UM Luncurkan Layanan Baru Aktivitas Kemahasiswaan

Universitas Negeri Malang (UM) merilis sebuah layanan baru di awal tahun akademik 2019/2020. Baru saja dikenalkan, Sistem Informasi Aktivitas Mahasiswa (Simawa) menuai beragam tanggapan. Kicauan mahasiswa mengenai Simawa menghiasi media sosial. Hingga muncul kalimat plesetan yang mengaitkan antara Sipejar, Siakad, dan Simawa dengan dikejar, diakad, dan samawa. Banyak mahasiswa yang masih penasaran dengan Simawa. Terlebih, saat Simawa menjadi salah satu syarat untuk memproses Kartu Rencana Studi (KRS). Apa sebenarnya Simawa? Apa fungsinya? Mari simak ulasan mengenai Simawa dalam laporan utama berikut.

Wakil Rektor III UM, Dr. Mu’arifin, M.Pd. dalam sesi wawancara dengan kru Komunikasi

Fungsi dan Tujuan Simawa

            Demi meningkatkan layanannya, UM mengembangkan sistem baru bernama Simawa. Pencatatan setiap aktivitas mahasiswa dinilai perlu, terlebih jika hal itu merupakan prestasi. Berbasis digital, Simawa diharapkan dapat memudahkan perekaman kegiatan mahasiswa. Selama ini bukti penghargaan mahasiswa seperti sertifikat dan piagam kebanyakan disimpan sendiri dalam bentuk fisik. Ada kalanya lembar tersebut hilang. Padahal selembar piagam atau sertifikat itu tak hanya penting bagi mahasiswa, tetapi juga bagi kampus karena data tersebut menjadi salah satu tolok ukur penilaian kampus. Dengan lahirnya Simawa, mahasiswa memiliki alternatif untuk mengamankan data aktivitas kemahasiswaannya.

Di samping itu, UM ditugaskan untuk tidak hanya memberi lulusannya selembar ijazah dan transkrip nilai. Berdasarkan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2018, penerbitan ijazah oleh perguruan tinggi disertai dengan transkrip akademik dan Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI). SKPI dapat memuat informasi tambahan tentang prestasi akademik mahasiswa, mencakup prestasi mahasiswa bidang kokurikuler, ekstrakurikuler, atau pendidikan nonformal. “SKPI itu penting karena sebagai nilai tambah saat mahasiswa ingin mendapatkan pekerjaan dalam waktu yang relatif cepat. Kebanyakan khalayak dan perusahaan melihat ijazah itu sebagai persyaratan umum saja. Tidak melihat IP (indeks prestasi, red.), tetapi melihat kemampuan plus dari sarjana,” jelas Dr. Mu’arifin, M.Pd., Wakil Rektor 3 UM.

            SKPI diambil dari sertifikasi kompetensi yang diperoleh mahasiswa saat masih kuliah di UM. Saat kuliah mahasiswa juga harus melakukan aktivitas kemahasiswaan yang nantinya akan ditulis di SKPI. Dalam rangka pengisian data SKPI, mahasiswa harus mengunggah berbagai sertifikasi yang dia dapatkan ke Simawa. Dari isian tersebut, pihak kampus akan menyeleksi mana yang terbaik untuk dijadikan SKPI. SKPI ini akan ditampilkan dan diberikan kepada mahasiswa saat dia wisuda. “Hal ini harus dipaksa, sesuatu yang baru kalau tidak dipaksa itu tidak akan dijalankan,” ungkap Mu’arifin. “Sesuatu yang masih baru memang perlu dimaklumi, mungkin masih perlu ada sosialisasi. Simawa ini memang membuat mahasiswa kaget karena sosialisasinya kurang gencar,” tambahnya.

