iterasi merupakan kualitas atau kemampuan melek aksara yang di dalamnya meliputi kemampuan membaca dan menulis. Begitu banyak perbedaan persepsi dalam memahami makna literasi di kehidupan masyarakat. Hal tersebut menjadi salah satu latar belakang Jurusan Sastra Jerman Universitas Negeri Malang (Sasjer UM) mengadakan Seminar Nasional Pembelajaran Bahasa dan Sastra (Selasar) yang bertema “Literasi dalam Pembelajaran Bahasa”. Selain itu, Selasar mempunyai tujuan untuk memberikan wadah bagi para pengajar dan pemerhati pengajaran bahasa dan sastra untuk menuangkan gagasan, pemikiran, dan pengalamannya melalui karya ilmiah.
Selasar diadakan di Aula D8 Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang pada tanggal 20 April 2017. Sebanyak 240 peserta seminar memadati aula tersebut pada pagi hari. Terdapat lebih dari tiga puluh artikel yang diterima untuk dipresentasikan dalam Selasar. Selasar diadakan setahun sekali dan tahun ini merupakan Selasar yang kedua. “Saya berharap Selasar kali ini bukan yang terakhir dan dapat diadakan setiap tahunnya”, harap M. Kharis, M.Hum., Ketua Pelaksana.
Selasar kedua dibagi menjadi dua sesi, yaitu sesi pleno dan sesi paralel. Pada sesi pleno terdapat tiga keynote speakers, yaitu Ekadewi Indrawidjaja, M.Hum. (Goethe Institut Jakarta), Prof. Dr. Kisyani, M.Pd. (Universitas Negeri Surabaya), serta Prof. M. Adnan Latief, M.A.,Ph.D. (Universitas Negeri Malang). Ketiga keynote speakers tersebut menjelaskan tentang literasi dan pentingnya literasi dalam pembelajaran. Pada sesi paralel dibagi menjadi empat kelas, yaitu kelas A, B, C, dan D. Kelas-kelas tersebut berada di Gedung D Fakultas Sastra UM. Saat sesi paralel, para peserta seminar mendapatkan  informasi mengenai literasi dari beberapa pemateri. Pemateri yang didatangkan Selasar bukan hanya berasal dari Malang, melainkan juga dari luar kota bahkan luar provinsi, yaitu Sumatera dan Kalimantan.
Literasi saat ini sudah menjadi suatu hal wajib yang harus diterapkan di sekolah-sekolah yang ada di Indonesia. Hal ini turut didukung pemerintah yang telah mengadakan Gerakan Literasi Sekolah (GLS) sejak tahun 2016 untuk meningkatkan kebiasaan literasi dalam pembelajaran. Terdapat tiga tahapan pelaksanaan literasi di sekolah, yaitu pembiasaan (membaca lima belas menit sebelum pembelajaran), pengembangan, dan pembelajaran. Literasi dapat dilakukan di semua mata pelajaran sehingga tidak ada alasan untuk tidak membudayakan budaya literasi. Budaya literasi dapat dibangun dengan beberapa strategi, yaitu mengondisikan lingkungan fisik, contohnya sudut baca, mengupayakan lingkungan sosial dan afektif, serta mengupayakan lingkungan akademik.
Literasi saat ini telah menjadi hal yang wajib dilakukan dalam pembelajaran. Literasi tidak hanya dapat dilakukan dengan membaca teks, tetapi dapat pula dilakukan dengan melihat teks dalam video dan gambar. Setiap orang perlu memahami makna dari literasi secara benar agar dapat membangun budaya literasi yang baik. “Negara yang maju yaitu negara yang melaksanakan kebiasaan membaca. Literasi itu harus dibiasakan”, ujar Prof. Utami Widiati, M.A., Ph.D., Dekan Fakultas Sastra. Literasi juga mempunyai jargon. Ketika mengatakan “Salam Literasi”, maka dijawab dengan “Ayo Membaca” (dengan mengangkat tangan berbentuk huruf L yang melambangkan simbol dari literasi).Fanisha