laput car free day2Mulai 15 Mei 2015, UM memberlakukan Car Free Day (CFD) setiap Jumat. “CFD bagian dari upaya hemat energi, menjaga kampus aman, nyaman, tenang, dan tidak bising,” terang Prof. Dr. Ah. Rofi’uddin, M.Pd. Menurut Rektor UM tersebut, arah ke depan kalau bisa bukan hanya Jumat, tapi setiap hari. UM ingin agar CFD sebagai pilot project. Jika ketika hari bumi UM bisa melakukan CFD, maka UM ingin melanjutkan CFD untuk bisa menjaga kelestarian alam, hemat bahan bakar minyak, menjaga keindahan dan kenyamanan, menikmati bagaimana rindangnya kampus, dan menikmati bagaimana nyamannya kampus kita ini tanpa bising kendaraan.

Menjadi Kampus Hijau

Hal serupa juga diungkapkan oleh Prof. Dr. Wahjoedi, M.E., M.Pd., Wakil Rektor II UM tersebut menjelaskan bahwa latar belakangnya, UM sudah mempunyai visi misi yang tertuang dalam renstra UM, menjadi kampus hijau, artinya kampus dalam taman. Dengan terwujudnya kampus hijau ini, harapannya bisa mendukung kepentingan akademis. “Udara segar dengan banyak tanaman hijau. Warga yang tinggal juga bisa semakin sehat, ya dosen, mahasiswa, pegawai sehingga kita bisa mengurangi polusi sementara di sisi lain kendaraan luar biasa banyak,” terang Pak Wahjoedi.
Menurut Pak Wahjoedi, semua yang peduli terhadap lingkungan bisa disebut penggagas CFD. Rektor yang dahulu, Prof. Dr. Suparno sudah memulai dengan memperbanyak taman. “Bersamaan dengan itu, ketika saya memimpin pascasarjana, saya hijaukan pascasarjana engan taman,” tutur Pak Wahjoedi. Waktu awal-awal mengajukan anggaran yang cukup besar, beliau dinilai dan dikritik, dana sekian besar kok hanya untuk membangun taman. Namun, setelah taman jadi, banyak yang senang karena mendukung kegiatan akademis dan semua ikut menikmati. Sekarang pun semua fakultas sudah bergerak membangun taman-taman. “Siapa saja boleh mengaku menjadi penggagas CFD. Tapi, saya simpulkan ide menggagas adalah dari semua komponen kampus yang punya kepedulian terhadap lingkungan,” tegas Wakil Rektor II.

Uji Coba CFD

Pemberlakuan CFD setiap Jumat ini merupakan masa uji coba. “Satu tahun ini akan kita evaluasi,” ungkap Pak Rektor. UM akan melihat seperti apa respon warga kampus. Jika warga UM menghendaki setiap Jumat, ya akan diperhatikan. Tapi, jika warga UM menghendaki setiap hari, maka harus dilihat apakah fasilitas-fasilitas pendukung pemberlakuan CFD sudah terpenuhi. Cara evaluasi yang akan dilakukan, yaitu berkomunikasi dengan seluruh unit di UM. “Evaluasinya kita amati saja. Keluhan-keluhan. Dalam perjalanan ini kan kita berkomunikasi ke semua civitas, semua fakultas, dosen-dosen, mahasiswa, dan pegawai. Penyebaran angket itu mungkin terakhir,” terang Pak Wakil Rektor II.
CFD merupakan sesuatu yang baru, jadi jelas banyak masalah yang terjadi. Namun, menurut Wakil Rektor II, tentu lebih banyak yang merasa senang, sehat, kampus nyaman, dan tidak bising dengan hiruk pikuk sepeda motor. Ada pula individu-individu yang sudah tidak nyaman dengan jalan kaki merasa terganggu, misalnya yang sedang sakit atau sudah sepuh. Menurut beliau, sebenarnya itu alasan yang belum terbiasa saja. “Saya kira kalau sudah terbiasa, maka akan merasa senang, sehat, dan segar,” tuturnya.
UM akan terus berbenah diri untuk bisa mewujudkan kampus semakin hijau dan CFD setiap hari. Menurut Pak Rektor, masih banyak yang harus disiapkan. Fasilitas-fasilitas untuk mengantisipasi kendala yang muncul masih perlu disiapkan, misalnya sepeda angin untuk perpindahan antarunit. UM juga akan menyiapkan selasar-selasar antargedung. Kondisi hujan juga harus diantisipasi oleh UM. Ring road UM belum semua jadi. Rencananya, setelah ring road jadi, orang yang hendak masuk UM harus parkir di pinggiran kampus. Mereka akan masuk unit mana, lalu menentukan mau parkir di mana. Ketika semua sudah siap, CFD akan diberlakukan setiap hari.
Pak Rofi’uddin berharap UM benar-benar bisa membuat kampus yang sejuk dan warganya sehat karena ada gerak fisik. “Kenyamanan, kesejukan, keindahan, dan kesehatan yang kita inginkan untuk bisa terwujud melalui program-program itu,” ungkap Pak Rektor.

