Tidak sedikit orang yang memiliki impian agar bisa belajar di luar negeri, demikian pula dengan Natalia Wijayanti, seorang mahasiswa Sastra Inggris UM. Januari-Februari lalu ia telah berhasil mewujudkan mimpinya terbang dan belajar di Amerika berkat esai Religion Pluralism-nya. Bagaimana kisah selengkapnya? Simak liputan Komunikasi berikut ini.
Nama : Natalia Wijayanti
TTL : Batu, 25 Desember 1992
Fakultas/Jurusan : Sastra/Sastra Inggris
Alamat asal : Jalan Hasanudin No.50 Batu, Jawa Timur 65313

Riwayat Pendidikan:
• TK Citra Bunda Batu (1997-1998)
• SD Citra Bunda Batu (1998-2004)
• SMPN 1 Batu (2004-2007)
• SMAN 1 Batu/Jurusan Bahasa (2007-2010)
• Jurusan Sastra Inggris UM (2010-sekarang)

Pengalaman Organisasi:
• Debater Valiant English Debate Club (2010-2011)
• BLINK Journalism Reporter HMJ Legato UM (2010-2011)
• Coordinator of Talents and Interests Division HMJ Legato UM (2011-2012)
• Member of Recruitment Division Maestro English Theater (2010-2011)
• Chief Maestro English Theater (2011-2013)

Prestasi:
• 2nd Champion of writing contest of Official Magazine of UM Komunikasi (2010)
• One of the writers of Komunikasi Short Stories Anthology “Menebus Dosa Di Negeri Celaka” (2011)
• One of delegations of Study of the United States Institute (2013)
•1st Runner Up of Mahasiswa Berprestasi Fakultas Sastra UM (2013)

Bagaimana Anda bisa terbang ke sana?
Saya mendaftar melalui Study of the United States Institute (SUSI). Mungkin scholarship atau beasiswa ini tidak seberapa tenar. Saya mendapat informasi pertama kali dari kakak tingkat yang sudah pernah mengikuti acara ini kemudian saya mencari informasi selanjutnya di internet. Setelah saya mengetahui proses pendaftarannya, saya langsung mengirimkan email yang berisi permintaan akan program, deadline, dan formulir hingga kemudian mereka membalasnya dengan mengirimkan formulir pendaftaran.

Hal apa saja yang menjadi persyaratan?
Minimal semester 5. Sebenarnya tidak disebutkan semester 5, tetapi mereka mensyaratkan agar kita masih memiliki minimal satu tahun masa kuliah pasca kepulangan kita dari US. Jadi lebih tepatnya bisa dimulai dari rentang semester lima sampai tujuh.

Berapa lama Anda tinggal di sana?
Lima minggu. Sejak 13 Januari sampai 17 Februari 2013.

Bagaimana dengan pemberangkatannya?
Kami dipisah menjadi dua kloter. Ada yang berangkat dari bandara Juanda, ada yang berangkat dari Soekarno-Hatta. Pemberangkatan dari Juanda diikuti oleh empat peserta, yaitu peserta yang berasal dari Jawa Timur sampai Indonesia bagian timur, salah satunya adalah saya. Sedangkan pemberangkatan dari Soekarno-Hatta diikuti oleh enam belas peserta dari Jawa Tengah sampai Sumatera. Dua puluh orang peserta terpilih ini datang dari titik-titik tertentu dari seluruh Indonesia: Ambon, Bali, Jawa Timur, dan sejumlah titik Indonesia bagian barat. Saya diantar orang tua dari rumah sampai Juanda, kemudian setelah pengarahan barulah kami berangkat ke Singapura, kemudian transit di Jepang, dan akhirnya langsung ke Amerika.

Tempat apa saja yang Anda kunjungi di sana bersama teman-teman?
Banyak tempat yang kami kunjungi, di antaranya Philadelphia di Pennsylvania, New York, Florida, Washington DC, dan Mary Land.

Apa kegiatan Anda ketika di sana?
Enam puluh persen kuliah seperti biasa, tapi kami membahas Religion Pluralism dan American Democracy. Kemudian sisanya ada study tour, visit, free night, free morning dan free day. Kami melakukan kunjungan ke tempat-tempat peribadatan. Kami mengunjungi tempat ibadah orang Islam di sana, gereja, dan tempat peribadatan lainnya. Gereja-gereja di sana begitu megah seperti kastil-kastil tua. Yang menarik adalah ketika kami berkunjung ke komunitas Islam Indonesia di Philadelphia. Mereka tidak memiliki masjid seperti yang seringkali kita temui di sini. Mereka menyewa sebuah rumah di perkampungan itu dan rumah itu mereka sebut sebagai masjid Al-Ikhlas.

