Kampus Merdeka merupakan kebijakan versi lanjut dari program Merdeka Belajar yang digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Ada empat pokok kebijakan Kampus Merdeka, yaitu pembukaan program studi baru, sistem akreditasi perguruan tinggi, perguruan tinggi negeri badan hukum, dan hak belajar tiga semester di luar program studi. Universitas Negeri Malang (UM) menjadi salah satu perguruan tinggi yang mengikuti kebijakan baru ini dan akan mulai aktif menerapkannya pada tahun ajaran 2020/2021 mendatang. UM menyambut baik adanya kebijakan baru yang dinilai bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) ini. Berbagai persiapan sudah dilakukan UM agar kebijakan baru ini dapat berjalan dengan baik. Berikut ulasannya.

Kesiapan UM Menyambut Kebijakan Kampus Merdeka

Menyambut baik programprogram kementerian yang menyangkut Kampus Merdeka maupun Merdeka Belajar. Sisi kesiapan UM sebenarnya sudah masuk tahun ketiga. Salah satunya ialah pengembangan dari sisi akademik. Upaya UM tersebut dapat dilihat dengan adanya Islamic Development Bank (IsDB), menguliahkan dosen-dosen ke luar negeri, dan pengembangan di bidang penelitian pendidikan yang terus dilakukan. UM juga telah menyiapkan kurikulum baru sejak tiga tahun lalu. Kurikulum yang dikembangkan tersebut sudah sesuai dengan yang dicanangkan oleh Mendikbud saat ini. Dalam penerapannya nanti, mahasiswa UM diberi opsi untuk mengambil bidangbidang di luar program studinya dengan kisaran mencapai 30 SKS. “Dasar pemikiran kita saat ini adalah bahwa hidup sekarang memang menuntut mahasiswa harus betul-betul mempunyai fleksibilitas tinggi dan mereka harus bisa merespon dengan cepat apa yang ada di masyarakat,” papar Prof. Dr. AH. Rofi’uddin, M.Pd., Rektor UM. Maka dari itu ada mata kuliah yang dirancang seperti mata kuliah manajemen inovasi di mana mata kuliah tersebut dimaksudkan ke arah yang bisa membekali mahasiswa untuk bisa menerapkannya di kehidupan bermasyarakat. Pada kurikulum ini mahasiswa bisa mengambil mata kuliah di jurusan lain, fakultas lain, bahkan perguruan tinggi lain. Sebenarnya kurikulum ini mulai berlaku di tahun 2018, namun saat sekarang dengan adanya kebijakan dari Kemendikbud maka hanya memodifikasi dengan prinsip yang sudah berjalan sebelumnya. UM saat ini bekerja sama dengan dunia industri dan dunia usaha dengan lebih masif lagi dibandingkan yang sudah dilakukan kerjasama sebelumnya. “Kesiapan UM menghadapi kebijakan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka dengan adanya momentum ini pas sekali, UM sudah menyiapkan, kebijakan Kementerian diarahkan kesana bahwa mahasiswa memang harus merdeka dalam hal belajar untuk memilih arah tujuan hidupnya. UM diberi kebebasan untuk pengelolaan-pengelolaannya,” tuturnya.

Hak Belajar Tiga Semester di Luar Program Studi (Prodi)

Di tahun 2020 mahasiswa akan melakukan magang sesuai kurikulum 2018 dengan sedikit perbaikan. Mahasiswa bisa belajar di luar jurusan dan prodinya sampai dengan maksimal tiga semester atau maksimal 60 SKS. “Pengaturannya sedang dimatangkan, untuk yang prodi pendidikan (dik, red.) yang selama ini lebih pada observasi, sekarang kita sedang merancang kerja sama dengan pemerintah-pemerintah daerah (pemda) di seluruh Indonesia, yaitu pada daerah yang dianggap kurang tenaga gurunya. Kita akan memberikan take and give,” ujar Rofi’uddin saat ditemui di ruang kerjanya. Mahasiswa UM diharapkan bisa sampai satu sampai dua semester untuk proses belajar mengajar di sana. Selama kegiatan berlangsung, mahasiswa akan memperoleh ekuivalen untuk 40 SKS dan kegiatan online di sistem pembelajaran (sipejar). UM sedang intensif bermitra dan sepakat untuk menentukan jumlah guru yang dibutuhkan di salah satu daerah yang membutuhkan. Guru yang dikirim ke daerah yang membutuhkan adalah guru yang benar-benar sudah siap dalam penguasaan konten, metodologi, serta sudah siap terjun ke lapangan. Selain mengajar, mereka juga melakukan skripsi, Kuliah Kerja Nyata (KKN), serta kegiatan lain yang relevan untuk dipadukan.