Sejarah CFD dan UKM Jonggring Salaka

Menurut Dany Novariyanto, yakni Ketua Umum MPA Jonggring Salaka 2015, CFD di UM pertama kali digagas oleh Ketua Umum MPA Jonggring tahun 2013 bernama Wisnu Saputra jurusan PGSD 2009. Konsep ini diaplikasikan sebagai bentuk cinta manusia terhadap bumi dengan mengurangi polusi udara dari mobil dan sepeda motor di sekitar area UM. Maka dari itulah setiap 22 April yang merupakan hari bumi, Jonggring melaksanakan CFD di UM. “Sudah tiga tahun (2013-2015) CFD setiap 22 April dilaksanakan, dan banyak respon positif,” tutur mahasiswa Teknik Elektro ini.
Respon positif datang dari berbagai pihak terhadap CFD setiap hari bumi. Salah satunya adalah respon positif dari Rektor UM periode 2014-2019. Menurut penuturan Dany, pada saat ada CFD yang dilaksanakan oleh BEM UM, beliau memberikan respon bahwasanya jalan kaki menuju gedung adalah perjalanan yang sehat. Beliau juga menambahkan, dengan jalan kaki, beliau bisa “kenal konco lawas”. Menurut Hadiono, Ketua Umum MPA Jonggring Salaka 2014, CFD juga gencar dilaksanakan pada tahun 2014 karena Prof. Dr. Suparno, (rektor periode tersebut) mempunyai gagasan “kampus dalam taman”. “Gagasan kampus dalam taman tersebut sejalan dengan CFD yang UKM kami laksanakan, meskipun hanya satu hari, tapi hal tersebut sangat berarti untuk bumi,” tutur mahasiswa yang sebentar lagi diwisuda ini.

Cerita di balik CFD

Pada saat CFD di UM, bukan hanya respon positif saja yang masuk. Respon negatif pun datang bertubi-tubi apalagi pada saat pertama kali CFD ini dilaksanakan oleh UKM Jonggring. “Persiapannya harus matang, Mbak. Kalau tidak, akan banyak masalah,” ungkap Dany. Untuk pelaksanaan CFD setiap hari bumi, Dany dan rekannya harus mulai melobi rektorat untuk membuatkan surat resmi berbentuk pengumuman terhadap pelaksanaan CFD di kampus. Pengumuman ini sangat krusial mengingat banyak sekali mahasiswa, dosen, dan staff yang menggunakan mobil dan sepeda motor. Selain itu, mahasiswa Jonggring menyewa beberapa becak untuk mengangkut dosen yang sepuh dan bagi civitas yang membutuhkan. Becak ini disediakan di beberapa titik masuk UM seperti gerbang Jalan Surabaya, Jalan Gombong, Jalan Ambarawa, dan Jalan Semarang. Becak-becak ini disediakan gratis bagi civitas akademi UM yang membutuhkan.
“Yang mengayuh becaknya adalah mahasiswa dari UKM Jonggring. Dari kami gratis Mbak untuk yang mau naik becak kami, namun kami yang membayar untuk sewa becaknya. Kadang-kadang ada juga dosen yang baik hati memberi uang untuk jajan anak-anak yang mengayuh becaknya,” terang Dany.
Selain becak, ada juga gerobak untuk mengangkut makanan dan bahan-bahan jualan bagi penjual warung di dalam kampus. “Ini yang paling penting, Mbak. Banyak sekali protes dari penjual, apalagi pada saat pertama kali dilaksanakan di UM pada saat hari bumi,” gagas Hadiono yang berasal dari kota Mojopahit alias Mojokerto. Ia menuturkan bahwasanya pada saat pertama kali dilaksanakan, ada adu mulut antara penjual es dengan mahasiswa Jonggring. “Pada saat itu penjual es mengacungkan golok es untuk membelah esnya karena marah tidak boleh masuk UM. Namun setelah itu, masalah ini bisa diredam. Untuk tahun berikutnya, penjual es sudah paham ada CFD setiap tanggal 22 April dan dia tidak masalah,” terangnya. Maka dari itu ia menyimpulkan, pada saat CFD dilaksanakan, harus ada evaluasi yang bertahap.

