Nama    : Prof. Dr. Nurul Murtadho, M.Pd.
Alamat    : Jalan Teluk Cendrawasih 21 A RT 07 RW 03
Arjosari Blimbing Malang
TTL    : Malang, 17 Juli 1960

Riwayat pendidikan :
1.   S1 Pendidikan Bahasa Arab IKIP Malang tahun 1985
2.   S2 Pendidikan Bahasa Indonesia IKIP Malang
tahun 1991
3.   D1 Pembelajaran Bahasa Arab untuk Non-Arab Lembaga Ilmu
Pengetahuan Islam dan Arab Jakarta tahun 1994
4.  S3 Linguistik Universitas Indonesia Jakarta tahun 1999

Pengalaman pekerjaan :
1.   Dosen Jurusan Sastra Arab, Fakultas Sastra,
Universitas Negeri Malang (1986—sekarang)
2.   Ketua Jurusan Sastra Arab, Fakutas Sastra,
Universitas Negeri Malang (2000—2004)
3.   Pembantu dekan I, Fakultas Sastra,
Universitas Negeri Malang (2004—2012)

Kiprah lain :
1.Penyunting ahli Al-Arabi: Jurnal Bahasa Arab dan Pengajarannya
2.  Penyunting ahli Al-Hadharah, jurnal Ikatan Pengajar
Bahasa Arab Indonesia
3.  Ketua divisi pengembangan SDM Ikatan Pengajar
Bahasa Arab
4.  Ketua divisi penelitian Ikatan Pengajar Bahasa Arab

DSCN4866

Berarti proses Bapak menghafal Alquran berapa lama?
Kurang lebih enam tahun.

Apakah ada kesulitan?
Kesulitannya jika tidak istiqomah. Dalam menghafalkan Alquran, walaupun sedikit demi sedikit, tetapi hatus rutin. Jika sudah begitu maka tidak ada masalah.
Biasanya di pesantren mempunyai metode tersendiri untuk mengajarkan hafalan Alquran. Pertama, Alquran pojok. Pada Alquran ini setiap halaman pada pojok atas dan bawah ditulis awal dan akhir ayat. Satu juz pasti terdiri sepuluh lembar, yang berarti dua puluh halaman. Kedua, jika pagi hari anak-anak disediakan waktu untuk menambah hafalan, untuk sore hari adalah waktu untuk mengulang hafalannya.

Ketika Bapak sudah kuliah S1, sistem menghafalkan Alquran bagaimana?
Itu mudah saja. Karena ketika S1 saya masih pulang ke pondok. Jadi, saya dari Singosari ke kampus selalu naik bis. Turunnya di Jalan Dr. Cipto, dari sana ke IKIP Malang sering dengan berjalan kaki. Dalam perjalanan itulah saya sambil baca Alquran.

Berati Bapak mondok sampai kapan?
Kira-kira saya saya mulai mondok tahun 1976. Setelah saya lulus tes menjadi dosen, di tahun 1986 saya sudah tidak mondok lagi.

Apakah pernah mendapatkan prestasi dengan kemampuan Bapak ini?
Tidak. Saya belum pernah mengikuti musabaqah. Kiai di pesantren saya tidak mengharapkan santrinya mengikuti musabaqah. Jadi, hanya untuk dibaca sebagai amalan sendiri.

