Oleh Juliyatin Putri Utami

Siapa yang tak mengenal Alterina Hofan. Kasus yang mempertanyakan status jenis kelamin dirinya sempat muncul dan menjadi bulan-bulanan media masa. Siapa yang menyangka, dulunya Alter (sapaan Alterina Hofan) memiliki payudara besar dan secara fisik tampak seperti perempuan. Faktanya, dia adalah laki-laki tulen. Hanya saja ia menderita sindrom klinefelter. Sindrom yang sempat meragukan jenis kelaminnya ini sempat heboh dan sempat mencuat menjadi buah bibir masyarakat. Sebenarnya apa sindrom klinefelter?
Sindroma klinefelter adalah kondisi kelainan genetik yang mempengaruhi laki-laki. Biasanya muncul karena kromosom X yang berlebihan pada tiap sel. Sindrom klinefelter biasanya terjadi pada 1 dari 500 sampai 1.000 laki-laki. Sindroma klinefelter memberikan gambaran yang berbeda pada tiap orang. Karena kondisi ini mempengaruhi pertumbuhan testis, anak laki-laki dengan sindroma klinefelter mempunyai kadar hormon testosteron yang lebih rendah sehingga terjadi pertumbuhan otot yang lebih lambat, rambut di tubuh dan muka yang lebih sedikit, pembesaran payudara (gynekomastia). Pada beberapa kasus, dapat terjadi gangguan belajar dan gangguan interaksi sosial pada masa anak-anak dan dewasa.
Hormon testoteron adalah zat androgen utama yang disintesis dalam testis, ovarium, dan anak ginjal. Sintesis testosteron diregulasi oleh FSH dan LH dari hipofisis yang juga menstimulasi pertumbuhan testis dan pembentukan sel-sel sperma (spermatogenesis). Indikasi utama testosteron adalah sebagai terapi pengganti pada kekurangan/defisiensi androgen, yaitu pada hipogonadisme dan hipopituitarisme.
Pasien penderita klinefelter juga dapat dimungkinkan memiliki kadar estradiol yang lebih tinggi daripada laki-laki normal. Peningkatan estradiol dapat berasal dari sebuah perbesaran perubahan periferal testosteron menjadi estradiol. Ketidaknormalan kadar testosteron dan berkurangnya respon testosteron pada chorionic gonadotropin (hCG) merupakan sebuah refleksi dari disturbansi fungsi sel leydig dan sertoli.
Testosteron dan estradiol masing-masing merupakan hormon laki-laki dan hormon perempuan primer. Di dalam tubuh laki-laki kadar testosteron jauh lebih besar dibandingkan dengan kadar estradiol dan sebaliknya di dalam tubuh perempuan kadar estradiol jauh lebih besar dibandingkan dengan testosteron. Testosteron dan estradiol mempengaruhi perkembangan seks sekunder dan pada laki-laki maupun perempuan normal terdapat dalam jumlah yang normal.
Testoteron memiliki beberapa khasiat fisiologi dan farmakologi penting seperti efek virilisasi, anabol, tulang, antigonadotrop, dan antiestrogen. Efek virilisasi, maksudnya testosteron bertanggung jawab atas ciri-ciri kelamin primer dan sekunder yang memiliki peranan penting pada spermatogenesis, Efek anabol, maksudnya yaitu, daya retensi protein atau menghambat perombakannya khususnya pada jaringan otot. Efek tulang, makasudnya, androgen mempercepat tumbuhnya tulang pipa dan epifasenya yaitu tulang rawan di kedua ujungnya. Pada anak laki-laki selama pubertas, produksi testosteron meningkat dengan kuat sehingga tubuh tumbuh lebih panjang untuk beberapa waktu. Efek antigonadotrop, artinya menghambat sekresi FSH dan LH bila kadar testosteron dalam darah melebihi nilai tertentu. Efek antiestrogen, maksudnya, testosteron dapat melawan sejumlah efek estrogen, misalnya pertumbuhan endometrium rahim dan pertandukan.
Perkursor langsung bagi hormon steroid adalah kolesterol. Proses pembentukan testorteron diawali dengan pengangkutan kolesterol ke membran interna mitokondria oleh protein Steroidogenic acute regulatory (StAR). Kolesterol kemudian mengalami proses kerja enzim pemutus rantai samping P450scc, lalu terjadi konversi kolesterol menjadi pregnolon. Pregnolon akan dikonversi menjadi 17-OH pregnolon dan progesterone. Lalu akan terbentuk dehidroepianrosteron dari 17-OH pregnolon dan androstenedion dari progesterone melalui 17-OH progesterone yang selanjutnya kedua precursor androgen ini akan dikonversi menjadi androgen. Pada kasus sindrom klinefelter ini, pengurangan kadar testosteron disebabkan oleh berkurangnya prekursor androgen untuk diubah menjadi kortisol dan androgen.
Dalam keadaan normal, testosteron akan berdifusi oleh sel-sel leydig di bawah pengaruh LH atau ICSH. Testosteron akan berdifusi ke tubuh dan merangsang diferensiasi sel-sel germinal menjadi spermatozoa. Testosteron yang dihasilkan oleh sel-sel leydig akan digandeng protein oleh protein pengikat androgen (ABP) yang disekresikan oleh sel-sel sertoli. ABP memiliki afinitas tinggi terhadap testosteron dan dihidroksitestosteron mempunyai fungsi menahan androgen dalam tubuh testis sehingga terjadi proliferasi sel-sel germinal. ABP disekresikan ke dalam cairan tubuli dan akhirnya dikontrasikan di dalam kaput epididimis.
Pada penderita klinefelter, testosteron kurang dari kadar normal sehingga yang akan terdifusi ke dalam tubuh tidak dapat sepenuhnya merangsang diferensiasi sel-sel germinal menjadi spermatozoa. Kurangnya kadar testosteron di bawah normal (normal, yaitu 300 -1,200 ng/dL) menyebabkan tidak ada inhibitor bagi hormon progesteron atau dalam hal ini estradiol yang berperan dalam pertumbuhan kelamin sekunder kewanitaan sehingga jaringan payudara tumbuh membesar (gynekomastia).
Selain itu kurangnya kadar hormon dari biasanya ini menyebabkan berkurangnya efek anabol, efek tulang, efek antigonadotrop, dan tidak mampu melawan sejumlah efek estrogen.
Biasanya sindroma klinefelter tidak terdeteksi sampai dewasa. Namun, jika dilakukan pemeriksaan genetik sebelum atau saat anak-anak, masalah yang mungkin timbul dapat dicegah dan diatasi dengan lebih baik. Kebanyakan penderita klinefelter tidak dapat memperoleh keturunan (mandul) walaupun telah ditemukan beberapa prosedur yang memungkinkan untuk memperoleh keturunan.
Penulis adalah mahasiswa Biologi 2008 dan aktif sebagai Wakil Sekjen I Ikatan Himpunan Mahasiswa Biologi Indonesia 2011-2013