Oleh Lailil Maulidia

Sudah menjadi acara tahunan bagi mahasiswa Biologi UM untuk melaksanakan penelitian ke tanah Alas Purwo. Terletak di Kabupaten Banyuwangi, tempat ini telah dijadikan taman nasional sejak tahun1992. Dengan luas 43.420 ha Alas Purwo menyimpan berbagai keindahan alam. Dua vegetasi alam yang berdekatan, yakni hutan dan lautan, menjadikan tempat ini begitu menakjubkan. Taman Nasional (TN) Alas Purwo merupakan salah satu perwakilan tipe ekosistem hutan dataran rendah di Pulau Jawa. Tidak hanya itu, disini juga terdapat hutan pantai, hutan mangrove, savana, hutan bambu, dan hutan tanaman.
Dengan berbagai jenis ekosistem yang dimiliki, maka jangan heran apabila Alas Purwo juga mempunyai beragam jenis flora dan fauna. Sesuai dengan perannya sebagai taman nasional, tempat ini juga  turut melestarikan flora dan fauna langka. Banyak akses jalan menuju Alas Purwo. Salah satunya, jalur dari Kabupaten Jember melalui Gunung Gumitir sampai pertigaan Benculuk dan berbelok kanan menuju ke arah Purwoharjo. Selanjutnya kita hanya perlu mengikuti arah petunjuk menuju Wisata Mangrove Bedul TN Alas Purwo. Dari Jember hingga Alas Purwo akan membutuhkan waktu kurang lebih 120 menit dengan kendaraan bermotor. Perjalanan ke Alas Purwo memang tidak mudah. Kerap kali jalanannya yang berbatu dengan tanah agak basah sulit ditaklukkan.
Sepanjang perjalanan, Anda dapat menikmati suasana hutan dengan berbagai jenis tanaman, lengkap dengan kicauan burung. Jangan khawatir, karena kendaraan bus pun mampu memasuki area ini. Perjalanan panjang anda akan tertebus dengan eksotisme keindahan taman nasional. Lebih dari itu, Alas Purwo juga seringkali dikenal lantaran masyarakatnya yang sarat dan kental akan warisan budaya. Mereka percaya bahwa tempat ini merupakan pemberhentian terakhir penduduk Majapahit guna menghindar dari serbuan kerajaan Mataram. Tak heran apabila banyak orang yang sering melakukan ritual atau upacara religius, terutama di Pura Agung yang berada di kawasan Alas Purwo dan di gua-gua suci.
Ada beberapa jenis tempat wisata yang dapat dikunjungi, antara lain Pantai Triangulasi, Sadengan, Cungur, Pancur, Pantai Plengkung, Makam Gandrung, Wisata Goa, Teluk Banyubiru (Slenggrong), Kayu Aking, Perpat, Pura Luhur Salaka, Ngangelan, dan Bedul. Banyak kegiatan wisata yang bisa Anda lakukan, antara lain menikmati wisata susur Mangrove sambil mengamati pesona satwa. Anda juga bisa tracking di hutan, mendaki gunung, berselancar, dan memancing. Selain itu, Anda juga bisa mengamati aneka burung yang hidup di sana. Lebih menarik lagi, Anda juga bisa mengikuti wisata ritual, budaya, dan sejarah.  Dengan begitu banyaknya tempat wisata, maka akan sangat disayangkan bila Anda tidak bermalam di tempat ini. Dari pihak taman nasional sendiri pun sudah menyediakan camp-camp atau penginapan disekitar tempat wisata.
Memasuki gapura TN, Anda akan menempuh beberapa kilometer lagi untuk mencapai tempat-tempat wisata tersebut.Jika Anda tidak memiliki cukup waktu untuk mengunjungi semua tempat wisata ini, maka ada beberapa rekomendasi tempat wisata. Diawali dengan Pantai Triangulasi, yang merupakan nama titik ikat dalam pengukuran dan pemetaan yang terletak ± 500 dari utara pantai. Pantai ini merupakan ekosistem hutan pantai yang masih lengkap. Akan sangat cocok bagi Anda untuk melakukan penelitian dikawasan ini. Saat mendekati area pantai, Samar-samar akan terdengar hangatnya deburan pantai sekaligus udara sejuk suasana hutan yang damai. Pantai yang alami dan hutan yang jarang terjamah menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan Alas Purwo ini.