Nilai-nilai yang didapat dari menjadi hafiz apa?
Jadi, setiap hari diusahakan membaca Alquran. Paling tidak satu juz dalam sehari. Jika rutin melakukan itu, dampaknya psikologi jadi tenang. Sebaliknya, jika dalam satu hari tidak membaca sama sekali, itu kurang bagus. Dimana mampu mempengaruhi kegiatan yang lain.
Saya juga rutin membaca Alquran di masjid. Lalu, disemak oleh bapak-bapak dan ibu-ibu. Setiap bulan mampu menghatamkan. Itu yang membantu saya untuk memelihara hafalan saya. Kemudian, setiap sholat tarawih saya tidak keluar, tetapi jamaah di rumah. Sehingga tiap malam menghabiskan satu juz dalam sholat itu.
Dengan kemampuan yang telah dimiliki, selanjutnya apa yang akan dilakukan?
Tentunya ingin mengajar dan memperdalam ilmu tafsir. Saya juga berkeinginan untuk sharing dengan teman-teman maupun mahasiswa tentang bagaimana membaca dan memahami Alquran. Termasuk berdiskusi mengenai bagaimana cara belajar bahasa Arab Qurani. Muncullah cita-cita untuk menulis bilingual Arabic-English for basic Islamic Studies.
Isinya tentang apa, Pak?
Isinya tentang bagaimana mempermudah belajar bahasa Arab maupun Inggris untuk studi Islam. Namun, dengan cara yang menarik dan mudah, sehingga orang-orang yang belajar dengan itu merasa senang.

Berarti menggunakan bahasa Inggris dan Arab pak?
Iya, menggunakan kedua bahasa tersebut.

Kenapa demikian?
Karena, sekiranya jika mengunakan bahasa Indonesia sudah banyak. Kemudian, bahasa Inggris adalah bahasa yang banyak diwajibkan di sekolah-sekolah Islam. Namun, tujuannya tidak jelas, yaitu untuk komunikasi. Padahal mereka jarang berkomunikasi menggunakan bahasa itu. Mulai di sekolah dasar, SMP, SMA, sampai perguruan tinggi dibekali bahasa Inggris. Namun, penguasaan bahasa Inggris untuk Islamic studies kurang. Begitu juga dengan Bahasa Arab untuk Islamic studies.
Hal ini juga yang saya tulis dalam seminar nasional di ITB. Tenth International Conference: Language Curriculum and Assessment. Tanggal 3—5 Juni 2014 tentang bagaimana mendesain kurikulum berbasis bilingual untuk Islamic studies.

Lalu, bagaimana dengan hasil penelitian-penelitian Bapak yang lain?
Sekitar tahun 2002 atau 2003 saya mengadakan penelitian tentang pembelajaran bahasa Arab berbasis kosakata untuk Madrasah Ibtidaiyah. Saya lihat hasilnya bagus. Pada awalnya bahasa Arab di Madrasah Ibtidaiyah dianggap mata pelajaran yang menyengsarakan dan menakutkan. Jadi, penelitian menggunakan kartu kata dan kartu bergambar. Nampaknya anak-anak kelas empat yang awalnya tidak suka dengan pelajaran itu menjadi kebalikannya. Malah anak-anak sebelum mulai pelajaran pergi ke ruang guru untuk diajarkan bahasa Arab. Padahal belum waktunya. Hal itu lah yang memang saya inginkan. Masih dalam angan-angan untuk dikembangkan.

Anggota keluarga yang lain apakah ada yang hafiz juga?
Kalau anak saya masih dalam proses menghafalkan.

Apa yang membuat Bapak tertarik menghasilkan karya dalam bidang bahasa Arab, bukan cabang ilmu agama Islam lain?
Pertama, memang itu adalah bidang saya. Saya S1 di IKIP Malang tentang pendidikan Bahasa Arab. Kedua, saya masuk menjadi dosen Jurusan Sastra Arab. Maka hasil karya saya juga harus dikaitkan dengan jurusan saya. Meskipun satu dua kali pernah menulis dengan tema lebih umum. Seperti yang dipresentasikan di Universitas Indonesia, Fakultas Teknik, yaitu tentang meningkatkan kualitas penulisan skripsi. Termasuk juga di Bangkok tahun 2014 tentang kerjasama.

Apakah bapak mempunyai target yang belum tercapai?
Kurang istiqomah saja. Ingin lebih istiqomah dalam ibadah maupun bekerja.Ajrul