            Di pihak lain, Eko Wahyu Setiawan, S.S., Kasubag Tata Usaha Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Teknogi, Informasi, dan Komunikasi (PTIK), menghimbau mahasiswa agar tidak tertohok dengan kata Simawa. Dituturkan olehnya Simawa serupa dengan Siakad dalam hal penamaan. “Pertama, jangan terjebak dulu dengan yang namanya Simawa. Simawa itu hanya judul seperti yang kita kenal Siakad,” tutur Eko. Disampaikan lebih jelas olehnya agar mahasiswa lebih paham pada konsep Simawa itu sendiri. “Konsep besar yang harus dipahami saat bicara tentang Siakad adalah aplikasi layanan solusi untuk mewadahi semua aktivitas terkait akademik. Simawa di lain sisi adalah layanan solusi aplikasi untuk mewadahi semua kegiatan mahasiswa nonakademik,” terangnya lebih lanjut. Sebagai sebuah sistem informasi, Eko menyatakan Simawa dirancang dengan tampilan user friendly. Di dalamnyatentu juga disematkan beberapa fitur seperti pencatatan aktivitas kemahasiswaan, permohonan izin penelitian, permohonan cuti kuliah, dan permohonan pengunduran diri. Sayangnya belum semua layanan tersebut diaktifkan. “Walau belum fokus ke tujuan ini tetapi akan dibuat untuk membuat surat penelitian di Simawa yang ditujukan kepada tenaga pendidik di mana mereka yang menguruskan surat izin penelitian dari yang dibutuhkan mahasiswa agar tidak repot lagi mengetik. Kedua, untuk mengurus cuti kuliah, tetapi tetap menyerahkan berkas melalui Simawa sehingga tidak bertatap muka langsung dengan BAKPIK. Ketiga, pengunduruan diri mahasiswa untuk mengetahui kejelasan mahasiswa itu aktif atau nonaktif atau lulus itu harus jelas di PD-DIKTI. Keempat, aktivitas mahasiswa,” ulas Eko.

Simawa merupakan bentuk sinergitas dua bidang, yakni bidang satu dan tiga. Bidang III mengambil peran dalam memotivasi mahasiswa untuk aktif dan berprestasi dalam bidang kemahasiswaan. Dilanjutkan oleh bidang satu dengan mewajibkan mahasiswa mengunggah data aktivitas kemahasiswaan ke dalam Simawa guna penerbitan SKPI. Inilah bukti bahwa antarbidang terdapat sinergitas untuk menyukseskan layanan Simawa. “Sementara ini untuk mengisi Simawa, isi dulu seadanya dengan memasukkan sertifikasi yang dimiliki mahasiswa. Untuk tahap awal diberi keringanan untuk memasukkan apa saja untuk menggugurkan kewajiban. Semua mahasiswa, tidak terkecuali mahasiswa baru juga harus meng-upload berkas yang dimilikinya, salah satunya sertifikat PKKMB,” terang Mu’arifin saat ditemui di ruang kerjanya. Selaras dengan pernyataan tersebut, Eko menuturkan, “Tidak ada istilah lembaga itu menyusahkan mahasiswa.” Untuk tahun berikutnya mahasiswa harus mempunyai aktivitas baru yang dapat dia gunakan untuk menambah data sertifikasinya. Aktivitas kemahasiswaan menjadi nilai lebih yang tentunya akan menguntungkan mahasiswa itu sendiri.

Gerakan Mahasiswa Berkarya Satu Tahun Satu Karya (Gemakarsata)

Targetnya, bidang III tidak lama lagi akan mengeluarkan sebuah program baru yaitu Gerakan Mahasiswa Berkarya Satu Tahun Satu Karya (Gemakarsata). Gemakarsata rencananya akan mulai diberlakukan mendekati semester ganjil 2020/2021. Gemakarsata merupakan sebuah produk guna yang bersanding dengan layanan Simawa. Harapannya, program ini bisa membantu mahasiswa menambah portofolionya di Simawa.  “Di dalam Gemakarsata semua karya bisa di-upload, tidak harus dalam bentuk artikel. Bisa dalam bentuk puisi yang pernah dimuat di suatu majalah, tugas kuliah, ataupun yang lain. Kalau hal tersebut memadai, maka itu bisa dimasukkan di SKPI,” ungkap dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) tersebut. “Bisa dibayangkan kalau dalam satu tahun setiap mahasiswa mengupload di Gemakarsata, akan ada 32.000 karya mahasiswa UM yang ada di Siakad. Hal ini juga bisa meningkatkan sitasi UM,” imbuhnya.