Saat dini hari menjelang, tak ada salahnya menengok sejenak suasana pantai. Ditemani hangatnya matahari terbit dan pasir putih, kami menelusuri pantai dan menemukan berbagai macam jejak hewan hutan. Berbagai jenis jejak kaki hewan mamalia mulai dari macan tutul hingga lutung.
Hutan pantai yang terletak berdekatan dengan Pantai Triangulasi juga tak luput dari penjelajahan kami. Tak ingin menyia-nyiakan waktu, kami segera menapaki kawasan hutan yang rimbun. Atmosfer hutan yang berbeda dari biasanya jelas sangat terasa ketika memasuki hutan ini. Dengan tingkat kelembapan yang tinggi,  suasana sejuk khas pantai kian terasa. Semakin kita beranjak menjauhi pantai, tingkat kelembapan mulai menurun. Seolah  semakin dalam kita memasuki kawasan hutan, sejuknya pantai pun juga perlahan menghilang dari bulu roma kami.
Hutan ini didominasi pohon nyampung (Calophyllum inophyllum), bogem (Baringtonia asiatica) dan pandan laut (Pandanus tectorius). Namun secara ke­seluruhan, taman nasional ini didominasi oleh tumbuhan dataran rendah, yakni berbagai jenis bambu. Dalam pe­nelitian terakhir disebutkan bahwa ada sedikit­­­­nya sepuluh jenis bambu yang hidup di hutan ini. Tanaman kedua yang paling endemik dan men­dominasi adalah sawo kecik (Manilkara kauki). Pen­jelajahan kami pungkasi dengan meng­­amati ber­bagai jenis tumbuhan mang­rove. Menginjak senja, kami segera keluar dari hutan dan beranjak me­nuju penginapan yang berada di per­batasan hutan dan pantai.
Tak puas dengan pen­jelajahan kami, saat matahari me­nampakkan sinarnya, kami kembali men­jelajah dengan tracking menuju Sadengan yang merupakan area padang rumput. Dari atas menara, Anda akan menjumpai kawanan banteng atau kijang yang sedang merumput. Waktu pengamatan terbaik adalah pada jam 06.00-09.00 dan 15.00-18.00 WIB. Sadengan yang merupakan padang pengembalaan sekunder memang dibuat oleh manusia, namun keberadaannya menjadi sangat penting karena merupakan habitat bagi mamalia besar, seperti banteng (Bos javanicus), kijang (Muntiacus muntjak) dan rusa (Cervus timorensis).
Setelah menempuh jarak yang panjang, akhirnya rasa lelah kami terbayar lunas dengan suguhan panorama indah Pantai Pancur. Dinamakan ‘pancur’ karena ada sungai yang mengalir sepanjang tahun ke laut melalui pantai yang agak terjal sehingga membentuk pancuran. Di pantai Pancur tracking kami berakhir dengan pengamatan Mollusca dan tanaman lautan (Alga) di daerah sekitar pantai. Di pantai ini juga terdapat batu karang mati yang berwarna hitam dan disebut dengan “Parang Ireng”. Di sana juga terdapat berbagai jenis fauna laut dan bahkan ada beberapa di antara kami yang menemukan hewan laut yang langka.
Di penghujung hari, kami berjalan di sepanjang bibir pantai dan menikmati panorama matahari terbenam. Rimbunan hutan dan hamparan laut juga kicau burung yang bersahutan mengajak kami hanyut dalam pesonanya. Pantai yang menghampar luas seolah tiada batas semakin membuktikan kekerdilan kami, para manusia di hadapan satu dari sekian banyak ciptaan Tuhan. Pemandangan senja ini menjadi penutup perjalanan kami.
Ada baiknya Anda mencoba berlibur mengunjungi tempat ini. Sambil mengamati eksotisme vegetasi Alam Purwo, Anda pasti akan terhibur pula dengan panoramanya. Selamat menikmati.
Penulis adalah mahasiswa
Pendidikan Biologi 2010