Oleh Rizky Imaniar Roesmanto
Senja…
Jingga semburat magentaku perlahan sirna
Kelam…
Bulat rembulan temani hadirnya langit malam
Ngilu…
Organ dada kiriku mengerut pilu
Malam ketujuh di musim kemarau
Petak tiga berbanding dua meter tak lagi memukau
Kacau…
Paruh memekik lirih
Sengaja menandakan datang pagi yang diratapi
Ini pagi apakah dinanti?
Tidak.
Ini pagi, pagi yang terlanjur disesali
Merindumu
Rembulan membulat pancarkan sinar
Bintang benderang tergantung tegar
Di malam yang merangkak gelap
Tertidur wanita terindah dalam lelap
Malam ketujuh di musim kemarau
Terselip rindu yang semakin parau
Ibu…
Aku anakmu, izinkan mengucap kata satu-satu
Ibu…
Tersemat harapan,
Terbentang tak temu ujungnya jalan
Hitung mundur waktu denganmu
Semoga cukup membuat Ibu bahagia
Membuat Ibu merasa bangga
Di antara kening dan ubin beku
Selalu ku minta restu
Agar jalan membahagiakanmu
Tak ada sandungan batu
Penulis adalah mahasiswa Sastra Indonesia