Empat Poin Kebijakan Merdeka Belajar : Kampus Merdeka

Perlakuan serupa juga akan diterapkan untuk prodi non-kependidikan (non-dik, Repro Internet red.). UM sedang gencar bekerja sama dengan berbagai perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), industri besar sampai kecil, serta usaha mikro kecil menengah (UMKM). Sebelumnya memang sudah diterapkan, tapi sifatnya sangat parsial. Terkadang mahasiswa datang tidak membawa target tertentu dalam penguasaan bidangnya, dunia usaha yang menampung mahasiswa juga tidak memasang target. Hal ini yang menjadi pelajaran bagi UM sehingga nanti mahasiswa diharapkan paling tidak mendapatkan upah minimum regional. “Masuk di perusahaan tersebut sebagai pekerja, serta industri sudah punya target, mahasiswa bekerja seperti pegawai yang lain. Dari kampus dia memiliki target sesuai dengan SKS yang ditempuhnya, serta di industri pun mempunyai target yang harus dilakukannya yang diiringi pengawasanpengawasan,” tutur rektor yang berasal dari Fakultas Sastra ini.

Keuntungan yang dapat dirasakan apabila mahasiswa bagus dalam melaksanakan kuliah praktek di industri, perusahaan bisa langsung merekrut tenaga tersebut untuk bekerja di perusahaannya. Mengingat, saat ini mencari lowongan kerja di perusahaan juga tidak mudah. “Jadi kalau digambarkan sekilas, itulah hal yang kita realisasikan untuk menyambut kebijakan kementerian yang baru ini. Mahasiswa baru yang masuk di tahun 2020 akan sepenuhnya menggunakan kurikulum baru ini,” imbuhnya.

Kemunculan kebijakan baru ini turut mengundang berbagai respons dari mahasiswa. “Kuliah lima semester, magang tiga semester, saya setuju dengan kebijakan ini karena di dunia kerja sekarang yang diperlukan selain pengetahuan tetapi juga butuh skill. Selama ini kan magang hanya satu semester, jadi kurang balance menurutku,” ungkap Nur Indah Permata. “Bisa diterapkan dengan porsi yang proposional, apalagi untuk kita sebagai calon guru yang sebenarnya butuh banyak jam terbang,” lanjutnya. Sejalan dengan pendapat teman seprodinya, Wahyu Putri Lestari juga mengungkapkan hal yang sama. “Menurut saya tujuannya bagus banget, karena saya sebagai mahasiswa juga lebih suka terjun ke lapangan atau praktik langsung daripada dapat teori terus,” ungkapnya.

Pengecualian untuk Bidang Pendidikan dan Kesehatan

Kebijakan Kampus Merdeka diberi keleluasaan untuk mengembangkan program studi dan mengembangkan berbagai sisi. Hanya ada satu catatan bahwa hal ini tidak berlaku untuk bidang kesehatan yaitu dokter dan bidang kependidikan. Kependidikan dikecualikan karena sedang berkonsentrasi untuk menghasilkan guru terbaik. Lulusan bidang kependidikan sekarang ini mengalami over supply, kenyataannya tiap tahun dibutuhkan sekitar 100.000, sementara di Indonesia S-1 pendidikan bisa mencapai 300.000 sampai 400.000. Hal ini disebabkan jumlah perguruan tinggi di Indonesia sebanyak 4500 perguruan tinggi, serta mayoritas dari mereka mempunyai Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP). Pemerintah telah memberikan apresiasi bagi pendidik seperti mendapat tunjangan sertifikasi guru, sekali gaji pokok, itu artinya rangsangan cukup bagus. “Di UM mulai diberlakukan untuk prodi-prodi kependidikan memiliki skor masuk yang tinggi. Artinya, anak-anak pintar banyak yang berminat untuk menjadi guru. Beda dengan yang dulu, apabila tidak bisa masuk ke mana-mana baru memilih masuk keguruan,” terang Rofi’uddin. Hal ini penting diperhatikan karena apabila gurunya tidak pintar, akan sulit mengharapkan anak-anak di Indonesia menjadi pintar. Kependidikan tidak dilepas karena mutu guru bisa menjadi semakin buruk, begitu juga dengan bidang medis. Kalau tidak dibatasi maka Indonesia akan memiliki dokter-dokter yang tidak kompeten.

Prof. Dr. AH. Rofi’uddin, M.PD., Rektor UM menyampaikan edukasi tentang kebijakan Kampus Merdeka

Apakah Kebijakan Kampus Merdeka Lebih Condong ke Dunia Industri?

