Oleh Syifaul Fuada

Kertas terbuat dari serat kayu dan ditemukan untuk pertama kalinya oleh orang berkebangsaan China, Tsai Lun pada tahun 101 Masehi. Kala itu orang yang dulunya menulis di atas papirus berguling ke kertas. Saat ini kertas dalam dunia percetakan telah diubah menjadi buku atau berbagai bentuk lain yang mengandung nilai informasi. Keberadaan buku-buku tersebut disimpan pada tatanan tertentu di sebuah wahana yang disebut perpustakaan. Buku-buku tersebut tersimpan rapi dimaksudkan untuk mempermudah seseorang dalam mencari informasi (Sulistyo-Basuki: 1993).
Kemajuan teknologi yang berupa internet ternyata telah mengubah paradigma dalam mencari informasi. Mencari informasi di internet diasumsikan paling mudah oleh sebagian besar orang, karena dapat dengan cerdas dan sepenuhnya menerapkan berbagai macam strategi penelusuran. Berbagai macam search engine, seperti Google, Yahoo, Bing, dll. telah menyediakan pencarian informasi dengan cepat.
Dalam pengelolaan perpustakaan sepenuhnya menggunakan konteks keilmuan, yakni manajemen yang terstruktur. Perpustakaan sebagai sarana pelestarian ilmu pengetahuan, pencarian, penyimpanan, dan sarana temu balik informasi yang diolah secara profesional. Sehingga mencari sumber informasi di perpustakaan sebenarnya jauh lebih mudah dibandingkan internet.
Pencarian informasi di perpustakaan lebih sedikit dibandingkan mencari informasi di warnet yang kian hari kian menjamur. Fasilitas wifi gratis di area kampus menjadi rebutan, bahkan sampai petang hari. Padahal sumber informasi dari internet diragukan validitas sumber acuan, kehandalan dan reabilitasnya. Internet telah dijadikan ajang bisnis saat ini, adanya fasilitas platform gratis telah menjadikan menjamurnya web-blog. Dengan demikian, pencari informasi harus jeli agar data yang didapat benar-benar shohih. Kita tidak tahu bahwa tulisan yang di-publish pada web-blog tersebut berasal dari mana.
Bila ingin mencari data yang valid, maka dalam mencari informasi haruslah dari situs-situs yang mempunyai kredibilitas dan integritas tinggi, misalnya situs-situs milik pemerintah. Pencarian informasi di internet haruslah memiliki keyword yang sesuai, agar tidak semakin menambah frustasi karena kesulitan mencari data. Begitu banyaknya konten di internet, sehingga mencari satu kata kunci saja bagaikan mencari jarum dalam tumpukan jerami.
Keberadaan internet membuat perpustakaan terkesan kurang penting. Namun pustakawan tak perlu menyikapinya dengan negatif dan menganggap internet bukanlah sebagai ancaman. Justru dengan kehadiran teknologi jika dikaitkan dengan perpustakaan maka hasilnya akan luar biasa. Misalnya saja dalam hal publikasi jurnal, e-book, ataupun kerja sama antarperpustakaan nasional ataupun internasional yang diwujudkan dengan perpustakaan online. Dengan demikian khazanah bacaan akan semakin luas.
Sebagai kaum intelektual muda pegiat akademis serta pengamal tridarma perguruan tinggi, mahasiswa dituntut aktif dalam meyuarakan pemikiran dan segala karya, baik dalam menjalankan kegiatan akademik perkuliahan, maupun dalam menyumbang pemikiran untuk memperbaiki nasib bangsa. Maka dari itu, mahasiswa membutuhkan sumber-sumber data yang valid yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan mencari bahan rujukan dan meningkatkan pendalaman atas pemikiran dan ide-idenya, tentunya peran perpustakaan sangatlah penting untuk memenuhi kebutuhan informasi yang diperlukan.
Keberadaan perpustakaan dengan sumber-sumber yang valid, sebenarnya dapat menjauhkan mahasiswa dari perilaku plagiat atau plagiarisme. Bagaimana tidak, dengan internet kita dapat dengan leluasa copy–paste, istilahnya “control C+Control V” atau bahkan dengan sedikit editing sehingga menjadi istilah copasdit. Hal tersebut membuat informasi yang diperoleh dikemasulang dan menjadikannya lambang intelektual mahasiswa, yang demikian sungguh ironis.
Hal ini berbeda dengan perpustakaan, mahasiswa diwajibkan membaca buku-buku ataupun sumber-sumber informasi yang relevan lainnya, setelah itu menceritakan kembali (menarasikan) dalam tulisan berdasarkan pemahaman yang mereka dapat. Sehingga, daya analisis, kritis, dan daya solusi praktis dari mahasiswa secara tidak sadar akan terlatih dan semakin tajam dalam menyumbangkan solusi atas persoalan yang dihadapi.
Mahasiswa dan perpustakaan sebagai sumber informasi bagaikan burung dan udara, suatu sistem yang sejatinya tidak dapat dipisahkan. Perpustakaan akan dirasakan eksistensinya sejauh mana peran perpustakaan tetap diperlukan oleh penggunanya, seperti layaknya burung yang selalu membutuhkan udara untuk bisa terbang dan hidup.
Dengan kemajuan teknologi yang menjadikan segalanya serba mudah seperti sekarang, seyogyanya kita tidak melupakan fungsi dan peran perpustakaan. Biar bagaimanapun, sumber informasi dengan bentuk cetakan mampu memberikan nuansa tersendiri terhadap tingkat membaca. Semoga saja, kehadiran beragam informasi dalam bentuk digital (internet), tidak menindih kebiasaan membaca dalam bentuk tercetak yang telah lama memasyarakat.
Sebagai sosok intelektual muda, hendaknya kita memanfaatkan hasil-hasil dari perpustakaan sebagai wadah untuk membuka jendela dunia dengan segala jenis ilmu pengetahuan. Mari kita membudidayakan perpustakaan untuk melahirkan pemikiran-pemikiran dan langkah nyata untuk kemajuan bangsa Indonesia. Semoga bersama-sama, kita bisa membangun Indonesia ke arah yang lebih baik.
Penulis adalah mahasiswa Teknik Elektro 2010 dan bergiat di UKM Penulis