Judul : Simfoni Luar Biasa
Sutradara : Awi Suryadi
Produser : Delon Tio
Durasi : 102 menit
Kasting : Christian Bautista, Ira Wibowo,
Gista Putri, Ira Maya Sopha, Maribeth
Produksi : Nation Pictures & Primetime
Rilis : September, 2011
Peresensi : Trias Widha Andari

Keterbatasan bukanlah alasan untuk menjadi spesial. Kalimat tersebut kiranya cocok untuk menggambarkan film Simfoni Luar Biasa. Di tengah maraknya film bergenre horor, Awi Suryadi berhasil mengemas sebuah film bergenre drama dengan bumbu musik yang menyentuh dan menggugah kepekaan masyarakat terhadap keberadaan anak-anak autis yang ‘spesial’.
Cerita berawal ketika Jayden (Christian Bautista), seorang pemuda yang berambisi menjadi rock star diusir dari tempat tinggalnya di Philipina. Atas rekomendasi dari bibinya (Maribeth), Jayden pergi ke Jakarta untuk tinggal bersama ibunya (Ira Wibowo). Kehidupan Jayden pun mulai berubah. Tinggal bersama adik tiri (Valerie Thomas) yang cerewet tetapi baik dan ayah tirinya, Hans, membuat Jayden harus beradaptasi dengan lingkungan barunya. Ditambah lagi ketika sang ibu mengajak Jayden pergi ke Sekolah Luar Biasa (SLB) yang dibinanya. Secara tidak sengaja, Jayden berhasil menarik perhatian murid-murid SLB dengan ke­piawaiannya memainkan mu­sik dan bernyanyi. Ketidak­sengajaan ini ternyata menarik perhatian kepala sekolah SLB, Ibu Rinjani (Ira Maya Sopha) yang kemudian meminta Jayden untuk menjadi pengajar musik sementara di sekolah tersebut.
Kehadiran Jayden di SLB mengundang bermacam reaksi, mulai dari dukungan berlebih dari para wali murid hingga cibiran dari seorang guru mantan penderita disabilitas, Pak Dimas (Verdi Solaiman). Dengan bantuan dari seorang guru olahraga (Stanly Saklil) yang lucu, Jayden mulai menemukan potensi luar biasa yang dimiliki oleh anak didiknya. Anak-anak spesial tersebut ternyata memiliki suara-suara emas yang kemudian dikemas oleh Jayden dalam sebuah konser musik sederhana yang membuat seluruh penonton konser berdecak kagum. Adalah Zaky (Octavian K. Putra) dan Amelia (Paramitha Pradestina), dua anak berlatar belakang kontras yang menjadi vocal lead dalam grup paduan suara dan berhasil menarik perhatian panitia sebuah kompetisi paduan suara.
Masalah kembali muncul ketika Bu Rinjani harus memilih untuk mempertahankan Jayden atau Zaky disekolahnya. Dengan berat hati, Jayden mengalah untuk meninggalkan murid-murid yang mulai dicintainya dan berencana kembali mengejar mimpi di negara asalnya. Segala rencana untuk kembali ke Filiphina yang telah tersusun matang ternyata tidak membuat kebimbangan hati Jayden hilang. Kakinya menuntun untuk kembali mengejar ambisi rock star, tetapi hatinya berkata lain.
Istilah musik sebagai bahasa universal tampaknya sesuai dengan isi film Simfoni Luar Biasa. Pasalnya, di film ini terlihat jelas bagaimana musik dapat melancarkan komunikasi antara dua kehidupan yang berbeda, yaitu kehidupan normal dan kehidupan spesial.
Kelebihan dari film ini adalah penyampaian cerita yang sederhana dan terasa mengalir secara natural. Dialog-dialog yang ringan membuat Simfoni Luar Biasa mudah dicerna sekalipuan terdapat tiga bahasa (Indonesia, Tagalog, Inggris) berbeda didalamnya. Kesan natural pada film ini juga terlihat ketika para pemain kebingungan memahami bahasa lawan bicaranya. Lucunya, pada beberapa adegan terjadi misunderstanding yang malah menjadi humor bagi penonton. Misalnya ketika pertama kali Ibu Amelia (Sophie Navita) berbicara dengan Jayden, Ibu Amelia berbicara panjang lebar tetapi Jayden hanya menggelengkan kepala kebingungan dan akhirnya berkata, “I don’t speak bahasa…” dan dijawab, “Oh, kirain budek.” Humor-humor sederhana semacam itu mewarnai hampir setiap adegan yang ada di film ini.
Kelebihan lain dari Simfoni Luar Biasa adalah mengangkat permasalahan-permasalahan yang saat ini banyak terjadi di masyarakat, seperti masalah orang tua yang terlalu sibuk dan menganaktirikan anak penderita autis, ibu-ibu yang suka menunggui anaknya di sekolah sambil bergosip dan arisan, sampai masalah persaingan dalam dunia kerja. Kemampuan akting anak-anak yang berperan sebagai penyandang autis juga patut diacungi jempol. Begitu juga dengan teknik pengambilan gambar dengan sudut pandang yang menarik dan tata cahaya yang pas sehingga memperkuat kesan dramatis pada beberapa adegan. Beberapa sudut pandang yang unik adalah adegan di toko kaset yang diambil dari kamera pengintai dan adegan Jayden dan ibunya yang diambil dengan memanfaatkan refleksi di air kolam.
Selain kelebihan, tentunya film Simfoni Luar Biasa memiliki beberapa kekurangan. Kekurangan pertama terdapat pada jalan cerita yang terkesan terburu-buru. Kesan ini didapatkan dari beberapa adegan yang seharusnya ada tetapi terlewat dan tidak dijelaskan dalam film. Misalnya ketika murid-murid akan mengikuti kompetisi paduan suara tidak dijelaskan bagaimana mereka berlatih setelah kepergian Jayden. Bagian yang terkesan hilang ini menimbulkan pertanyaan tentang peran besar apa yang dilakukan Jayden dalam kompetisi paduan suara tersebut. Kekurangan berikutnya adalah adanya beberapa adegan meaningless seperti ketika Jayden menerima telepon selular dan nomor lokal dari ibunya. Padahal di adegan-adegan berikutnya Jayden masih menggunakan telepon selular dan nomor yang lama.
Terlepas dari kelebihan dan kekurangan yang ada, Simfoni Luar Biasa memberikan pesan moral bahwa setiap manusia diciptakan dengan kelebihan masing-masing. Kekurangan fisik dan mental bukanlah penghalang untuk mencapai tujuan hidup yang luar biasa. Seperti kata ayah tiri Jayden, “Jika kehidupan hanya memberimu jeruk nipis, maka mintalah jeruk yang lain.”
Peresensi adalah mahasiswa DKV.
Tulisan ini juara II kategori resensi Kompetisi Penulisan Rubrik Majalah Komunikasi 2011.