Judul Buku          : Zalzalah (Biarkan Cinta Sampai pada Akhirnya)
Penulis                 : Masdhar Z
Penerbit              : Semesta, PRO-U Media
Tahun Terbit      : 2009
Tebal                    : 325 halaman
Peresensi            : Rialita Fithra Asmara

Segala yang fana wajiblah musnah, hanya Tuhan yang Mahabaka yang akan tetap kekal. Segala sesuatu yang ada di dunia ini pasti ada akhirnya. Mungkin juga cinta. Untaian kalimat yang cukup indah untuk mengakhiri novel perdana garapan Masdhar ini. Sebuah novel yang mampu menghantarkan kita pada kesimpulan bahwa sang penulis mampu menjelmakan dirinya menjadi seorang perempuan yang begitu paham dunia jiwa sang perempuan. Begitu lembut, begitu menyentuh.
Sesuai dengan judulnya, Zalzalah yang berarti goncangan maka alur novel ini juga penuh goncangan dengan akhir yang tak terduga. Selain itu, peristiwa gempa yang terjadi di Yogyakarta juga menjadi salah satu latar di dalam novel ini. Kehadiran latar tersebut seolah-olah semakin mengukuhkan novel ini untuk layak diberi judul Zalzalah.
Novel ini berkisah tentang kehidupan tokoh Milati, Misas, dan Hurin. Pergolakan konflik berkutat di antara mereka bertiga. Konflik masih berkutat tentang cinta diantara ketiganya, pemahaman masing-masing tokoh tentang ajaran agama membuat mereka mempunyai persepsi sendiri tentang cinta.
Jika Anda membaca novel ini dengan seksama, Anda tak hanya disuguhkan kisah cint yang dramatis tetapi juga selaksa nilai hikmah kehidupan. Satu lagi, Anda akan menemukan betapa mahir penulis meramu dan menghasilkan kata-kata yang terkadang tak lazim digunakan. Netra raya siang sudah lelah dan hampir terpejam di balik kelopak ufuk barat (halaman 8).  Kata-kata itu tak hanya dirangkai dalam sebuah kalimat yang memikat tapi dipilih dengan penuh perhitungan.
Cerita bermula dari gadis panti di sore hari bernama Milati, seorang anak yatim piatu yang dititipkan di panti asuhan. Panti asuhan yang sekaligus juga pesantren. Di sanalah Milati belajar tentang kehidupan. Ia berteman akrab dengan Syaqib. Seorang pemuda yang senasib dengannya dan diam-diam mencintai Milati. Namun, Milati tak kunjung merasa bahkan ketika Syaqib dikejar-kejar oleh gadis. Gadis itu telah terpesona dengan kebaikan hati Syaqib tetapi hati Syaqib sama sekali tak terikat dengan gadis itu. “Karena hatiku sudah untuk oaring lain” (halaman 32) begitu kata Syaqib.
Konflik mulai muncul ketika tumbuh benih-benih cinta antara Milati dan Misas. Misas adalah mahasiswa S2 lulusan Yaman. Namun, karena Misas telah dijodohkan dengan Hurin, cinta mereka tak bisa bersatu. Sebenarnya cinta mereka bisa diperjuangkan. Sayang, Milati membohongi kata hatinya dengan mempertimbangkan banyak hal.
Konflik semakin mencuat ketika Misas dan Hurin menikah dan Milati harus hidup serumah dengan suami istri itu. Hal ini dikarenakan Hurin adalah seorang gadis buta, dan Milati adalah orang kepercayaan yang dipercaya bisa menjaga Hurin.
Pernikahan Misas dan Hurin bukan malah memupus rasa cinta Misas kepada Milati atau sebaliknya. Bahkan Milati begitu dicekam rasa cemburu dan ia selalu ingat akan rasa cintanya kepada Misas seperti yang terlihat dalam puisi yang ditulis oleh Milati di bawah ini.

Kenangan-kenangan selalu terawang
Meskipun lepas ia terbuang
Kenangan tak pernah pelit
Meskipun ia pahit berbelit-belit

Kini kemana kan kubagi duka
Jika kenangan selalu saja       murka
Cukuplah aku bermuram durja

Bukankah semua kan mengalir saja (hlm. 209—210)

Sebuah akhir cerita yang yang sudah bisa diduga tersaji menjadi ending yang kurang begitu apik. Sebuah ending yang sering kita jumpai pada cerita-cerita kebanyakan. Namun apa pun itu, novel besutan anggota FLP (Forum Lingkar Pena) Malang ini mampu memberikan nasihat berharga dalam menyikapi cinta. Utarakan atau pendam dan membawa timbunan luka yang mungkin entah kapan bisa disembuhkan. Sebuah pilihan yang sulit dan pilihan mana yang terbaik, Anda bisa menemukan jawabannya di dalam novel ini. Selamat membaca dan digoncangkan!

? Peresensi adalah alumnus Sastra Indonesia UM dan guru Bahasa Indonesia SMAN 3 Malang