demi ter­jaminnya pergaulan dalam masyarakat kampus secara harmonis, maka tatakrama pergaulan yang berlandaskan kepada Pancasila dan moral keagamaan perlu ditegakkan.
Pada buku Pedoman Pendidikan UM tahun 2011, formulasi tatakrama tersebut digubah dalam pasal 94, yaitu Hak Akademik Dosen dan Kode Etik Kehidupan Kampus, yang diformulasikan dalam 13 item yang terkait erat dengan hak akademik dosen, kebebasan akademik bagi sivitas akademika dalam memelihara ipteks, otonomi keilmuan, HaKI, kode etik kehidupan kampus yang meliputi wawasan, sikap, dan perilaku yang menjadi landasan moral akademik, kode etik karyawan, penindakan kasus pelanggaran, dan sangsi.
Dari kedua buku tersebut adanya kesinambungan dalam menentukan model tatakrama masyarakat di kampus UM dalam suratan. Tentunya ada hal-hal lain yang sangat mempengaruhi perikehidupan kampus yang bersifat langsung dan tak langsung. Seperti halnya perkembangan informasi teknologi dan warna tayangan dalam TV, secara tidak langsung mempengaruhi peri kehidupan kampus saat ini. Realitas di lapangan, hubungan antara mahasiswa dengan dosen sangat kentara hanya saat pelaksanaan perkuliahan. Pasca itu hubungan dan tatakrama menjadi bergeser. Contoh, bila dosen berjalan di lorong dan ada mahasiswa yang bergerombol memenuhi lorong itu, tak peduli lagi dengan dosen yang lewat. Hal tersebut disebabkan keperluan untuk komunikasi antarmahasiswa dengan santai sudah tidak sesuai antara jumlah mahasiswa dengan sarananya, seperti di lokasi Fakultas Sastra disediakan gazebo untuk kongko-kongko mahasiswa sangat menarik.Hanya jumlahnya sangat terbatas. Padahal, di satu sisi keberadaan gazebo menambah cantiknya suasana kampus yang estetik. Menjadi kampus yang etik dan estetik juga membutuhkan perhatian untuk kebersihan dan lahan parkir.
Ketua Penyunting