Ditambah dan Dibenahi

Agar CFD di UM menjadi program yang berkelanjutan dan tepat guna, menurut Dany Novariyanto dan Hadiono, ada beberapa fasilitas kampus yang dibenahi dan ditambah. “Apalagi ada wacana CFD ini akan dilaksanakan setiap hari, itu akan menjadi PR besar untuk UM,” ungkap mereka bersamaan. Menurut mereka, fasilitas yang harus disediakan oleh UM adalah adanya trotoar. Jika diamati di dalam kampus UM, jumlah trotoar di UM memang sangat terbatas dan tidak banyak. “Seharusnya, untuk mengakomodasi pejalan kaki di UM, harus ada trotoar untuk pejalan kaki di sepanjang kawasan UM,” jelas Hadiono.
Selain trotoar, UM juga harus menyediakan sepeda di dalam kampus. Berkaca dari kampus lain, pelaksanaan CFD lebih efektif jika ada sepeda di dalam kampus. Pembelian sepeda ini pun bertahap. Kalaupun ada sepeda, sepeda itu harus mempunyai branding kampus agar tidak bisa dibawa ke luar kampus dan menghindari aksi pencurian. “Untuk jumlah pasti saya tidak begitu paham, namun karena bertahap, bisa jadi kampus UM untuk tahap awal bisa membeli seratus sepeda. Lalu untuk tahap berikutnya bisa menambah jumlah sepeda lagi. Kalau tidak dimulai sekarang untuk berinvestasi sepeda, lalu kapan lagi?” jelas Hadiono.
Kalau ada sepeda, fasilitas yang diperlukan mahasiswa agar CFD berjalan lancar adalah lahan parkir khusus untuk sepeda dan pertugas yang berkewajiban mengatur sepeda. Satpam di UM juga harus peduli dan peka dengan hal tersebut. Untuk lahan parkir di UM sudah mulai dibenahi karena sudah ada di luar kampus. Maksudnya, semua berada di sentral dekat dengan gerbang masuk sehingga memudahkan mereka untuk memarkir sepeda dan tidak begitu mengganggu pejalan kaki di dalam kampus. Selain lahan parkir, kanopi untuk pejalan kaki juga harus ada. Selain untuk pejalan kaki agar tidak kepanasan dan kehujanan selama berjalan kaki, kanopi untuk sepeda motor juga harus direncanakan.
UM juga tidak boleh lupa dengan keberadaan penjual kantin di sekitar area UM. Untuk pedagang, seharusnya disediakan fasilitas kendaraan khusus untuk mereka. Hal ini dikarenakan sebelum menjual makanan atau minuman, mereka butuh membawa barang-barang untuk mempersiapkan kantin mereka. “Kalau mereka tidak diberi fasilitas kendaraan khusus seperti contohnya gerobak, maka akan terjadi friksi,” terang Dany. Adanya kendaraan khusus untuk pedagang akan memudahkan mereka membawa barang dagangan mereka ke dalam area kampus. CFD akan mudah dilaksanakan dan didukung oleh banyak orang jika memang pelaksanaannya tidak akan merugikan salah satu pihak atau beberapa pihak.

