Alih-alih dialog publik, para anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) harus menelan kekecewaan. Kegiatan diskusi bertajuk “Film Senyap sebagai Literasi Visual Pendidikan Sejarah” yang diagendakan pada Rabu (04/05) sempat menuai konflik. Perencanaan awal kegiatan berupa pemutaran film “Senyap” dan dilanjutkan diskusi terpaksa batal dan dialihkan untuk internal saja. Dari penuturan Wakil Dekan (WD) III FIP, Dr. Dedi Kuswandani, M.Pd., pada rapat rektor, Selasa (10/05), UM sempat kedatangan pihak kepolisian dan Komandan Distrik Militer (Dandim) terkait pemutaran film tersebut. Kesepakatan akhir bahwa dialog publik tetap dilakukan untuk internal dan pemutaran film ditiadakan. Ia juga mengklaim bahwa proposal yang ia terima adalah benar, tapi seiring pelaksanaan kegiatan menjadi melibatkan orang luar.
Cerita versi yang lain diperoleh dari ketua pelaksana dialog publik, Ismi Kulsumaning Ayu. Menurutnya, acara tersebut telah dipersiapkan sejak Maret. Demikian pula dengan agenda pemutaran film telah dipikirkan dengan matang. “Kami berusaha mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi,” tuturnya.  Awalnya, panitia menentukan “Di balik Kilang” dan “Senyap” sebagai kandidat film yang akan diputar. Akhirnya dipilihlah film “Senyap” berdasarkan diskusi panitia dengan berbagai pihak. “Saya juga telah membaca beberapa buku yang berkaitan dengan film ‘Senyap’ termasuk behind the scene film tersebut,” tambah mahasiswa Teknologi Pendidikan itu.
Panitia mengundang tiga pembicara dalam diskusi tersebut. Pembicara yang direncanakan mengisi diskusi, yaitu Aji Prasetyo, komikus dan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Hasan Abadi, ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor, dan Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd., dosen Fakultas Sastra (FS). Ketika hari pelaksanaan, panitia dikejutkan dengan kehadiran pihak-pihak luar UM yang berusaha membubarkan acara. Hal itu mengakibatkan adanya negosiasi yang cukup alot antara Dekan FIP, Ketua BEM FIP Abdul Halim Wicaksono, dan ormas yang hadir. Alhasil, acara menonton film dibubarkan dan kegiatan dialihkan diskusi internal karena Aji Prasetyo terlanjur tiba di lokasi. Negosiasi tersebut juga menjadikan Haris Budi yang merupkan salah satu anggota ormas yang ikut membubarkan sebagai narasumber tambahan. “Kami membubarkan seluruh peserta dan membatalkan pemateri. Namun, Aji Prasetyo terlanjur sampai di gedung E1 FIP. Kita lanjut dengan diskusi internal saja dengan dia,” tutur perempuan asal Malang itu.
Kekecewaan ketua panitia tidak hanya karena ada pembubaran saja, tetapi juga karena koordinasi dengan pihak kepolisian tidak berjalan lancar. Ia menjelaskan, melalui sekretaris kegiatan, panitia telah meminta izin pada pihak kepolisian. Surat yang diantarkan pun disambut dengan baik, meskipun tanpa surat balasan. Ketika peserta sudah datang dan negosiasi masih berlanjut, ketua panitia berinisiatif untuk mendatangi kepolisian kembali. Tujuannya meminta bantuan terkait izin yang sebelumnya diajukan. Namun, penerima surat yang sebelumnya mendukung berbalik menyalahkan panitia. “Yang sebelumnya baik malah menyalahkan kita. Dia juga sempat menunjukkan surat edaran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Komisi Nasional Hak asasi Manusia (Komnas HAM) terkait dengan film Senyap,” jelas Ismi.
Terkait dengan keterlibatan orang luar dalam kegiatan tersebut, pihak panitia menjelaskan bahwa itu adalah ulah oknum. Panitia mengaku, sebenarnya peserta dalam acara tersebut dibatasi dengan sistem delegasi dan hanya untuk civitas academica UM yang mendapat undangan. Namun, kenyataannya, terdapat pesan siaran yang mengatasnamakan BEM FIP dan mengundang masyarakat umum untuk menghadiri kegiatan dialog tersebut. Hal itu mengakibatkan peserta

IMG_9526