Chesster UM, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Catur Universitas Negeri Malang (UM) kembali ukir prestasi. Tim Chesster UM berhasil mengharumkan nama UM pada Petra Chess Competition (PCC) 2019, sebuah kompetisi catur nasional yang diselenggarakan oleh Universitas Kristen Petra pada (10-11/5). Tim UM berhasil menyabet Juara 1 kategori regu usai menumbangkan tim catur dari Universitas Negeri Semarang (UNNES). Sebelumnya, pada kompetisi serupa UKM yang baru diresmikan tahun 2018 ini berhasil meraih peringkat dua. Tim ini beranggotakan Achmad Luthfi Rahman, S-1 Penjaskes; Adi Surya, S1 Penjaskes; Farhan Yunus A., S-1 Pendidikan Matematika dan Wika Hardiyanto, S-1 Teknik Informatika.
Tak terkalahkan selama enam babak, diakui oleh anggota tim, pengaturan strategi seperti penempatan posisi sangat diperlukan. “Pintar-pintar main feeling buat ngatur posisi. Misalnya dari tim lawan ada yang mainnya bagus, biasanya dia memegang buah putih, karena putih kan jalan pertama dan diutamakan menang,” ungkap Wika. Dari sana ia dapat memastikan peluang bagi timnya sebelum pertandingan dilangsungkan. “Jadi, buat tim saya sendiri saya pastikan sebelum main, yang megang hitam dari tim saya diusahakan menahan draw dan yang mencari poin itu yang memegang putih dari tim kami,” imbuhnya.


Ada kesan tersendiri bagi pria berkacamata ini saat turnamen saat bertemu lawan kuat dan berhasil mengalahkan demi mengharumkan nama UM. “Yang paling berkesan saat melawan UB (Universitas Brawijaya, red.), karena UB dari tahun lalu selalu kuat dan atlet Jawa Timur kebanyakan di UB,” tutur Wika. Ditambahkan olehnya bahwa semangat juang dari teman-teman menjadi motivasi lebih untuk bisa menyisihkan lawan. “Semangat juang teman-teman, karena mainnya bersamaan, jadi membuat saya semangat dalam mengalahkannya,” ulas Wika.
Sebelum ikut dalam perlombaan, persiapan seperti latihan rutin pun dilakukan. Tidak asal pilih pemain, ada persyaratan tertentu yang harus dipenuhi anggota UKM Catur jika ingin mengikuti kompetisi. Diterangkan oleh Wika yang juga Kepala Bidang Kepelatihan bahwa kehadiran dalam setiap latihan juga menjadi penentu. “Dilihat dari setiap proses latihan, jadi di UM tidak asal ambil anak suruh main. Ada persyaratan tertentu dan harus hadir saat latihan, karena faktor kehadiran juga sangat diperlukan buat kemungkinan diberangkatkan atau tidaknya,” jelas pria asli Surabaya ini.
Bagi Wika catur bukanlah hal baru. Ia mengenal Catur sejak masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD). Tak hanya bermain sekadarnya, ia juga pernah mengikuti kompetisi catur pada Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) ketika masih duduk di bangku sekolah. Orang tua yang selalu mendukung hobinya bermain carut dinilai sangat berpengaruh. Diakui oleh Wika, berkat dukungan kedua orang tuanya ia bisa berprestasi seperti saat ini. Irkhamin