Oleh Alfian Fauzi

Lembaga legislatif mahasiswa memegang kunci regulasi tatanan kemahasiswaan, sehingga seharusnya dinamisasi mahasiswa yang nantinya direpresentasikan dalam gerakan eksekutif mahasiswa tetap terjaga.Menilik sejarahnya, gerakan mahasiswa intra kampus memang mengalami pasang surut. Dimulai  dari adanya Senat Mahasiswa di era Orde Lama, Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) di era Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) dan Dewan Mahasiswa masa Orde Baru, hingga era reformasi dengan keberadaan lembaga kemahasiswaan yang lebih fleksibel dan representatif dan demokratis. Dalam era-era tersebut semua gerakan mahasiswa memiliki tipe maupun fluktuasi gerakan masing-masing, sebagaimana hukum sejarah bahwa tiap masa membawa kisahnya masing-masing.
Akbar Tanjung, maupun Soe Hok Gie pada zamannya telah menorehkan tinta emas sebagai penumbang rezim Orde Lama dengan Senat Mahasiswanya di tahun 1965. Dewan Mahasiswa mencuat ketika Hariman Siregar dan kawan-kawan memimpin gerakan radikal yang berujung pada peristiwa Malari di tahun 1974. Sehingga, selanjutnya pemerintahan Orde Baru menerapkan normalisasi kehidupan kampus dengan membentuk Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK) untuk mewadahi aktivitas kemahasiswaan yang cenderung diperlakukan secara represif
Tak aneh jika pada masa sesudah Malari, gerakan mahasiswa intra kampus terkesan tiarap bahkan mati suri. Pada masa-masa akhir rezim Orde Baru, Senat Mahasiswa dari berbagai kampus kembali menggeliat seiring kondisi bangsa yang telah akut, dan pada akhirnya mencapai puncak titik ekskalasinya pada tahun 1998 dengan menumbangkan rezim Orde Baru.
Sesudahnya, reformasi nasional berimbas pula pada reformasi kelembagaan kemaha­siswaan, dengan konsep student government yang cenderung bebas dari cengkeraman kekuasaan pemerintah seiring era de­mokrasi, dan sepertinya representatif sekali bagi pembelajaran politik untuk mahasiswa. Ironisnya, hal tersebut justru cenderung menjadikan keberadaan lembaga-lembaga kemahasiswaan meng­alami kontraproduksi dan menjadikan keberadaannya  sebagai pelengkap saja di sebuah kampus. Lembaga legislatif yang seharusnya menjalankan fungsi check and balance terhadap lembaga eksekutif mahasiswa, terkesan miskin fungsi. Hal ini semakin terpuruk dengan minimnya minat mahasiswa untuk berkiprah di lembaga legislatif mahasiswa.
Padahal jika merunut pada fungsinya, signifikansi lembaga legislatif mahasiswa sebenarnya sangatlah tinggi, terutama dalam menjaga ritme pergerakan maha­siswa, terlebih di saat seperti sekarang yang tengah menggejala kelesuan gerakan mahasiswa intra kampus. Lem­baga legislatif mahasiswa memegang kunci regulasi tatanan kemahasiswaan, sehingga seharusnya dinamisasi mahasiswa yang nantinya direpresentasikan dalam gerakan eksekutif mahasiswa tetap terjaga.
Pada akhirnya, memang sangat perlu penjagaan ritme dan dinamisasi pergerakan mahasiswa, mengingat ruh dan kekuatan mahasiswa yang begitu dinantikan bangsa hanya akan terlihat ketika ada dinamisasi dan pergerakan. Tanpa itu semua, tentunya mahasiswa hanya akan berkutat pada wacana tanpa aksi nyata dan peran strategis tersebut harus segera dimainkan oleh setiap lembaga legislatif mahasiswa yang ada.
Penulis adalah mahasiswa HKn
dan Ketua Umum Dewan Perwakilan Mahasiswa 2012