Oleh: Lukman Satria Karimullah

pernik3

Setiap orang memiliki jam biologis atau mekanisme pengaturan waktu internal dalam tubuh yang bekerja secara otomatis. Ada orang yang selalu bangun pagi. Pukul enam pagi mereka sudah tidak betah lagi berada di tempat tidur, dan begitu bangun mereka mampu bekerja dengan penuh konsentrasi. Namun, ada juga orang yang selalu begadang, mereka secara naluri tidak dapat tidur sebelum larut malam. Kalau bangun terlalu pagi, mereka menjadi cepat marah dan tidak bisa berkonsentrasi saat bekerja. Apa yang menyebabkan perbedaan itu? Pasalnya: setiap orang memiliki jam biologis atau mekanisme pengaturan waktu internal dalam tubuh yang bekerja secara otomatis.
Jam ini sudah terprogram secara genetis dan menentukan kapan waktunya kita bangun dan kapan kita tidur. Di dalam Forum Ilmu Pengetahuan “Euroscience Open Forum” ESOF di Manchen, Jerman, para peneliti mendiskusikan pengetahuan aktual yang hasilnya terutama dapat membuat orang yang suka tidur lama, merasa senang.
Till Roenneberg adalah professor di Institut Psikologi Kedokteran Universitas Manchen, yang meneliti soal jam biologis. Till Roenneberg: “Jam internal itu seperti jam betulan. Kenapa kita memerlukan sebuah jam? Karena kita ingin tahu kapan kita harus berangkat, supaya misalnya tidak ketinggalan kereta api. Jam internal atau jam biologis mempunyai fungsi yang sama. Jam itu ingin mengetahui, apakah saya sekarang harus meningkatkan temperatur atau hormon, supaya saya bisa bangun dalam waktu dua jam nanti.” Jam internal yang dibicarakannya itu adalah reaksi proses evolusi terhadap pergantian dari malam ke siang hari, dimana jam itu terprogram dalam gen dan mengatur kapan kita bangun dan kapan kita tidur. Setiap orang memiliki jam biologis tersendiri yang berbeda satu sama lain. Namun, jam biologis tidak selalu sama berdetak, dan ini tergantung dengan umur.
Anak kecil biasanya bangun pagi sekali, sehingga orang tuanya acap kali kerepotan oleh karena itu. Kemudian mereka tumbuh besar dan jam biologisnya semakin bergeser ke belakang dan pada usia remaja, pergerseran ini mencapai titiknya yang terakhir. Mulai usia 20 tahun, jam itu kembali berangsur-angsur bergerak ke depan lagi. Ini berarti, kaum remaja dapat diibaratkan seperti burung hantu dan pensiunan sebagai burung Lerche. Namun untuk semuanya yang berlaku adalah, jika hidup melawan jam biologis, misalnya karena setiap harinya bangun jam enam pagi karena wekernya berdering, maka badan akan mengalami stress. Para pakar seperti Till Roenneberg menyebut gejala tersebut “social jetlag.”
Till Roenneberg: “Kalau jam biologis saya dua atau tiga jam lebih lambat dari waktu sebenarnya yang harus saya jalani, bagi ini berarti seolah-seolah saya bekerja di Moskow tetapi tinggal di Manchen. Ini adalah jetlag sosial.”
Pindah ke zona waktu yang lain tidak ada gunanya sama sekali: Pasalnya, di tempat yang baru, jam biologis kita akan segera menyesuaikan diri dengan keadaan setempat. Maksudnya, siapa yang di Jerman selalu bangun pagi, maka orang itu juga akan tetap bangun pagi, baik di Tokyo maupun di New York. Namun, dampak apa yang akan muncul jika hidup melawan jam biologisnya? Till Roennenberg menuturkan sesuatu yang menarik:
Till Roenneberg: “Yang sangat menarik adalah temuan bahwa yang bersangkutan rentan menjadi perokok. Makin besar jetlag sosial yang diderita, maka makin besar kemungkinan orang itu menjadi perokok atau tetap menjadi perokok dan tidak akan meninggalkan kebiasaan itu. Yang menakjubkan dalam hasil studi itu adalah korelasi yang luar biasa dengan jetleg sosial. 60 persen dari kelompok yang menderita jetleg sosial selama empat jam atau lebih, adalah perokok. Sedangkan hanya sepuluh persen dari kelompok yang tidak menderita jetlag sosial merupakan perokok.”
Berbagai penelitian saat ini mengharapkan dapat mengungkapkan pertanyaan, apakah penyakit-penyakit lainnya berhubungan dengan jetlag sosial, misalnya keluhan peredaran darah dalam jantung atau penyakit kanker. Apakah ke depan kita sebaiknya secara patuh mengikuti ritme jam biologis tanpa pengecualian-pengecualian kecil ?
Menurut Till Roenberg, tenggang waktu satu jam masih bisa di tolerir. Tetapi Anda harus membayangkan bahwa 50 persen dari populasi terpaksa harus mengubah atau menjembatani dua jam atau lebih, antara jam biologis dan jam sebenarnya, dimana dalam jangka panjang, tak seorang pun dapat bertahan dalam kondisi seperti itu, seperti banyaknya orang yang kurang tidur pada hari kerja. Bila semua hal tersebut pada populasi diakumulasikan, akan menumpuk menjadi jumlah yang luar biasa. Apa yang dapat dilakukan untuk mengatasinya? Apa yang dianjurkan para pakar?
Pertama, Berikanlah lebih banyak cahaya masuk ke ruangan Anda, demikian saran dari Till Roenneberg. Till Roenneberg: “Kenyataan bahwa banyak orang yang hidup dengan jam biologis yang bedanya mencapai 12 jam, disebabkan karena kebanyakan kurang melihat cahaya atau sinar terang. Bagi jam biologis, kurang cahaya membawa dampak, tipe bangun pagi akan bangun lebih pagi lagi, dan tipe yang bangun siang akan bangun lebih siang. Oleh karena itulah terdapat senjang yang besar antara kedua kelompok dalam masyarakat kita.
Kedua, Tidak ada lagi mesin pencatat waktu kerja yang ketat dan lonceng istirahat, melainkan waktu kerja yang sesuai dengan jam biologis kita, karena menurut Till Roenberg, menyesuaikan jam kerja dengan jam biologis merupakan suatu langkah raksasa untuk menjauhi jetlag sosial untuk meningkat produktivitas di dalam masyarakat.
Oleh sebab itu, kaum remaja usia 14 tahun disarankan untuk pergi ke sekolah mulai jam sembilan pagi dan tidak pada jam delapan pagi seperti saat ini. Saran para pakar yang tampaknya akan membuat hati kaum remaja berbunga-bunga.

?    Penulis adalah mahasiswa jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Negeri Malang