Pangsa energi fosil pada bauran energi Indonesia sangatlah besar, yaitu sebesar 95%. Minyak bumi sebesar 46,77%, 24,19% berasal dari gas bumi, dan 23,91% dari batu bara. Sedangkan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) baru sebesar 5,03%, padahal potensi EBT cukup besar, di antaranya bersumber dari panas bumi (geothermal) sebesar 29 GW, biomassa 49 GW, tenaga air 76 GW, energi surya, dan energi angin yang ketersediaannya menyebar di seluruh Indonesia (www. esdm.go.id).
Dengan demikian, paradigma pengelolaan energi di Indonesia ke depannya harus diubah: (1) kebutuhan energi harus efisien, (2) meminimalkan penggunaan energi fosil, energi terbarukan dimaksimalkan sehingga menjadi supply energi utama, (3) memaksimalkan energi terbarukan. Energi terbarukan yang berkembang di Indonesia saat ini, antara lain: (1) wind energy, (2) solar energy, (3) sea wav energy, (4) geothermal energy, (5) biomass energy, dan (6) microhidro.
Sampah yang identik dengan bau busuk tentu membawa dampak yang negatif bagi lingkungan hidup. Misalnya bencana banjir, wabah penyakit, dan mengakibatkan polusi udara. Gas yang dihasilkan oleh sampah tersebut juga berpotensi mengakibatkan lapisan ozon semakin menipis. Tempat pembuangan akhir sampah yang disediakan oleh pemerintah di kota-kota besar belum cukup untuk mengatasi masalah sampah. Hal itu dikarenakan volume sampah akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk.
Dari berbagai dampak negatif oleh sampah tersebut, ternyata terdapat sisi positifnya. Sampah merupakan sebuah potensi biomassa yang dapat dikonversi menjadi energi listrik. Fakta menunjukkan bahwa potensi pemanfaatan sampah kota untuk pembangkit listrik di Indonesia sangatlah besar, total secara nasional sekitar 1.879,59 MW (sumber:esdm.go.id). Sebagai contoh, potensi sampah kota yang memiliki daerah dengan penduduk yang padat, yaitu berasal dari Jakarta dan sekitarnya dibuang dan dikelola di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang. Tidak kurang dari 25.000 meter kubik sampah kota atau setara dengan 6.000 ton per hari sampah kota atau dalam satuan tahun diproduksi 2.190.000 ton (Hadisuwito, 2013).
Saat ini, dengan teknologi landfill gas, sampah kota di TPST Bantar Gebang telah berhasil dikonversi menjadi pembangkit listrik dengan kapasitas 12,5 MW. Banyak sekali peran pemanfaatan sampah menjadi energi listrik di Indonesia ini, di antaranya adalah:
1. Sebagai upaya pelestarian lingkungan, mengurangi polusi udara yang dihasilkan oleh sampah dan mitigasi emisi gas rumah kaca secara signifikan gas methana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) sehingga dapat berkontribusi terhadap pemanasan global.
2. Mereduksi resapan air lindi terhadap sumber air bersih.
3. Dapat dikembangkan di seluruh wilayah tanah air.
4. Berkontribusi dalam meningkatkan kebersihan dan kesehatan kota.
5. Diversifikasi, PLTSa bersama energi terbarukan lainnya sebagai solusi menghadapi krisis energi, manfaat lain adalah untuk menanggulangi TPST yang over.
6. Berkontribusi sebagai upaya penghematan sumber daya energi nasional.

Menindaklanjuti hal tersebut, Kementerian Sumber Daya Mineral telah melakukan upaya untuk mendorong minat investor dalam pembangkitan sampah menjadi tenaga listrik. Berikut ini tabel harga jual listrik (feed in tariff) berbasis sampah kota berdasarkan Permen ESDM 19 Tahun 2013.
Dengan berbagai data yang ada menunjukkan bahwa sampah di Indonesia memiliki potensi dan nilai jual yang tinggi bila bisa dimanfaatkan lagi. Perlunya pembangunan teknologi pembangkit listrik tenaga sampah sangat dibutuhkan dalam penghasilan listrik sebagai terobosan baru untuk mengurangi dampak dari sampah yang telah mejalar di lingkungan. Pemerintah juga perlu memantau setiap daerah dalam pengolahan sampah sehingga timbul saling ketergantungan antara pemerintah pusat dan daerah. Banyaknya anggaran yang dibutuhkan untuk menanggulangi sampah dan berbagai dampaknya hanya akan membuang-buang biaya. Dengan cara memutar sampah menjadi bahan energi listrik akan lebih berguna.
Untuk mendorong potensi-potensi yang telah ada pemerintah perlu menggali juga potensi-potensi yang ada di kalangan mahasiswa atau mahasiswi, para pengajar, dan siswa-siswi. Dorongan ini perlu dilakukan untuk membangkitkan semangat dalam membuat terobosan teknologi yang tepat guna. Memberikan pembelajaran kepada masyarakat tentang tata cara daur ulang, mengolah, dan mengurangi sampah sangatlah penting. Hal itu dapat mengurangi tingkat konsumtif masyarakat terhadap berbagai jenis sampah. Seperti plastik, botol, atau kaleng.
Teknik terakhir yang dilakukan adalah dengan adanya artikel-artikel tentang potensi pengolahan sampah menjadi sumber energi listrik dan teknik optimalisasi ke berbagai media massa dan internet seperti koran, majalah, koran online, forum diskusi, dan televisi sehingga masyarakat dapat dengan mudah mendapat informasi media tentang PLTSa. Hal tersebut membuat masyarakat mempelajarinya lebih dalam dan tidak terprovokasi terhadap berita-berita yang beredar bahwa keberadaan PLTSa dapat menimbulkan dampak negatif.
Sudah saatnya kita tidak berlarut-larut dalam menghabiskan energi untuk pengelolaan sampah saja. Namun, lebih dari itu mainset kita mesti harus diubah, yakni jangan hanya sebatas membuang sampah, tetapi yang lebih berarti adalah dengan memanfaatkan sampah sebagai sumber energi terbarukan. Oleh Syifaul Fuada
Penulis adalah mahasiswa
Teknik Elektro 2010