Kehidupan itu memang selalu ada multidimensi, artinya memang sudut pandang sangat menentukan apakah sesuatu itu bermakna atau tidak. Tidak ada sesuatu yang seratus persen positif atau negatif. Begitu juga dengan kebijakan Kampus Merdeka. Kebijakan ini untuk meningkatkan kualitas SDM UM di level regional dengan adanya standardisasi. Bukan tiga semester belajar di luar perkuliahan bukan berarti meninggalkan kegiatan akademik, tetapi itu menjadi satu kesatuan dan saling melengkapi. “Walaupun banyak yang mengkritik bahwa kebijakan ini lebih mengarah untuk mengembangkan kegiatan praktis dan hard skill, tapi Tri Dharma Perguruan Tinggi tetap berjalan,” tegas Rofi’uddin. Mahasiswa nantinya juga akan diberi kemudahan dalam pengerjaan skripsi. “Bagi mahasiswa non-dik saat mereka melakukan aktivitas di dunia industri, nanti akan diberi frame berpikir teoritiknya, ditulis, dirangkum dalam satu jawaban, dipertanggungjawabkan, dan selesailah skripsi mereka,” terangnya lebih lanjut. Peraturan yang sama berlaku bagi mahasiswa dik. Aktivitas di sekolah dengan kegiatan pembelajarannya, inovasi pengembangan media, dikaitkan dan dikembangkan dengan kerangka berpikir, pemanfaatan medianya, diujicobakan di sekolahnya, mendapatkan data dengan hasilnya, dan dirangkum dalam sebuah skripsi. Bagi dosen, tri dharma tetap berjalan dengan melakukan riset. Harus meneliti dan publikasi di jurnal bereputasi. Kegiatan ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan setiap tahun.

Apakah UM Akan Membuka Prodi Baru?

Diaminkan oleh Rofi’uddin, UM akan membuka prodi-prodi baru yang sesuai dengan kebijakan dan memiliki nilai pasar tinggi. Pihak kampus masih dalam tahap persiapan untuk membuka prodi baru, tetapi Rofi’uddin menyatakan telah mengantongi daftar nama prodi baru yang akan dibuka di UM. “Saat ini kita sedang menyiapkan di bidang statistik, ada aktuaria. Nah, kita sedang menyiapkan hal tersebut,” kata Rofi’uddin. Disampaikan lebih lanjut olehnya, hampir semua fakultas akan dikembangkan satu prodi baru. UM juga akan diproses menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH).

Orang nomor satu di UM ini turut menjelaskan perihal PTN-BH yang selalu dikaitkan dengan isu komersialisasi pendidikan tinggi. Dia menuturkan, PTN-BH masih mendapatkan dana dari pemerintah, subsidi negara kepada mahasiswa sangat tinggi. “Ini momentum yang baik dan terbuka untuk segera kita respon dan manfaatkan, harapannya saya sebagai rektor mutu mahasiswa menjadi baik dan bisa memberi kontribusi di dalam kehidupan dan profesi apa pun,” ujarnya.

Kebijakan Kampus Merdeka dan Tantangannya untuk UM

Tidak mudah untuk bermitra dengan dunia industri atau dunia usaha. Dunia industri selama ini kurang tertarik dengan mahasiswa yang masuk sana. Alasannya, banyak kampus yang tidak membekali mahasiswa secara khusus, sehingga ketika melakukan kuliah kerja di lapangan jauh dari bidang keahliannya dan tidak memperoleh skill apa pun. “Sekarang kita ajak dunia industri, kalau SDM ini tidak di-back up oleh dunia industri dan usaha, sampai kapan pun kualitasnya tetap rendah. Dunia Industri banyak yang mengeluh bahwa lulusan perguruan tinggi masih mentah dan tidak siap memasuki dunia kerja,” papar Rofi’uddin. Atas dasar itu, pria kelahiran Jombang ini menegaskan, mengubah mindset dari dunia kampus ke dunia industri merupakan pekerjaan berat. UM tidak ingin saat magang mahasiswa tidak mendapat apa-apa, perusahaan juga tidak mendapat apa-apa, terlebih mereka menganggap bahwa kehadiran mahasiswa hanya merepotkan. “Tetapi ke depan kita sudah mendesain mahasiswa dengan skill yang seperti ini dan ini, maka magang dapat berjalan sesuai dengan bidang yang ditekuninya.