Hendra Susanto, S.Pd., M.Kes., Ph.D., Staf Ahli WR III

Hal senada juga disampaikan oleh Staf Ahli WR III, Hendra Susanto, S.Pd., M.Kes., Ph.D.. Simawa menjadi wadah supaya mahasiswa tidak kehilangan database kemahasiswaan miliknya, sedangkan Gemakarsata digunakan untuk mengiringi layanan Simawa. “Jadi semua mahasiswa dituntut untuk memiliki sebuah karya, tidak mungkin satu mahasiswa pun tidak memiliki karya apa pun, seperti tugas kuliah ataupun skripsi itu bisa dimasukkan ke dalam sebuah media publikasi dan dinilai layak untuk di Gemakarsata,” tutur Hendra. Hal ini juga sebagai upaya untuk meningkatkan klasterisasi UM. Prestasi dan karya-karya mahasiswa yang terpilih akan dimasukkan juga ke Sistem Informasi Manajemen Pemeringkatan Kemahasiswaan (Simkatmawa). Pada dasarnya Simawa merupakan replikasi dan duplikasi dari Simkatmawa yang sifatnya nasional. Simawa dan Gemakarsata memiliki multitujuan dan multifungsi. Keduanya bersanding untuk pemeringkatan, membantu mahasiswa mengidentifikasi SKPI, serta meningkatkan sitasi kunjungan masyarakat ke laman UM.

Peran Staf WR III dalam Pengembangan Simawa

Simawa sebenarnya cita-cita lama dari Teknik Informasi dan Komunikasi (TIK). Layanan ini mencontoh sistem yang sudah ada di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Kemenristekdikti) dengan modifikasi tertentu. Sejak bulan September 2019, pada Simawa ditambahkan opsi lebih luas berupa item penilaian seperti yang ada di Simkatmawa Ristekdikti. Soft launching perubahan ini dilakukan pada bulan Oktober 2019, disosialisasikan terlebih dahulu kepada semua Kepala Bagian (Kabag) Kemahasiswaan dan Akademik, Wakil Dekan (WD) III, dan Bidang Satu. Penambahan lebih banyak opsi memiliki tujuan agar Simawa bisa mengakomodir data seperti mahasiswa pemenang Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Sebelum ada Simawa belum ada opsi untuk memasukkan data tersebut. Apabila hal ini dijalankan, ke depannya opsi SKPI mahasiswa akan lebih banyak. SKPI rencananya akan diberlakukan pada wisuda ke-102 di tahun 2020. “Saat ini ada lima opsi di Simawa, untuk ke depannya tidak hanya lima, tapi semuanya akan dikembangkan. Mana yang dianggap layak untuk dijadikan SKPI. Bukan hanya sertifikat-sertifikat seminar, tetapi juga karya yang dimiliki dan kegiatan apa yang pernah mahasiswa ikuti bisa dimasukkan ke dalam Simawa,” terang Hendra.

Rencana Jangka Panjang Simawa

“Rencananya Simawa akan dieksekutori oleh setiap fakultas. Peraihan atau karya paling potensial yang diinginkan mahasiswa nanti akan dicetak oleh fakultas,” ungkap Hendra. Nantinya yang dimasukkan oleh mahasiswa ke dalam Simawa berupa Surat Keterangan (SK) Tugas bahwa ia melakukan sebuah kegiatan, bukan sekadar sertifikat. “Diharapkan, yang dimasukkan ke dalam Simawa oleh mahasiswa berupa surat keterangan tugas sebagai record bahwa ia pernah melakukan kegiatan positif selama kuliah. Selanjutnya mahasiswa UM harus ber-SKPI, kalau untuk yang vokasi harus bersertifikasi,” ulas Hendra.  

Dalam perannya sebagai penyedia sistem Simawa, pihak UPT PTIK turut menginformasi mengenai hal tersebut. Eko menjelaskan data yang diisi nanti akan masuk ke tendik fakultas. Tendik fakultas ini yang bertugas memverifikasi dan mengompilasi. Ketika konteksnya untuk SKPI nanti akan ada proses ambil data yang layak untuk dimunculkan di SKPI. Pengisian Simawa harus disesuaikan dengan apa yang terjadi sebenarnya, tidak asal memasukkan data saja.

