IMG_9965

Tetap survive di tengah keluarga yang acuh tak acuh dengan caci maki tetangga bukanlah hal yang mudah. Berbekal prinsip yang kuat, Yusuf Mahesa tak mau menyurutkan keinginannya untuk melanjutkan kuliah meskipun sempat terhenti setahun karena belum diterima masuk Perguruan Tinggi. Ingin menekuni disiplin Ilmu Fisika terlebih pada penerapannya, Yusuf mengambil Jurusan Teknik Mesin. Setelah diterima masuk Universitas Negeri Malang (UM), biaya menjadi persoalan berikutnya. Kemudian seorang gurunya, merekomendasikan ke Ikatan Alumni SMA-nya untuk dibiayai selama kuliah. Simak wawancara kru Komunikasi dengan Yusuf berikut!


Bagaimana perasaan Anda ketika menjadi Mawapres utama Program Diploma UM?
Pastinya bahagia sekali, seperti nggak menyangka saya bisa menjadi Mawapres utama Program Diploma. Pada awalnya saya merasa tidak percaya diri. Lambat laun, seleksi tahap demi tahap,  kalau sudah terjun ke suatu permasalahan itu harus maksimal juga.
Apa yang menjadi motivasi Anda mengikuti ajang Mawapres?
Saya ikut ini atas dasar keinginan sendiri. Pada semester dua saya pernah mengikuti Mawapres. Akan tetapi, waktu itu seleksinya berbeda. Seleksi tingkat fakultas ada presentasi bahasa Inggris dan itu melampirkan berkas prestasi. Nah, saya itu dulu tidak tahu bahwa harus melampirkan berkas prestasi juga karena di pendaftarannya syaratnya IPK (Indeks Prestasi Kumulatif, red.) dan berkas-berkas seperti KTM (Kartu Tanda Mahasiswa, red.). Akhirnya saya hanya adu IPK saja. Dari situ saya tidak lolos. Setelah itu saya evaluasi, kesalahan saya di sini, tahun depan harus bisa. Untuk persiapan saya tahun depan, saya mulai menggaet prestasi mulai dari tingkat regional maupun nasional. Dan alhamdullilah kemarin mendapat medali perak di Pimnas (Pekan Ilmiah Mahasiswa, red.). Itu salah satu modal saya untuk ikut Mawapres.
Strategi apa yang Anda lakukan?
Dengan meninggikan IPK. Karena di bidang eksakta sendiri, apalagi di Teknik cari IPK itu susah apalagi di Diploma itu nggak sembarangan. Jadi, saya lebih bersungguh-sungguh. Selain saya berprestasi, di perkuliahan juga harus baik.
Apakah keluarga datang ketika Grand Final pemilihan Mawapres?
Alhamdulillah, keluarga datang. Pada awalnya saya tidak memberitahu keluarga karena saya dari keluarga yang broken. Jadi ibu saya bekerja di luar negeri dan ayah saya seperti acuh tak acuh terhadap prestasi saya. Saya tidak menyangka ternyata beliau datang bersama adik sambung saya. Saya tanya dari pihak panitia juga, tidak ada yang mengirim undangan ke beliau. Mungkin beliau tahu dari vote instagram atau share poster mengenai itu (poster Mawapres, red.). Tapi sebelumnya, beliau juga mengabari kalau akan datang.
Karya ilmiah yang dibuat tentang apa?
Jadi, judul karya tulis saya adalah Bau Suku Pawitra Gayuh dari bahasa Sansekerta, yang artinya energi bersih dan terjangkau. Kenapa saya mengambil bahasa Sansekerta? Karena itu merupakan bahasa nenek moyang. Kenapa saya memilih kata kunci energi bersih dan terjangkau? Karena salah satu tema di pemilihan Mahasiswa Berprestasi pedoman Kemenristekdikti (Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, red.) adalah SDGs (Sustainable Development Goals). Di SDGs ada 17 sub tema, salah satunya energi bersih dan terjangkau. Judul saya adalah Bau Suku Pawitra Gayuh: Inovasi Alat Produksi Energi Listrik Berbasis Pemanfaatan Potensi Transmisi Abadi Gaya Magnet sebagai Strategi Mewujudkan Kesejahteraan Energi Bersih dan Terjangkau di Daerah Tertinggal.
Daerah tertinggal ini cakupannya sangat luas. Menurut literasi yang saya baca, saya lihat di satelit NASA bahwasanya di Indonesia konsumsi listrik paling besar itu dikonsumsi oleh Pulau Jawa. Di mana di malam hari Pulau Jawa terlihat lebih terang benderang sekali, sedangkan saudara kita yang tinggal di Sumatera, Kalimantan, Maluku, Sulawesi bahkan Papua ketika malam hari seolah hilang ditelan kegelapan malam. Nah, itu kan daerah-daerah terpencil yang tidak bisa dijangkau oleh PLN (Perusahaan Listrik Negara, red.). Untuk menjangkaunya butuh biaya banyak dari pemerintah.
Sebenarnya ini juga ada kaitanya dengan elektro, hanya saja saya main ke ilmu fisikanya tentang pemanfaatan tolak menolak medan magnet dan bagaimana sih gaya sentrifugal atau gaya melingkar itu bisa menghasilkan energi listrik.
Menurut Anda, kompetisi mana yang paling berkesan?
Paling berkesan itu tentunya di Pimnas. Di Pimnas itu ada berbagai tahap yang harus dilewati. Mulai dari membuat proposal sampai dengan meng-upload proposal tersebut. Di upload itu, dapat dikatakan sistem keberuntungan karena kita tidak tahu sistem penilain proposal dari Dikti seperti apa. Kita hanya menyesuaikan dengan yang ada di pedoman dan bagaimana inovasi kita. Sebenarnya ada dua kunci untuk lolos pendanaan yaitu kreatif dan inovatif. Di pendanaan ada strategi untuk menuju Pimnas. Saya yakin semua anak-anak alumni Pimnas pasti tahu strategi menuju pimnas. Salah satunya pasti publikasi Internasional. Kalau bisa masuk di jurnal Internasional dan juga masuk di TV. Intinya, sebuah gagasan tersebut harus riil terlaksana. Lebih dari proposal bagus, tapi kalau kurang tidak boleh. Semisal, ada handphone dua. Handphone tersebut ditambah kunci malah lebih bagus tapi kalau misal handphone-nya hanya satu itu yang tidak boleh. Ketika di Pimnas itu pastinya banyak karya-karya terbaik anak bangsa, tentunya kita harus sungguh-sungguh dan kerja tim.
Pesan untuk mahasiswa UM?
Kita di sini (Malang, red.) tidak hanya kuliah saja, kalau hanya kuliah saja janganlah sering-sering pulang kampung. Kita merantau untuk mencari ilmu demi masa depan kita. Tapi jangan anggap dengan kuliah saja, dengan menekuni disiplin ilmu saja kita bisa menjadi orang yang baik. Ya ada orang yang baik tapi banyak pula ijasah sarjana yang menganggur karena mereka tidak tahu  implementassi disiplin ilmu mereka. Kita juga harus berkembang, melalui apa? Ya dengan berorganisasi atau dengan berkarya. Intinya kita harus bisa berpikir, ketika kita melakukan hal ini, apa sih yang dilakukan orang pintar di luar sana.Shintiya