Untitled-2Laki-laki itu mengenakan baju lengan pendek bermotif garis-garis kombinasi biru, hitam, dan putih. Celananya hitam, bukan jenis jeans. Janggutnya ia biarkan tumbuh, masih tipis. Ia bersila sambil membaca Alquran saku. Laki-laki itu sedang berusaha menghafalkan Alquran. Dialah Irman Ni’ami, mahasiswa Jurusan Sastra Arab asal Lombok. Jauh dari Lombok, hidup di Jawa tanpa keluarga dan teman, seorang pun.
Irman bukan berasal dari keluarga kaya. Butuh perjuangan keras untuk dapat kuliah di Malang. Irman merupakan anak petani. Pekerjaannya sehari-hari menggembalakan kambing. Sering kali keluarganya bisa melangsungkan hidup dengan memutar uang hasil penjualan kambing. Meskipun bapak dan ibunya juga merupakan guru, gajinya tak dapat diandalkan. Mereka mengajar di madrasah swasta di dekat rumah. Bisa saja satu atau dua bahkan lima bulan gaji mereka baru keluar.
Bapak dan ibu merupakan sosok luar biasa bagi Irman. “Bapak dan ibu sangat keras dalam ilmu dan agama,” ungkap anak pertama dari tiga bersaudara itu. Wajahnya yang teduh semakin menenangkan ketika ia mengenang cara bapak dan ibu mendidiknya sejak kecil. “Sambil tiduran, ibu bercerita tentang kisah-kisah nabi dan hukum-hukum Islam,” tuturnya. Bapaknya juga selalu mengajarkan cara mengaji dan adzan yang baik, doa sehari-hari, dan hukum-hukum pekerjaan dan ibadah kepada Yang Maha Esa. Laki-laki yang lahir pada 14 Januari 1995 itu mengaku awalnya tak mengerti apa gunanya sang ibu bercerita. Ia berpikir apa gunanya semua yang dikatakan ibunya. Namun, setelah ia semakin dewasa dan hidup jauh dari keluarga, segalanya berbeda. “Alhamdulillah semua ada hikmahnya,” katanya mantab.
Irman yakin kuliah di Jawa karena mendapat beasiswa bidik misi. Bapaknya sangat menganjurkan agar ia menuntut ilmu di Jawa meski tak punya keluarga. Awalnya laki-laki yang aktif di Alquran Study Club (ASC) itu ragu. Jika ia di Jawa, siapa yang akan membantu orang tuanya dan apakah ia mampu hidup di Jawa jauh dari keluarga. Karena kegigihihan kedua orang tuanya, ia menjadi yakin dan harus giat belajar. “Kalo enggak, berarti saya gak bersyukur sama sekali,” tuturnya.
Irman pertama kali menginjakkan kakinya di Jawa ketika mengikuti tes tulis SNMPTN 2012. Kala itu ia diantar oleh pamannya. “Bapak gak kuat jalan jauh, penglihatannya terganggu,” terangnya. Di awal-awal perjuangannya di Jawa, pamannyalah yang senantiasa menemani. Irman harus bolak-balik Lombok-Jawa untuk mengurus registrasi dan sebagainya. Pernah sekali ia harus hutang untuk transportasi pesawat terbang ke Malang karena sangat mendesak dan dikejar waktu. Sosok paman selalu memotivasi dan memberi inspirasi. Irman tak boleh membuat orang tuanya malu dan harus bisa jadi orang besar.
Sastra Arab mungkin memang jalan yang telah digariskan untuknya. Bapaknya menganjurkan agar Irman mendalami bahasa Arab. Sebab, bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan dalam Alquran dan hadis, pedoman hidup manusia.
Satu-dua bulan pertama ia lalui dengan berat. Irman merasa tidak kuat. Pulang. Hanya itu yang ada dipikirannya. Apalagi, awal hidupnya di Malang dimulai ketika ramadhan. Itulah ramadhan pertamanya jauh dari keluarga. Kala itu pula idul fitri pertama yang dirayakannya tanpa keluarga.