Simawa dapat diisi sewaktu-waktu dengan harapan lebih dimaksimalkan oleh mahasiswa, bukan hanya menjelang pemrograman KRS. Pada dasarnya Simawa bukan sebagai persyaratan untuk dapat memprogram KRS, melainkan untuk mendampingi Gemakarsata. Apabila nanti berhasil dikembangkan,  dikatakan oleh Hendra, akan banyak universitas lain yang terinspirasi dan menerapkannya juga. Program ini digadang bisa menjadi alternatif pengganti skripsi, sebab sudah ada resume dari karya yang dimiliki mahasiswa dan publikasi di jurnal seperti yang sudah dilakukan Bayu Skak. Tim ahli yang ada di fakultas masing-masing dapat menguji mahasiswa dengan karya yang dimilikinya sehingga mereka tidak perlu lagi menulis skripsi.

Kesalahpahaman beberapa waktu lalu hingga timbul vandalisme dikarenakan mahasiswa mengetahui dengan pasti kebenaran di balik Simawa tersebut. Tahap pertama, secara prosedural mahasiswa dapat mengunjungi jurusan, kedua menemui Dekan, ketiga atau terakhir apabila mahasiswa kurang puas bisa langsung ke tingkat universitas. Mu’arifin menyarankan agar mahasiswa terlebih dahulu melapor ke jurusan. Setiap minggunya Bidang III selalu mengadakan rapat pimpinan (rapim) untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengan bidang kemahasiswaan, salah satunya Simawa. “Diharapkan, mahasiswa dapat memahami prosedur yang ada, bila belum tahu apa-apa jangan sedikit-sedikit melakukan demo,” canda Mu’arifin. Disambung oleh staf ahlinya, dalam waktu dekat akan diadakan sosialisasi mengenai Simawa di setiap fakultas. Sosialisasi dilakukan melalui ormawa-ormawa di setiap fakultas.

Tantangan Selama Pengembangan Simawa

Diakui Bidang III, tantangan Simawa berasal dari aspek konsep. Konsep yang dimaksud di sini seperti upaya peningkatan angka partisipasi mahasiswa pada bidang kemahasiswaan. “Kalau bidang akademik sudah jelas wajib karena sebagai upaya mahasiswa bisa lulus dari perguruan tinggi, sedangkan kalau bidang kemahasiswaan ini kami memulainya dengan mengenalkan terlebih dahulu kepada mahasiswa,” ungkap pria kelahiran Kediri tersebut. Dicanangkan, akan ada kegiatan perlombaan fakultas, jurusan, ataupun prodi, sebagai contoh yang sudah ada sebelumnya yaitu Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ).

Dinyatakan oleh Mu’arifin, UM masih lemah dalam bidang teknologi. Langkah awal Bidang III ialah mengundang para dosen teknik untuk menjadi menjadi cikal bakal seorang pembimbing kegiatan kemahasiswaan dengan nuansa teknologi. Mu’arifin selaku WR III sudah menantang para mahasiswa untuk mendirikan dan membuat suatu UKM yang bernuansa teknologi, misalnya UKM bidang teknologi inovasi. UKM ini nantinya bisa merangkul semua mahasiswa dari berbagai jurusan, seperti mahasiswa dari Jurusan Teknik Sipil, Otomotif, Mesin, Elektronik, MIPA, serta Desain Komunikasi dan Visual (DKV). WR III akan sangat menyetujui apabila ada mahasiswa yang mengajukan proposal untuk membuat UKM multidimensi seperti yang ia jelaskan di atas.

Selanjutnya, UM juga masih lemah di pagelaran internasional. Bidang III di tahun 2020 ini akan mengirim UKM paduan suara (PSM) dan Tim Mobil Hemat Energi ke luar negeri untuk mengikuti kompetisi. WR III menuntut mahasiswa untuk tidak menjadi mahasiswa kupu-kupu. “Jadilah mahasiswa yang memiliki kompetensi tambahan yang nantinya hal itu akan ditulis di SKPI. Jadi, mahasiswa harus pintar-pintar membuka mata dan telinga lebar-lebar untuk melihat apa yang terjadi di kampusnya dan ia harus bisa ikut mengambil keikutsertaannya,” tegasnya.