Kata Mereka

Menanggapi CFD UM, Bapak Sumartono, Komandan Satpam UM menjelaskan bahwa dirinya mengambil dua poin, pertama untuk kesegaran dan kesehatan. Dengan dipaksakan berjalan kaki, orang bisa olahraga, supaya sehat. Kedua, bisa menikmati keindahan kampus, tidak berbau apa pun, dan bisa menikmati kicauan burung dalam kampus. Menurutnya, dengan diberlakuan CFD ini, UM dianjurkan untuk perbaikan tempat. “Ini sebenarnya untuk menyusun kekuatan. Sampai di mana kekuatan kita, terutama lahan parkir. Ini saja masih liburan, belum nanti ketika hari efektif kuliah dan setiap hari CFD,” tutur Pak Martono. Jika dari segi keamanan, menurut Pak Martono, semuanya bisa dibuat aman, bergantung dalam pelaksanaan. Bukan perkara aman dahulu, tapi sambil mengukur kekuatan. Pihaknya sudah terbiasa menjaga keamanan dan mengecek STNK.
Satpam lain, yaitu Bapak Heni S. yang berjaga di pos satpam FS menuturkan bahwasanya ide untuk CFD ini sangat bagus sekali untuk mengurangi polusi di kampus. Namun, kadangkala dirinya kewalahan setiap hari Jumat untuk menata sepeda motor yang diparkir semaunya sendiri. “Yang mebuat sedikit capek adalah untuk menata sepeda motor. Banyak sekali sepeda motor yang keluar masuk sehingga tidak bisa mengecek dan mengawasi satu-persatu,” tegasnya. Saat ditanya tentang wacana pelaksanaan CFD setiap hari di kampus, Bapak Heni yang bekerja di UM Selama empat tahun ini hanya tersenyum sambil berkata, “Ya…gak apa–apa, Mbak! Asal ada banyak petugas yang diperbantukan untuk mengawasi keluar masuknya sepeda motor,”
Respon lain datang dari ketua UKM IPRI, Muhammad Bayu Erdiansyah. Menurutnya, regulasi untuk CFD itu terlalu mendadak dan terburu-buru. Ia berpikir bahwasanya lebih baik jika ada sosialisasi terlebih dahulu dan dibenahi lagi dalam sarana dan prasarana yang ada di UM. Mahasiswa yang juga tutor BIPA ini tidak masalah dengan program CFD karena ia sendiri setiap hari berjalan kaki, namun kadang kala ia merasa kurang nyaman dan aman berjalan kaki karena tidak banyak lajur khusus untuk pejalan kaki. “Saya berharap dengan adanya CFD ini bukan malah banyak konflik, tapi malah menjadikan suasana UM lebih kondusif dan lebih nyaman.”
CFD juga berdampak terhadap pengguna mobil. Niken Pranandari, S.Pd yang merupakan pengajar BIPA di CLS UM mengaku sedikit kurang nyaman dengan adanya CFD di UM. “Beberapa gerbang di UM tidak menyediakan lahan parkir untuk mobil seperti di Gerbang Ambarawa, jadi saya harus memutar balik lagi untuk pergi ke tempat parkir yang ada lahan parkirnya. Padahal, gedung tujuan saya dekat dengan gerbang UM Ambarawa, namun saya harus memarkir mobil di area Jalan Semarang yang relatif jauh dari Gedung Sastra,” jelasnya. Dia juga mengeluhkan tentang jam CFD yang tidak sampai sore. “Kadang-kadang mobil saya sendiri di tengah-tengah bundaran pantai dekat Gedung Sasana Budaya UM,”. Ia berharap sebelum CFD benar-benar diimplementasikan setiap hari, lahan parkir untuk mobil disediakan terlebih dahulu.
Dany juga berharap agar ada sinergi antara pejabat UM dengan mahasiswa UM, khususnya UKM di UM. “Saya mewakili UKM Jonggring siap membantu menyukseskan program ini”. Namun, ia berharap agar mahasiswa UKM Jonggring dilibatkan untuk berpartisipasi aktif menyampaikan gagasan untuk evaluasi CFD ini. “Kami sudah tiga tahun melaksanakan CFD di UM, jadi mungkin sedikit banyak bisa memberikan saran dan perbaikan yang konstruktif”. Ia juga menambahkan bahwasanya bekerja sama dengan tukang becak di area UM bisa menjadi alternatif yang bagus, hal ini disebabkan banyak dosen sepuh yang enggan berjalan kaki karena sedikit capek. “Adanya becak bisa jadi simbiosis mutualisme dan tidak akan menjadi masalah jika dikelola dengan baik,” tutupnya.Tanty/Yana