Oleh: Isnaini Yulianita Hafi

Pertanyaan pertama yang harus dimunculkan adalah mengapa semakin banyak orang tua yang sangat berambisi untuk  semakin dini mendorong anak-anaknya mampu berbahasa Inggris? Berdasarkan hasil pengamatan, faktor utamanya adalah karena masyarakat kita dibombardir dengan segala sesuatu yang berbau impor, segala yang dibayang-bayangi tema globalisasi. Akhirnya, muncullah pandangan bahwa kita menjadi modern (maju) saat bisa berbahasa Inggris dan segala yang kita lakukan sehari-hari terkait hal-hal yang datang dari luar (diimpor).
Kalau ditinjau motivasinya secara pribadi, kemungkinan ada beberapa faktor di belakangnya. Pertama, orang tua memang berencana untuk menyekolahkan anaknya ke luar negeri atau untuk pindah berdomisili di luar Indonesia. Ini muncul dari faktor kebutuhan.
Kedua, faktor kedua ini sering terjadi yaitu motivasi orang tua lebih banyak didasari gengsi. Bangga rasanya saat anak bisa mengucap kata-kata berbahasa asing. Hal itu karena ada perasaan maju atau modern.
Namun, jika kita coba bertanya kritis, untuk mayoritas masyarakat Indonesia, apakah ada kebutuhan anak untuk segera bicara bahasa asing, berkomunikasi secara aktif dalam bahasa Inggris? Di rumah, apakah komunikasi dijalankan dalam bahasa Inggris? Lalu di masyarakat luar rumahnya, bahasa Inggriskah? Saya kira jawabannya tidak. Lalu apa dan bagaimana selanjutnya? Ini yang harus kita lihat lebih jauh.
Tidak terbantahkan bahwa bahasa Inggris adalah bahasa paling penting di dunia. Jumlah penuturnya tersebar di seluruh penjuru dunia baik sebagai bahasa pertama (first language), bahasa kedua (second language) atau bahasa asing (foreign language). Di Indonesia kedudukan dan fungsi bahasa Inggris adalah sebagai bahasa asing. Bahasa Inggris merupakan bahasa asing terpenting, jauh di atas bahasa-bahasa asing lainnya yang juga dipelajari di Indonesia. Bidang studi bahasa Inggris sudah diajarkan mulai Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan sederajat. Bahkan, belakangan bahasa Inggris pun sudah mulai dikenalkan kepada murid tingkat Sekolah Dasar (SD).
Dikembangkannya Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah sebuah bukti lain betapa pentingnya bahasa Inggris. Diharapkan para siswa yang bersekolah di SBI apabila ingin melanjutkan pendidikan di luar negeri (terutama di negara yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pertama) tidak akan mengalami kesulitan dalam proses belajar karena sudah terbiasa belajar dengan menggunakan bahasa pengantar dalam bahasa Inggris serta kurikulum yang diadopsi dari negara tersebut.
Penguasaan bahasa Inggris sungguh berdampak sangat positif. Dengan semakin banyak orang yang mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris maka akan semakin cepat pula proses transfer ilmu pengetahuan karena banyak buku yang ditulis dalam bahasa Inggris.
Selain dampak positif tersebut ada pula dampak nega¬tif bahasa Inggris jika penggu-naannya tidak tepat. Maraknya SBI di Indonesia membuat sekolah-sekolah di Indonesia ini menjadi kalang kabut. Tanpa pengetahuan yang lengkap banyak pihak yang berlomba-lomba mendirikan SBI. Mereka hanya berpikir bahwa SBI adalah sekolah yang menggunakan bahasa Inggris. Akhirnya, demi mewujudkan cita-cita tersebut diambillah jalan keluar tercepat, yakni menggunakan metode bilingual.
Metode bilingual diterapkan begitu saja di Indonesia seiring dengan keinginan melahirkan SBI. Secara kultur di masyarakat kita terjadi kondisi bilingual/multilingual tetapi dengan bahasa daerah, bukan bahasa Inggris. Namun, karena masyarakat Indonesia saat ini ingin dianggap progresif atau trendy dengan mengacu pada negara lain yang tidak memiliki bahasa nasional (contoh: Singapura), maka yang terjadi adalah anak-anak yang belum menemukan jati dirinya sebagai orang Indonesia menjadi gamang atau kacau konsep bahasanya.
Lalu pertanyaan yang muncul adalah bagaimana nasib bahasa ibu pada siswa dwibahasa? Pasti ada kesenjangan sosialisasi dengan keluarga besarnya. Bisa jadi seorang anak menganggap rendah bahasa dan budaya orangtuanya karena sejak kecil “dicekoki” bahasa asing. Di sinilah letak ketidaksesuaian dengan budaya Indonesia, menghormati orang lain terutama orang tua.
Para orang tua seharusnya tahu bahwa proses belajar anak sangat unik. Cara, pendekatan, dan waktu untuk memperkenalkannya dengan bahasa baru sangat penting. Ada tahapan-tahapan yang perlu diperhatikan. Seharusnya, pertama-tama anak menguasai bahasa ibunya, bahasa Indonesia. Misalnya, colours dikenalkan setelah anak paham dengan baik warna-warna dalam bahasa Indonesia. Jika anak dipaksa mempelajari bahasa asing sebelum identitasnya sebagai orang Indonesia yang berbudaya tertanam, maka anak akan mengalami kegamangan dan budaya yang terangkum dalam bahasa yang dipelajarinya akan tertanam dalam dirinya sejak dini. Hal ini benar-benar terjadi ketika seorang anak yang masih duduk di bangku SD diberi pelajaran tentang pengenalan warna. Gurunya mengatakan bahwa warna tomat adalah merah. Lalu seorang anak berteriak lantang menyalahkan perkataan gurunya karena menurut dia warna tomat adalah red, bukan merah.
Penulis adalah guru bahasa Indonesia SMAN 3 Malang dan Mahasiswa PPs UM