Upaya ini mendapat tanggapan dari civitas UM. Wahyu Putri Lestari berpesan agar pelaksanaan kegiatan belajar di luar kampus dikaji benar-benar matang. Mahasiswi prodi Pendidikan Ekonomi ini mengatakan dalam dunia magang kadang ada perusahaan yang hanya menerima anak magang, tapi tidak benar-benar dididik, sehingga magang yang dilakukan mahasiswa ujung-ujungnya menganggur atau bahkan ditempatkan di bagian yang bukan bidang keilmuan mahasiswa tersebut. “Penilaian dari magang itu sendiri mau seperti apa juga harus jelas. Kalau di kelas kan jelas kita menempuh berapa sks, ada silabus dan lain-lain, nah tujuan belajar kita ini harus bisa diukur. Kalau memang sistemnya sudah digodok dengan matang menurut saya bagus sekali, tapi kalau masih abu-abu bakal merugikan mahasiswanya sendiri,” terang wanita berkacamata ini. “Kalau bisa perusahaan yang dijadikan tempat magang itu dikoordinasi sama pemerintah, ibaratnya dipamitin kalau mau titip mahasiswa. Jadi, biar mahasiswanya benar-benar dibimbing,” harap Putri.

Pemerintah juga sudah memberikan support. Tidak ada pengurangan pajak terkait dengan mahasiswa yang melakukan PKL di suatu perusahaan atau industri, hal ini merupakan suatu insentif usaha di mana mereka mau peduli,” kata Rektor UM. Saat ini perguruan tinggi di Indonesia, termasuk UM, sudah mulai intensif berkomunikasi dengan dunia usaha. Harapannya, dari sini UM bisa memberi contoh. Jika melihat dari negara yang sukses seperti Jerman, magang di dunia industri benar-benar dibutuhkan bagi kampus. Namun perlu diingat, mereka sudah sangat panjang prosesnya, sedangkan di Indonesia kita baru memulai.

ilustrasi oleh : Nur Aviatul Adaniyah

Pesan kepada Mahasiswa menghadapi Kebijakan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka

Mahasiswa sebenarnya diberi pilihan lebih banyak untuk memperkuat skill-nya melalui kebijakan ini. Mahasiswa bisa memilih mata kuliah yang dibutuhkannya untuk menambah kemampuannya. SKS yang diambil nantinya akan ada rambu-rambunya sesuai yang dibutuhkan mahasiswa. Artinya, mahasiswa betul-betul diberi peluang atau kesempatan. Di satu sisi mahasiswa menguasai bidangnya, satu sisi lain dia punya perspektif bidang keilmuan lain yang bisa diambil, entah di luar prodi atau pun perguruan tinggi lain. “Dan dengan adanya kebijakan kaya gitu yang akhirnya membuat mahasiswa bisa mempelajari mata kuliah yang ada di jurusan lain,” ujar Minnati Izzatul Asna. Wanita yang akrab disapa Mimin ini menyampaikan bahwa dengan begitu mahasiswa tidak melulu menjumpai apa yang di prodinya saja. “Nilai plusnya kayak enggak belajar itu-itu gitu, akhirnya mahasiswa bakalan punya wawasan dan keterampilan lain,” ujar mahasiswi Bimbingan dan Konseling tersebut.

Rofi’uddin mengimbau agar anak didiknya memanfaatkan semua ini dengan baik. Mahasiswa sekarang ini diharapkan harus bisa menjadi lulusan yang memang tidak hanya cakap di bidangnya, tetapi juga ilmu lain. “Jadi harapannya, mahasiswa UM harus bisa memiliki inovasi-inovasi dengan berkreasi dan berpikir kritis, serta melihat sesuatu secara multidimensi karena hidup tanpa inovasi sama saja dengan mati. Sebab inovasi sekarang ini dibutuhkan di dunia kerja mana pun dan kapan pun,” pesan Rofi’uddin. Dia mengajak mahasiswa untuk melatih diri dan menggunakan berbagai potensi yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

“Asah semua itu, karena asahan itulah yang nantinya digunakan dan diperlukan di dalam masyarakat. Manfaatkanlah kesempatan ini sebaik mungkin, pilih yang sesuai dengan minat. Walaupun belum tahu lebih jelas kebijakannya, pasti ada dosen sebagai pembimbing yang akan mengarahkan tujuan mahasiswa,” tutur Rofi’uddin. Dia juga sangat optimis bahwa mahasiswa pasti bisa. Dirinya akan sangat bangga apabila alumni UM bisa berkiprah di masyarakat. Bukan hanya lulus dengan nilai bagus, tapi bisa menunjukkan inovasi dan kreativitasnya untuk hidup yang lebih baik. Dalam syukurnya, ia menyampaikan bahwa sampai sekarang alumni UM selalu diperhitungkan banyak pihak di seluruh wilayah Indonesia.

Mahasiswa diharapkan sudah mulai merencanakan tujuan hidup dan karirnya sejak awal. Tidak ada larangan untuk tidak mengambil mata kuliah di luar fokus program studinya. Berkaitan dengan manajemen diri, masing-masing mahasiswa dituntut untuk bisa mengatur kesibukannya.

Irkhamin/Tanzilla