Selain keinginan untuk pulang, di awal kuliahnya, Irman ingin pindah jurusan. Ia merasa kesulitan mempelajari bahasa Arab. Dengan modal ingin bisa dan nekat, ia pun kursus bahasa Arab di Pare. Ia pun sadar bahwa bahasa Arab tak semenakutkan yang ia pikirkan. Kecintaannya pada bahasa Arab pun tumbuh. Irman mengaku banyak mendapatkan ilmu agama dari dosen-dosen Sastra Arab. Semangat belajar alumnus MI, MTs, dan MA Nurussabah Lombok itu jadi bertambah.
Setelah bisa mencintai bahasa Arab, Irman mulai mengikuti Musabaqah Fahmil Quran (MFQ). Dari sini, kecintaannya terhadap Alquran semakin dalam. Ia baru memahami segala yang diceritakan ibu dan bapaknya dahulu tentang Alquran ada manfaatnya. “Alquran sumber segala ilmu. Jadi, saya bisa belajar banyak hal tentang hidup dan cara hidup,” ungkap Irman. Beberapa kali ia menjuarai lomba memahami Quran, di antaranya juara I MFQ UM 2012, juara II MFQ UM 2014, dan juara II MFQ regional Jawa Timur 2014.
Alquran pula yang menjadi obat hatinya. “Setelah belajar Quran, hati jadi tenang,” kata Irman. Ketika sedih, galau, dan ingin curhat tentang hidup, maka laki-laki yang pernah menjadi juara I debat bahasa Arab 2015 di FS itu pun salat dan membaca Alquran. Prinsipnya ialah sebuah hadis yang artinya sebaik-baik manusia adalah yang belajar Alquran dan mengamalkannya. “Dengan Quran sangat tenang. Pokoknya tenang aja. Gak ada sedih, gak ada takut,” katanya sambil memperlihatkan gigi putihnya.
Orang tua Irman memiliki sebidang tanah. Irman ingin agar tanah itu dijual dan digunakan untuk daftar haji. Namun, bapaknya lebih rela menjual tanah itu untuk melanjutkan pendidikan anaknya. “Cita-cita tertinggi saya ialah menghajikan orang tua,” tutur mahasiswa yang pernah menjadi juara I lomba Imathah 2015 di FS itu. Dalam waktu dekat, Irman ingin kuliah program magister di UM atau di Yaman. Selain itu, sebelum melanjutkan kuliah, ia ingin selesai hafal Al quran.
Irman hanya mengandalkan uang beasiswa bidik misi untuk hidupnya sehari-hari. Irman tak mau dikirim oleh orang tuanya. “Biar bapak sekarang fokus ke adik-adik,” ungkapnya. Uang jatah biaya hidup sebesar 600 ribu per bulan baginya sudah sangat cukup. Dari situ, ia masih bisa menabung dan menyisihkan uang sebesar 200 ribu untuk adiknya. 200 ribu lagi ia gunakan untuk foto kopi atau menge-print tugas. Sisanya, 200 ribu, ia gunakan untuk makan. “Makan tiap hari tempe,” katanya santai. Entah karena perasaan atau memang ia menerima, yang jelas hanya tempe lauknya makan. Lidahnya tak bisa menerima masakan Jawa. Tahu, sayur, dan makanan jenis apa pun bagi lidahnya terasa tak enak. Selama kurang lebih tiga tahun di Malang, hanya tempe yang dapat diterima lidahnya.
Di tengah rinai hujan yang turun, Irman menampakkan dirinya yang tegar dan kuat. Ia masih selalu bersyukur atas apa yang dimilikinya. Motto hidupnya “kalau mereka bisa, Anda dan saya harus bisa”. Ia yakin bahwa segala yang terjadi akan ada hikmahnya. Dinamika panas, mendung, hujan, dan panas lagi membuatnya terlihat tenang dan bijaksana dalam menghadapi hidup. Tekadnya yang kuat untuk menghafal dan memahami Alquran membuatnya berjalan mengalir seperti air dan selalu berbaik sangka atas takdir Yang Kuasa.Yana