Oleh Zahro Syaquilla

kata kota kita.inddApakah kalian pernah mempunyai sebuah cerita yang mengesankan di sebuah kota? Jika pernah, kalian bisa ungkapkan kisahnya seperti dalam kumpulan cerpen Kata Kota Kita ini. Kata Kota Kita memuat tujuh belas cerpen yang berasal dari coretan tinta tujuh belas penulis Gramedia Writing Project (GWP) Batch 1. GWP merupakan seleksi pencarian penulis oleh penerbit Gramedia. Penulis yang terpilih dapat menerbitkan bukunya. Beberapa karya hasil dari GWP sudah diterbitkan, dan Kata Kota Kita adalah salah satunya.
Dalam sinopsis awal di sampul belakang Kata Kota Kita menunjukkan bahwa kumpulan cerpen (kumcer) ini tidak disatukan dalam satu tema cerpen yang sama. Namun, kumcer ini disatukan oleh “kota” yang menjadi tema utama dalam kumcer ini. Selain itu, kita akan dibuat tertarik dengan cover yang cantik dan dengan gambar jalan-jalan yang diisi nama penulis lengkap dengan ilustrasi gedung beserta pohonnya. Dari sini terlihat bahwa Kata Kota Kita bertujuan mengedepankan latar kota dalam tiap cerpennya. Jangan salah, kota-kota yang dihadirkan dalam kumcer ini tidak hanya kota-kota dalam negeri saja, tapi ada juga kota di luar negeri yang tak kalah memesona.
Pada cerita pertama, kita akan diajak ke kota Ambon dengan cerita berjudul Ora. Ora merupakan sebuah pantai indah yang jauh dari kepadatan dan keramaian Ambon. Bercerita tentang perjalanan Dirga menemui Shanna di Pantai Ora. Di sana Dirga sadar bahwa Shanna tidak bahagia dengan pernikahannya. Shanna yang dia kenal adalah perempuan cantik yang berkilau di tengah gemerlap metropolitan. Sayang, Dirga tidak punya hak untuk menculik Shanna dari pedalaman Pantai Ora.
Kota Newyork tak ketinggalan dalam kumcer ini. Dengan cerita berjudul Sparks, pembaca akan dibuat terenyuh dan pasti menyayangkan keputusan Ayuna yang menyedihkan dan mengecewakan. Ayuna yang berkarir sebagai associate lawyer itu menjalani LDR dengan kekasihnya yang pada akhirnya ia gamang untuk menjawab ajakan pernikahan kekasihnya, Eren. Meski telah menjalani hubungan selama tiga tahun, Ayuna belum juga mantap untuk menerima lamaran Eren yang telah berulang kali melamarnya. Hanya karena ia tidak merasakan apa-apa terhadap Eren, Ayuna akhirnya menolak lamaran Eren yang pada akhirnya ia menyesal dan tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya.
Kota Malang turut hadir dalam Kata Kota Kita ini yang diceritakan dengan sangat apik oleh Dwi Ratih Ramadhani. Dengan judul Cinta dan Secangkir Coklat Hangat. Ratih yang merupakan mahasiswa jurusan Sastra Inggris UM ini telah berhasil membuat pembaca penasaran dengan tokoh “Aku” dalam cerita ini. Tokoh aku yang digunakan dalam cerita ini adalah kedai yang juga sekaligus latar tempat dalam cerita.
Mengisahkan tentang Larisa dan Ragil yang bertemu kembali di sudut Malang setelah resmi tidak menjadi sepasang kekasih lagi. Dua tahun hubungan jarak jauh tidak bisa mengalahkan perasaan yang diagungkan keduanya. Namun, mereka masih harus bertemu karena memegang mimpi yang sama, mengabadikan kisah cinta mereka dalam buku dan membaginya pada dunia. Impian indah itu tidaklah terlihat seindah ketika sudah berpisah.
Bagi mahasiswa UM yang sering melewati jalan Surabaya dan jalan Jombang, tentu tidak asing lagi dengan kafe Nyit Nyot serta angkot LG dan JDM yang dihadirkan dalam cerita ini. Dengan gaya penulisan yang berbeda dari segi sudut pandang penulisnya, membuat cerpen ini berbeda dengan cerpen yang lain dalam kumcer ini.
Dari ketiga cerpen tersebut sudah merangkum hal seragam dalam kumcer ini, yakni kisah cinta yang terlepas dari latar tempat sebagai tema utama. Nyaris semua kisah cinta yang ada berakhir dengan sad ending. Hal ini terlihat pada ketiga judul cerpen diatas dan beberapa judul yang lain. Namun, ada beberapa cerita berbeda yang membawa cerita lain, yakni Ditelan Kerumuman, yang mengisahkan kejemuan pengguna bus umum. Kemudian, ada Let the Times Roll! yang menjadikan family sebagai genre utama. Lalu, ada Mamon, Cintaku Padamu, berisi cerita kehidupan yang lebih gelap. Atau Frau Troffea satu-satunya cerita dengan sentuhan horor. Juga Bulungan, yang berisi kehangatan dari sebuah kisah persahabatan. Dan Amerta, kisah menegangkan yang sangat sempurna.
Dari tujuh belas cerpen dalam buku ini ternyata tidak terdapat tujuh belas kota yang berbeda. Kota Yogyakarta untuk kedua kalinya digunakan sebagai latar tempat bahkan Jakarta menjadi latar sebanyak tiga cerpen. Selain itu, “kota” yang benar-benar dihidupkan sebagai latar belakang hanya ada dalam beberapa cerpen saja. Ora, Let The Good Times Roll!, Spark, Bukan Sebuah Penyesalan, dan Ankara di Bawah Purnama adalah beberapa judul yang berhasil menonjolkan latar tempat dalam cerpennya. Meskipun memang tidak secara sempurna, tapi masih bisa meleburkan dalam cerita. Sementara itu, untuk cerpen yang lain masih kurang tampak latar kotanya.
Secara keseluruhan, kumcer Kata Kota Kita ini cukup menyenangkan. Kita akan menikmati sajian cerita setiap penulis dengan ciri khas tersendiri dalam menyajikan ceritanya. Kumcer ini sangat cocok untuk menghabiskan waktu libur di rumah! Selamat membaca!

Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia