Tim debat UM berhasil maju ke tingkat nasional dalam Kompetisi Debat Mahasiswa Indonesia (KDMI) 2019. Di bawah bimbingan Aji Bagus, S.Psi., M.Psi., tim ini berhasil menyisihkan 24 tim debat dari Perguruan Tinggi Negeri (PTN) maupun Perguruan Tinggi Swasta (PTS) se-Jawa Timur. Tim tersebut terdiri dari tiga pendebat terbaik UM, yaitu, Jodhi Febrinan (FPPsi), Laksamana Fadian Zuhad Ramadhan (FS), dan Sofia Arimurti (FS). Bertempat di Universitas Muhammadiyah Malang, seleksi tingkat wilayah selama 3 hari (28-30/4) ini berlangsung sangat sengit. Tim UM harus melewati beberapa tantangan hingga dapat lolos ke babak final ajang debat bergengsi ini.

Diselenggarakan tiap tahun, KDMI menjadi wadah berkembangnya potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, terampil, kompeten dan berbudaya. Untuk bisa maju ke tingkat nasional, terdapat beberapa tahapan seleksi yang harus dilewati oleh tim debat KDMI. Di tingkat universitas, UM bekerjasama dengan UKM IPRI menjaring mahasiswa-mahasiswa yang benar-benar kompeten untuk menjadi perwakilan UM ditingkat wilayah. Dalam hal ini, Jawa Timur berada di bawah LLDIKTI (Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi) wilayah VII. Di tingkat wilayah, tim yang terpilih harus melawan seluruh tim debat yang ada di wilayah tersebut.

Februari adalah bulan di mana Jhodie, Sofia, dan Laksamana mulai mempersiapkan diri mereka. Minimal seminggu sekali mereka latihan dengan berbagai metode, mulai dari sparring, bedah mosi, berpidato kemudian rebattle, hingga metode one day one article yang tentunya sangat berat. “Kunci keberhasilan pastinya latihan, karena percuma saja orang yang punya potensi namun tidak diiringi dengan latihan.” Tutur Jodhie. Menurutnya, latihan bukan hanya mengasah kemampuan personal, namun juga bisa melatih kekompakkan tim karena kekompakkan tim sangatlah penting dalam berdebat. Walaupun latihan yang mereka jalani terlihat sangat berat, namun mereka percaya bahwa tidak akan ada yang sia-sia. Semua usaha dan pengorbanan yang mereka lakukan pasti akan tergantikan dengan indahnya kemenangan.

Meskipun tidak ada kendala yang cukup berarti saat persiapan hingga berlangsungnya seleksi tersebut, namun salah satu angota tim, Laksamana, mengakui bahwa kendala justru terasa saat memasuki babak final. Hal ini dikarenakan mereka harus melawan tim dari Universitas Brawijaya, rival mereka yang cukup berat sejak awal seleksi. Menyadari bahwa kebanyakan juri dalam seleksi saat itu adalah dosen-dosen dari Universitas Brawijaya, Laksamana mengaku sempat merasa khawatir dengan kemungkinan adanya bias. Beruntung seleksi tersebut berlangsung dengan adil karena juri yang menilai tidak boleh memiliki afiliasi dengantim debat yang sedang dinilai. Dengan demikian, babak final dipimpin oleh juri dari UPN Veteran Surabaya, UGM, dan UNEJ.

Setelah babak ini terlewati, tentunya keberhasilan mereka ditingkat nasional pada tanggal 14-19 Juli mendatang akan sangat ditunggu-tunggu. Berikut adalah motivasi dari Sofia Arimurti agar mahasiswa-mahasiswa lain dapat mengikuti jejak mereka, “Life is choice, kalau misalkan kita sudah menentukan suatu pilihan, maka yang harus kita lakukan adalah melakukan pilihan tersebut secara seratus persen. Karena kalau kita nggak all out, nggak ngelakuin seratus persen, maka akan nggak ada hasilnya dan percuma aja. Semangat!”Nilam