Malaysia, Singapura, Jepang, Mexico, dan Korea. Itulah beberapa negara yang telah dan akan dikunjungi oleh Feri Kurniawan. Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro tersebut pada bulan Desember lalu menjadi salah satu perwakilan Indonesia sekaligus membawa nama UM untuk berlaga di ajang bergensi World Universities Debating Championship (WUDC). Bukan hal mudah baginya untuk sampai WUDC. Ada yang harus ia investasikan terlebih dahulu. Nah, apa kira-kira yang ia investasikan? Simak wawancara kru Komunikasi dengan Feri berikut!


Bagaimana pengalaman Anda mengikuti kompetisi NUDC?
NUDC (National University Debating Championship, red.) adalah salah satu event yang dilaksanakan oleh Dikti. Fokus dari acara ini menyeleksi mahasiswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis yang baik serta paham terhadap isu-isu global sehingga diimplementasikan dalam wujud debat.
Nah, untuk menuju NUDC nasional ada beberapa tahap. Mulai seleksi kampus. Kemudian seleksi regional (kopertis). Ada sekitar empat puluh kampus, tapi hanya sepuluh tim yang bisa mewakili ke tingkat nasional.
Di lomba ini kita akhirnya bisa berkumpul dengan mahasiswa seluruh Indonesia yang memilik interest yang sama pada isu-isu global dan nasional serta kemampuan berpikir kritis. Selain itu, kompetisi ini berat karena hanya akan dipilih empat terbaik dari sekian ratus. Ada sembilan babak penyisihan dan empat babak eliminasi. Kesannya sangat excited sekali, kemudian ajang tersebut sangat kompetitif dengan persaingan yang begitu ketat.
Bagaimana dengan pengalaman WUDC?
UM baru bisa mencapai WUDC sepuluh tahun yang lalu di Turki tahun 2007 dan tahun ini di Mexico. WUDC itu lebih berat lagi. Sembilan kali round prapenyisihan dan empat kali round penyisihan. Ada sekitar empat ratus tim dari seratus lebih negara yang didominasi dari negara-negara Eropa dan Australia. Dari Asia, kontingen terbanyak dari Indonesia dua belas tim. Pengalaman di sana, membuka wawasan saya lebih luas karena tahu culture akademis yang berbeda dari berbagai belahan dunia. Selain itu, saya bangga karena membawa bendera Indonesia untuk mewakili Indonesia dan kampus. Hasilnya kami kalah di round sembilan, waktu itu ketemu dengan University of Belgrade, University of St Andrews, Inggris, dan Monash University, Australia. Untuk pencapaian individu saya pembicara terbaik nomor 13 kategori Morane Language.
Apakah ada perbedaan format debat saat di NUDC dan WUDC?
NUDC dan WUDC menggunakan format British Parliamentary Debate. Dalam format tersebut, ada satu tim berisi dua orang. Dalam satu kali debat ada empat tim, artinya dalam satu kali debat kita akan melawan enam orang lainnya. Namun kita juga mengalahkan yang pro juga. Maksudnya kita harus memiliki argumen yang lebih baik, meskipun sama-sama pro.
Bagaimana Anda bisa  menyukai debat?
Saya mulai debat akhir kelas 3 SMK. Hal itu terjadi karena ada guru yang dulunya pernah melatih debat dan baru masuk ke sekolah saya.  Kemudian beliau mendirikan klub debat. Nah, dari situ saya mulai suka karena isu yang dibahas banyak sekali, mulai dari feminisme, agama, politik, internasional, terorisme, pendidikan, ekonomi, dan masih banyak lagi. Saya rasa apabila hanya tahu tentang elektro mungkin pengetahuan saya akan terbatas. Akhirnya, saya mencari platform lain untuk menggali pengetahuan. Hal itu yang mendorong saya untuk bisa debat. Selain itu, saya bergabung dengan komunitas yang bisa mengayomi dan membuat saya bisa sampai sekarang ini, yaitu Valiant English Debate. Meskipun saya dari Elektro, tapi saya dilatih Bahasa Inggris. Kenapa saya bisa debat? Karena tertarik dan ada platform yang mewadahi.
Bagaimana Anda dapat lancar bahasa Korea dan Spanyol?
Saya belajar sejak kelas 3 SMP kalau tidak salah. Belajarnya dari kamus, buku grammar, video, dan chatting dengan native speaker lewat FB.
Menurut Anda, apa tips agar bisa menang di kompetisi debat?
Sebenarnya saya tidak langsung menang. Seperti NUDC misalnya, ini merupakan investasi saya bertahun-tahun. Investasinya adalah saya setiap hari membaca berita, buku filsafat atau  apa saja. Jadi hal itu merupakan kristalisasi dari investasi berupa kemauan membaca isu-isu supaya mempunyai bekal. Investasi selanjutnya adalah latihan. Di Valiant latihannya bisa 2-3 kali saat weekend.
Pesan untuk mahasiswa UM?
Serius dan fokus terhadap minat dan bakat atau keunggulan di bidangnya. Jangan ikut sesuatu atau memilih sesuatu itu setengah-setengah. Apapun bidangnya, kalau kita fokus, passionate dan menginvestasikan seratus persen diri kita pada bidang tersebut, saya rasa semua bisa mencapai sukses di bidang tersebut.Shintiya20180105_113654