BookCover 1

 

 

Berawal dari Purnama Kedua Belas

Oleh Sahrul Romadhon

Novel dengan judul Ayah adalah novel terbitan ke-9 karya Andrea Hirata yang telah mewarnai dunia sastra.  Kedelapan novel yang pernah ditulis oleh Andrea Hirata di antaranya Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, Maryamah Karpov, Padang Bulan, Cinta di Dalam Gelas, Sebelas Patriot, dan Laskar Pelangi Sang Book. Pemenang New York Book Festival 2013 ini, kembali berkisah dengan ciri khas utama daerah Belitong yang menjadi primadona proses kreatif Andrea Hirata. Novel dengan judul Ayah diterbitkan pertama kali pada bulan Mei 2015, telah beranak pinak pada cetakan yang kelima tepatnya bulan Agustus 2015. Nama besar Andrea Hirata dan setting Belitung sepertinya telah menjadi magic tersendiri bagi penikmat karya sastra khususnya novel.
Seperti dikisahkan Amiru begitulah susunan sintaktik awal yang ditawarkan oleh penulis pada lembar pembuka. Novel yang menggunakan alur campuran ini mampu memikat pembaca dengan kisah cinta tak berujung tokoh Sabari yang merupakan ayah pertama dari Amiru. Sabari menjadi figur seorang ayah sempurna dalam imajinasi penulis. Bisa dikatakan, untuk membuka dan memaknai novel ini, kunci utama yang harus diperhatikan adalah tokoh Sabari pemuda asli dari Kampung Belantik, Belitong. Pada awalnya, sosok Sabari adalah sosok yang tak percaya akan kata cinta. Bahkan, Sabari berucap baginya cinta adalah perbuatan buruk yang dilindungi hukum. Akan tetapi, kisah cinta Sabari bermula ketika ujian akhir SMP Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Sabari menjadi sosok Isaac Newton Bahasa Indonesia karena kemasyurannya dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Puisi menjadi keahliaan utamanya. Pada akhir ujian secara tiba-tiba dia terperanjat oleh seorang anak perempuan bernama Marlena.
Singkat cerita, Sabari sampai dewasa begitu gandrung terhadap Marlena. Sebaliknya, Marlena tak sedikitpun menanggapi pesona cinta dari Sabari. Meskipun cinta Sabari telah mendarah daging sampai jenjang SMA bahkan masa-masa dewasa saat Sabari telah bekerja. Tak sedikitpun Marlena “menoleh” ke arah Sabari. Berbanding terbalik dengan Marlena yang sering berganti-ganti pasangan. Sampai pada suatu ketika, Marlena mengalami “kecelakaan” buah dari sikapnya yang sering berganti-ganti pacar. Marlena “berisi”, sontak Markoni yang menjadi ayah Marlena muntap. Peristiwa tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh Sabari. Sabari rela menikahi Marlena. Pernikahan itupun menggemparkan Kampung Belantik termasuk kedua sahabat Sabari, yaitu Ukun dan Tamat yang tak percaya bahwa pada akhirnya Sabari dapat mewujudkan impiannya mempersunting gadis manis, berlesung pipit, dan bermata indah.
Seiring berjalannya waktu, malang kembali berawan dalam kehidupan Sabari. Setelah menikah dengan Marlena, Sabari hanya mengasuh anak dari Marlena. Dia menjadi sosok ayah sekaligus seorang Ibu bagi anaknya yang bernama Amiru dengan nama panggilan Zorro. Marlena jarang pulang ke rumah yang didirikan sendiri oleh Sabari buah dari tabungannya. Akan tetapi, peristiwa tersebut tidaklah hanya membawa kesengsaraan bagi Sabari. Sabari menjadi Ayah yang Bersembunyi  bagi si anak rimba akibat dari perilaku Marlena. Sabari rela meninggalkan semua pekerjaannya, yang kemudian membuka warung sembako dan memelihara kambing agar lebih dekat merawat Zorro. Sekarang Sabari tahu bahwa dia dilahirkan untuk menjadi seorang ayah. Tangannya yang kasar dan kuat seperti besi adalah agar dia tak gampang lelah menggendong Zorro. Dia gemar berpuisi dan berkisah agar dapat bercerita setiap malam dan membesarkan anaknya dengan puisi. Sabari memeluk anaknya serasa memeluk awan.
