Oleh Elba Angelia Alianti

Jawaharlal Nehru adalah putra Pandit Motilal Nehru, yang terkenal sebagai anggota kongres yang disegani dan sangat berani. Pandit Motilal Nehru selain seorang kongres, ia juga pengacara yang terkenal di Khasmir. Jawaharlal Nehru lahir di Allahabad, salah satu kota di India pada 4 November 1889, di sebuah rumah yang disebutnya dengan “Anand Bhawan” yang berarti tempat bahagia.
Pada masa kecilnya, ia tidak disekolahkan sebagaimana anak orang berada, tetapi ia belajar di rumah dibimbing seorang pendidik bangsa Irlandia dan pengasuh wanita berkebangsaan Inggris sampai ia belajar di Inggris selama tujuh tahun untuk menyelesaikan studinya di bidang ilmu hukum di Universitas Cambridge.
Meskipun dia diasuh oleh dua wanita Eropa di masa kecilnya dan tinggal di Eropa, namun ia punya semangat nasionalisme yang kuat dan senantiasa berkobar-kobar bagaikan api yang membara. Ketika beranjak dewasa, ia kurang suka dengan orang-orang Inggris yang menjajah negerinya. Nehru juga tidak suka sebagian perilaku mahasiwa India yang belajar di Inggris dan kemudian menjadi tangan kanan Inggris yang menindas rakyat India. Nasionalisme Nehru dibuktikan dengan keterlibatannya mendukung aksi kekerasan B.G Tilak yang ekstrim di Benggala. Nehru sangat muak dengan sikap orang-orang di All India National Congress yang menurutnya hanya merupakan sekumpulan orang-orang ningrat yang menjilat ludah Raja muda Lord Dufferin.
Setelah lulus ilmu hukum dari Universitas Cambridge di Inggris. Nehru muda membuka praktik advokat bersama ayahnya. Namun, begitu ia aktif dalam kegiatan-kegiatan politik, matanya lebih terbuka ketika ia menyaksikan kehidupan rakyat jelata di desa-desa dan kaum buruh di pinggiran kota.
Karena kondisi penderitaan rakyat bawah maka timbullah wacana-wacana untuk merdeka yang digelorakan oleh B.G Tilak, Nyonya Anie Besant, beberapa anggota kongres dan Partai Muslim League yang dipimpin oleh Aga Khan. Dan peristiwa di Jallianwala Bagh pada 13 April 1919, Jenderal Dyer melakukan pembunuhan yang kejam terhadap orang-orang yang lemah memicu kebencian rakyat terhadap Inggris.
Mendengar  kejadian-kejadian pilu maka lahirlah perubahan sikap Motilal Nehru untuk mendukung putranya dan terlibat aktif dalam kegiatan politik putranya. Motilal meneriakkan kata-kata “Swaraj” yang berarti merdeka dari lisannya. Kegiatan politik Jawaharlal Nehru sangat merepotkan pemerintah Inggris. Ia sering berkunjung ke berbagai daerah di India untuk memberikan jalan pikiran yang terbuka untuk menuntut kemerdekaan dan memberikan semangat kepada rakyat untuk berjuang.
Jawaharlal Nehru dan Motilal Nehru menerbitkan surat kabar Independent yang artikelnya berisi provokasi anti Inggris. Nehru banyak melakukan pertemuan dengan tokoh nasionalis pergerakan seperti Amie Besant, Aga Khan, dan Mahatma Ghandi. Inggris merasa khawatir dengan apa yang dilakukan oleh Nehru maka ditangkaplah ia dan dimasukkan ke penjara yang kemudian diikuti oleh Motilal.
Buku ini tidak hanya mengisahkan kehidupan Nehru dalam kancah politik, tetapi juga menggambarkan keadaan keluarganya. Bagaimana lembutnya hati ibu Nehru yang akhirnya membuahkan rasa nasionalisme dalam jiwa Nehru. Ketabahan Kamala, istrinya yang rela hidup sendirian ketika Nehru keluar masuk penjara dan kesempitan ekonomi yang dirasakan Kamala pada saat Nehru tidak menerima gaji atas kerja kerasnya menjadi penulis di kongres. Kesehatan tubuh Kamala yang sakit-sakitan harus dibawa ke Eropa dan kemudian meninggal di Swiss.
Dalam buku ini juga diceritakan tentang saktinya ‘Ajian’ dari Begawan Mahatma Ghandi, satyagraha, swandesi, dan hartal mampu membuat pemerintah Inggris marah. Kharisma Mahatma Ghandi semakin besar dan dijuluki sebagai Sri Rama dan dipercaya sebagai ketua kongres. Gandhi menganjurkan kepada rakyat agar melawan Inggris tanpa kekerasan. Pemogokan terjadi dimana-mana, baik di kota maupun di desa.
Namun ada beberapa kelompok tidak mengikuti taktik Ghandi, yakni orang-orang Liga Muslim dan kelompok lain yang tetap melakukan kekerasan. Kemudian Mahatma Ghandi keluar dari Conggres dan jabatan ketua diserahkan kepada Jawaharlal Nehru yang sekaligus menjabat sebagai walikota Allahabad.
Bisa diketahui dalam rapat Conggres dan usaha dari partai-partai lain, seakan-akan India menghendaki kemerdekaan pada tanggal 28 Januari 1934, tetapi Inggris tidak menyetujui. Gempa dahsyat yang terjadi di India dimanfaatkan oleh Inggris untuk melakukan penangkapan.
Akhirnya, melalui perdebatan Conggres yang panjang dan perubahan politik yang terjadi di Inggris terjadilah kesepakatan-kesepakatan di antara Conggres, kelompok Liga Muslim, Raja Muda Lord Mounbatten, Moh. Ali Jinnah dan orang-orang Sikh untuk membentuk suatu negara baru yang terpisah untuk Muslim dan Hindu Kemerdekaan yang diakui di India menjadi 15 Agustus 1947. Jawaharlal Nehru menjadi Perdana Menteri yang pertama, sebelumnya ia pernah menjabat menjadi wakil kepala kabinet dalam pemerintahan sementara yang dipimpin oleh Raja Muda Lord Mounbatten. Karena kecerdasan dan kepiawaiannya inilah banyak orang yang memberi julukan “setengah dewa”.
Di buku ini tidak diceritakan mengapa Indira Pryadhasini, anak dari Jawaharlal Nehru menyandang nama Gandhi, bukan nama ayahnya. Hal ini terjadi tidak hanya pada Indira, tetapi juga pada keturunannya. Apakah sekedar kekaguman Nehru kepada Mahatma Ghandi?
Buku ini sangat layak untuk dibaca karena bisa membangun nasionalisme yang bukan diucapkan dengan lisan tetapi diterapkan dengan perbuatan dan didasari dari hati. Nasionalisme yang membuahkan tertib hukum, tertib lingkungan, dan tertib sosial. Nasionalisme yang membuahkan profesionalisme untuk kemajuan bangsa.
Penulis adalah mahasiswa  Ilmu Sejarah