Simawa Sebagai Upaya Meminimalisir Mahasiswa Kupu-Kupu

Saat ini mahasiswa dan semua civitas akademika UM dituntut untuk bisa disiplin, terutama dalam hal waktu dan peraturan. “Semua harus dipaksa, mahasiswa tidak akan berkarya apabila tidak ada Gemakarsata,” ujar bapak para mahasiswa itu. Sebagai seorang mahasiswa harus bisa menjadi aji mumpung yang positif, mengembangkan kemampuan untuk lebih berkarya lebih baik lagi. Dia setuju jika Simawa dianggap sebagai upaya meminimalisir mahasiswa kupu-kupu. Walaupun mengikuti kegiatan di luar perkuliahan sifatnya sunah, tetapi apabila mahasiswa mau mengikuti kegiatan kemahasiswaan, dia akan mendapatkan nilaitambah. Asumsinya, jika yang wajib sudah beres dia akan mempunyai kompetensi tambahan dengan mengikuti kegiatan kemahasiswaan, lalu formalnya ditulis di dalam SKPI. Mu’arifin mempunyai angan-angan untuk mewajibkan mahasiswa mengikuti satu atau dua kegiatan kemahasiswaan sesuai bidang yang dia pilih, bisa ormawa kepemerintahan atau ormawa UKM.

Setiap semester mahasiswa bisa mengunggah portofolio yang sama di Simawa dengan durasi waktu update yang berbeda. Sementara saat ini mahasiswa tidak perlu kebingungan, sebab isian Simawa hanya sebagai target meningkatkan angka partisipasi terlebih dahulu. Kalau di tahap awal sudah mengisi untuk menggugurkan kewajiban, di tahap kedua nanti sudah harus ada sesuatu baru berupa aktivitas yang dapat membuktikan bahwa mahasiswa memiliki kompetensi di luar perkuliahan. Bagi mahasiswa yang disibukkan dengan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Kajian Praktik Lapangan (KPL), kegiatan tersebut bisa direkomendasikan masuk ke dalam Simawa sebagai bukti bahwa dia juga aktif dalam kegiatan interaksi dengan masyarakat di luar UM.

Sipejar, Siakad, dan Simawa atau Dikejar, Diakad, dan Samawa?

Ditanyai mengenai komentarnya pada plesetan mahasiswa terkait Sipejar, Siakad, dan Simawa, WR III pun menjawab dengan santai. “Terserah, semua kembali kepada mahasiswa masing-masing. Diplesetkan ya bolehlah yang penting mahasiswa selalu ingat dan paham dengan ketiga hal tersebut. Semua itu demi mahasiswa, demi menyiapkan mereka menghadapi tantangan di zaman yang semakin dinamis. Juga dalam rangka menjawab kondisi masyarakat yang sudah berubah dari tahun ke tahun,” ucap pria kelahiran 55 tahun yang lalu tersebut.

Kesan dan Harapan untuk Simawa

Dirangkum dari pertanyaan WR III terkait layanan Simawa, ada beberapa pesan yang harus selalu diingat oleh mahasiswa. Pertama, harus bisa aji mumpung yang positif. Mahasiswa harus aktif agar setelah terjun ke dunia masyarakat tidak kebingungan. Mahasiswa juga harus mengikuti kegiatan yang wajib (akademik, red.) dan tambahlah dengan kegiatan sunah(kegiatan kemahasiswaan, red.). Kedua, buka mata dan telinga lebar-lebar bahwa di UM banyak dinamika yang sifatnya progresif, kalau tidak mengikuti hal tersebut mahasiswa akan telat dengan semua perubahan dan kemajuan. Ketiga, pahami mekanisme dan mengetahui prosedurnya. Apabila mahasiswa menghadapi suatu masalah dia harus tahu ke mana jalur untuk menyelesaikan masalahnya tersebut. “Anak muda harus aktif. Jangan menyia-nyiakan usia di kisaran 19 sampai 23 tahun. Harus mumpung menjadi mahasiswa. Kalau tidak menemukan jalan keluar tidak harus melakukan demo, sebab masih banyak saluran aspirasi yang dibuka lebar-lebar. Janganlah membuat gaduh. Universitas sebagai tempat belajar jangan dikontaminasi dengan situasi kondisi crowded yang menyebabkan situasi kurang nyaman untuk belajar,” pungkas Mu’arifin.Irkhamin/Tanzila