Apa fasilitas yang Anda dapatkan selama tinggal di negara orang?
Segala sesuatu telah ditanggung oleh pihak panitia. Tanpa membawa sepeser uang pun kami bisa hidup di sana. Kami diberi pocket money sebesar $200 setiap minggu dan diundang makan malam hampir setiap malam. Kami dikenalkan dengan sejumlah mahasiswa dari Temple University, universitas tempat kami kuliah selama di Amerika, dan kami bertukar nomor HP agar bisa hang-out bersama mereka. Di sana kami juga memiliki orang tua angkat. Ada satu akhir pekan, yaitu akhir pekan kedua dari lima pekan kami di sana, di mana kami tinggal bersama orang tua asuh. Mereka adalah orang Yahudi yang sangat ramah. Selama proses perkuliahan, kami tinggal di hotel yang disediakan kampus. Selebihnya, ketika kami melakukan kunjungan, kami tinggal di hotel mewah yang disediakan pihak panitia.

Apa pelajaran yang Anda peroleh sepulang dari sana?
Kami melakukan banyak diskusi seputar keberagaman dan keberagamaan. Pertengkaran karena perbedaan agama tidak kunjung pupus dari muka bumi ini, walaupun pada dasarnya pertengkaran itu bukan karena perbedaan agama yang kita miliki, tetapi lebih pada ketidakbisaan orang-orang itu mengendalikan emosi yang menjadikan perbedaan sebuah problematika. Perbedaan itu akan selalu ada. Maka tidak seharusnya kita memaksakan diri untuk menyatukan perbedaan itu, melainkan menyelaraskan perbedaan yang ada. Untukmu agamamu, untukku agamaku.

SUSI telah membuat Anda menggapai impian Anda. Apa usaha-usaha yang Anda lakukan di balik semua itu?
Bukan SUSI, tapi Maestro English Theater yang membuat saya menggapai mimpi ini. Saya begitu bangga dengan apa yang telah membuat saya kaya akan pengalaman serta pengetahuan dan membuat saya membumbung tinggi. Ketika mendaftar SUSI, tidak ada penilaian lain selain penilaian esai, di mana kami diminta untuk memberikan ulasan yang berisi apa yang bisa kita lakukan untuk mempromosikan perdamaian atas pluralisme.
Mungkin salah satu cara yang sudah lumrah adalah menggunakan seminar sebagai media, tapi saya lebih memilih menggunakan art atau seni dari teater. Esai tersebut akhirnya lolos dan membawa saya ke Amerika. Setelah saya pulang dari program tersebut, saya membuat sebuah pertunjukan teater dengan naskah yang saya buat dan saya sutradarai sendiri di mana inti dari naskah itu adalah apa yang saya pelajari dan saya dapatkan selama di luar negeri.

Apa saja pertunjukan yang pernah Anda sutradarai langsung berikut Anda tulis naskahnya?
Yang pernah saya sutradarai langsung ada dua: In Love with Madonna (2011) dan The Black Book (2013). Yang saya tulis sendiri naskahnya juga dua: The Black Book dan A Sorry Tomato.

Berapa jumlah total pertunjukan yang pernah Anda ikuti?
Saya belum pernah absen dari semua pertunjukan yang diadakan Maestro sejak saya bergabung. Saya kurang hafal pastinya, yang jelas jumlahnya belasan. Cerita yang paling mengagumkan untuk saya adalah A Sorry Tomato.

Adakah pesan bagi para pembaca yang ingin mengikuti jejak anda?
Organisasi itu sangat penting. Saya mendapat informasi seperti ini juga dari organisasi. Seandainya saya tidak ikut HMJ Sastra Inggris pada saat itu, saya tidak akan mendapat info apa pun dari kakak tingkat. Luapkan saja hasrat berorganisasi dan bergabung dengan berbagai kegiatan di kampus karena momen kuliah yang hanya beberapa tahun ini akan terbuang percuma jika kita hanya manjadi mahasiswa kupu-kupu yang hanya kuliah pulang-kuliah pulang. Jangan terobsesi oleh indeks prestasi, yang penting kita sudah berusaha. Semangat!Atif