Sial tak dapat diterka, Marlena kemudian menceraikan Sabari secara sepihak. Tidak hanya itu saja,  Marlena merebut paksa Zorro yang telah mengendap menjadi pelita hati Sabari di sebuah taman kota ketika mereka sedang bermain bersama. Betapa terkikisnya hati Sabari. Marlena kemudian mengelilingi kota-kota besar di wilayah Sumatera, seperti Bengkulu, Padang, Medan, Palembang,  Jambi,  sampai ke Aceh. Bahkan Marlena menikah dengan beberapa pria, yaitu Manikam, JonPijareli, dan Amirza. Ketiga tokoh tersebut juga merupakan gambaran sosok-sosok laki-laki yang telah gagal membina rumah tangga. Sosok seorang ayah yang tak mampu memelihara kata kesetiaan sehingga perceraianlah yang menjadi mazab pernikahan.
Zorro dalam perkembangannya menjadi seorang anak yang mampu beradaptasi dengan sangat baik ketika sang Ibu mengharuskan hidup nomaden tempat dan ayah. Zorro bahkan menjadi sosok anak mampu berpuisi seperti apa yang telah didengarnya sewaktu bersama Subari, meskipun Zorro sama sekali telah samar-samar mengenal sosok Sabari. Hal tersebut dikarenakan ketika terakhir serumah dengan Sabari, Zorro masih dibawah usia lima tahun. Beberapa kali Zorro menanyakan kepada Sang Ibu tentang sehelai robekan kain yang menjadi penenang harinya. Namun, Marlena selalu mengalihkan pembicaraan. Padahal robekan kain tersebut adalah kenangan terakhir yang diberikan Subari di taman kota tempat terakhir Zorro dijemput secara paksa oleh Marlena.
Tak kunjung mendapatkan kabar dari Zorro, Sabari mengalami depresi hebat. Ukun dan Tamat berinisiatif untuk membawa pulang kembali Marlena dan Zorro. Berdasar keterangan dari Zuraida sahabat Marlena. Enam kota beserta para mantan suami telah dikunjungi oleh Ukun dan Tamat. Lantas bagaimana akhir dari kisah ini? Satu cuplikan yang sangat berkesan adalah tiga kata Sabari, Ingat, Boi, dalam hidup ini semuanya terjadi tiga kali. Pertama aku mencintai Ibumu. Kedua aku mencintai Ibumu. Ketigapesan sebelum maut menjemput, dia ingin dimakamkan di dekat makam Sabari dan di bawahnya tertulis purnama kedua belas.
Novel ini memiliki ragam bahasa bermajas sederhana namun mudah dipahami. Penulis memberikan banyak sentuhan puitis melalui beberapa puisi yang diwakilkan oleh tokoh Sabari. Sosok seorang karakter ayah tidak hanya diwakili oleh Sabari melainkan banyak ragam karakter yang coba dibandingkan secara tidak langsung dengan Sabari. Di samping itu, jika kita belajar ilmu psikolinguistik, penulis secara ekstrinsik memasukkan kajian ilmiah berupa teori  pemerolehan bahasa oleh Chomsky yang diwakili oleh tokoh Zorro atau Amiru. Zorro mampu menyimpan beberapa kata yang sebelumnya diajarkan oleh Sabari melalui kapling minda (tempat menyimpan pemerolehan bahasa) yang merupakan bekal kodrati dalam otak setiap manusia. Nilai yang terkandung dalam buku ini adalah karakter kesempurnaan pria ketika layak dipanggil Ayah.
Novel dengan judul Ayah ini cocok dibaca berbagai kalangan. Seperti halnya remaja, dewasa, calon ayah atau bahkan dapat dijadikan sebagai kajian penelitian psikolinguistik dalam pembelajaran sastra. Sosok Sabari yang begitu mencintai anak dan bekerja keras bagi keluarga. Sosok Sabari yang hanya mengenal satu makna cinta, yaitu Marlena sang purnama kedua belas.
Penulis adalah mahasiswa Pasca Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia. Pustaka ini Juara Harapan I kategori Pustaka Kompetisi Penulisan Rubrik Majalah Komunikasi 2015