Mengantongi kelulusan tidak serta-merta selesai  segala urusan. Para mahasiswa harus menempuh serentetan tahap mulai dari yudisium, penjajakan, penyerahan berkas, dan sebagainya. Sampai semuanya lengkap barulah mahasiswa tersebut bisa mengikuti wisuda pada periode yang ditentukan.
Ada hal yang berbeda di Universitas Negeri Malang (UM) dari semester-semester lalu. Kali ini yudisium dan sidang bisa dilakukan tiap hari. Yudisium yang sebelumnya dilakukan secara bersama-sama dalam suatu acara yang sakral dalam ruangan kini beralih hanya dengan mengurus dokumen-dokumen secara individu di fakultas. Begitu juga dengan foto ijazah, sekarang semua mahasiswa diwajibkan untuk berfoto di kampus. Seperti yang terlihat pagi ini (17/01), Gedung A3 dipenuhi mahasiswa yang antre untuk foto. Memakai setelan hitam putih beralmamater, mereka memadati lantai satu sampai pada teras gedung.


Gebrakan baru yang ditempuh oleh UM adalah ijazah baru dengan foto langsung pada ijazah. Foto ijazah tersebut lebih mirip seperti foto yang ada di Kartu Tanda Penduduk (KTP) ataupun Kartu Tanda Mahasiswa (KTM). Berbeda dengan biasanya yang ditempel pada ijazah. Tujuannya adalah agar ijazah semakin berkualitas, karena UM sangat memperhatikan kesimetrisan foto ijazah. Di UM, foto yang diserahkan oleh mahasiswa untuk ijazah akan dikelupas lapisan bagian belakang sampai tipis. Hal ini dilakukan agar foto lebih simetris dengan kertas ijazah. “Memang perlu kehati-hatian dan waktu yang lama, namun tetap dilakukan demi kualitas ijazah yang baik,” tutur Drs. R. J. Herry Soewtio, Kabag Akademik, saat di wawancarai di ruangannya.
Foto ijazah di kampus dilakukan selama sepuluh hari (10-20/01). Sesuai dengan Surat Keputusan yang dikeluarkan pada tanggal 6 Januari, maka kegiatan ini masih dalam tahap perdana. Banyak kendala yang dihadapi. Beberapa fakultas pun juga masih dalam tahap transisi. “Perencanaan yang dilakukan kurang matang. Mahasiswa diwajibkan foto ijazah di kampus tapi juga masih harus foto sendiri untuk dikumpulkan di fakultas,” ujar Rizky Imaniar, mahasiswi Jurusan Sastra Indonesia.
Memang harus maklum terhadap kondisi yang ada, karena program ini baru dilakukan pertama kali. Membludaknya antrean di pagi hari juga menjadi salah satu kendala yang ada. Pukul enam pagi, para mahasiswa sudah memenuhi area untuk mengambil blanko. Satu hari hanya disediakan dua ratus blanko. Itu pun banyak mahasiswa yang harus menanggung kecewa ketika sudah datang pagi-pagi, namun tidak kebagian blanko. “Saya sudah izin kerja selama dua hari, tapi masih saja kehabisan blanko untuk foto. Seharusnya jadwal diatur secara jelas, agar tidak menunggu sia-sia,” ungkap Ari Kusuma, mahasiswa Pascasarjana Jurusan Pendidikan Guru PAUD.
Kondisi yang terjadi tidak lantas membuat bagian Kabag Akademik berpangku tangan. Ia menyikapinya dengan membuat rencana yang lebih baik untuk semester depan, yaitu membuat jadwal foto untuk tiap fakultas. “Kalau kehabisan blanko coba saja datang lagi sekitar pukul setengah tiga atau pukul tiga. Jika antrean sudah habis dan jam kerja masih ada, maka bisa minta blanko foto lagi,” tipsnya. Walaupun perencanaan yang dibuat sudah melalui pemikiran yang matang, namun yang terjadi tidak seperti yang diharapkan. Waktu yang diakumulasikan adalah dua menit per orang. Jadi jika ada dua ratus blanko akan membutuhkan waktu empat ratus menit. Fakta yang terjadi adalah waktu yang dibutuhkan lebih lama. Tidak mudah untuk mengatur posisi, kerapian baju, posisi duduk, bahkan ekspresi wajah.
Melakukan foto ijazah di kampus merupakan suatu program yang bagus untuk mengutamakan kualitas ijazah. Foto yang dihasilkan seragam dan terstandar. Selain itu, data ijazah juga lebih valid karena mahasiswa yang bersangkutan langsung bisa mengecek data ijazah mereka. Tidak sekali dua kali ijazah yang dikeluarkan memuat foto yang salah. Padahal ijazah hanya boleh dicetak satu kali. Hanya saja, untuk kedepannya diharapkan perencanaan lebih baik lagi. Tenaga tambahan untuk pemotret bisa ditambah untuk mempercepat antrean.Maria