Oleh: Guk Sueb

Fenomena yang ada saat ini adalah euforia masyarakat terhadap seni tontonan sangat tinggi. Seni tontonan dapat berupa bagaimana seni musik melalui konser, hingga dunia perfilman. Sebagai seni tontonan, film merupakan seni tontonan yang berkembang sangat pesat di dunia hiburan. Seiring dengan perkembangannya, film juga semakin luas dalam hal fungsi dan esensinya. Ketika pada awalnya film digunakan (hanya) sebagai seni tontonan dan hiburan, dewasa ini film berkembang menjadi media seni yang mampu mentransformasi nilai-nilai kemanusiaan, religi, pendidikan, hingga tentang nasionalisme.
Dalam kaitannya dengan nilai-nilai nasionalisme, film mampu memberikan sebuah stimulus kepada masyarakat akan pentingnya rasa nasionalisme dan rasa cinta tanah air. Stimulus itu tersampaikan melalui nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya, baik secara eksplisit maupun implisit.
Nilai-nilai nasionalisme dapat berupa bagaimana cinta kita terhadap negeri ini dalam aspek pendidikan, menghargai pahlawan, sosial budaya, hingga politik. Dengan pesan-pesan yang disampaikan dari berbagai aspek diharapkan kita mempunyai inspirasi untuk lebih mencintai negeri ini dengan cara yang kita pahami dan dalami di berbagai aspek.

Nagabonar jadi 2
Sebuah film epik yang mampu memadahi semua aspek yang dibutuhkan seorang individu maupun sekelompok masyarakat. Film Nagabonar jadi 2 ini mengandung nilai-nilai nasionalisme yang tinggi. Nilai-nilai yang tinggi ini mampu disampaikan dengan sangat ringan dengan diselingi bumbu-bumbu jenaka hingga kehidupan keluarga.
Misalkan fenomena bagaimana Bonaga begitu yakin menggagalkan kerja samanya dengan bangsa asing dalam mengembangkan sumber daya alamnya. Atau ketika Nagabonar menyindir dengan prestasi sepak bola kita yang tidak bagus lantaran tidak adanya lahan untuk bermain sepak bola karena berkembangnya bisnis properti macam perumahan-perumahan, atau sejenisnya. Adegan-adegan seperti ini merupakan sebua pesan yang ringan dan sangat mudah untuk diterima dengan nilai yang sangat dalam ketika kita mampu memaknainya lebih jauh.
Hingga pada puncaknya, rasa nasionalisme terhadap pahlawan ditunjukkan dengan bagaimana Nagabonar dengan beraninya memanjat patung Jendral Soedirman untuk menurunkan hormatnya—karena yang seharusnya hormat adalah kita, bukan Jendral Soedirman. Sekalipun kita layak untuk mendapatkan hormat itu jika dan hanya jika kita mampu memberikan sumbangsih kita bangsa paling tidak setara dengan bagaimana perjuangan Jendral Soedirman kala itu dalam perang kemerdekaan.
Masih banyak pesan-pesan yang disampaikan di dalam film ini yang mampu menumbuhkan kemlai rasa nasionalisme kita. Pesan-pesan sejenis dapat kita dapatkan pula pada film Denias hingga Laskar Pelangi baru-baru ini. Di dalam film-film itu, kita bisa menjumpai bagaimana generasi bangsa berjuang untuk menjadi bangsa yang baik dengan terus berusaha keras dalam meraih pendidikan.
Ironisnya, film-film nasional yang berkembang saat ini bagitu didominasi dengan tema-tema kenakalan remaja, horror, hingga humor saja. Jika ada film yang bertemakan sains fiksi, patriotisme, sosial, dan sebagainya datang dari dunia Barat, yang justru akan membuat seni-seni nasional kita tidak mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Kembali lagi ditekankan bahwa nasionalisme merupakan sebuah kebutuhan mutlak dari sebuah masyarakat dalam sebuah Negara untuk menciptakan persatuan dan kesatuan yang kokoh. Seyognya, film-film dengan tema nasionalisme seperti inilah yang harus terus dikembangkan. Dengan demikian, adalah kewajiban kita sebagai masyarakat yang beradab dan berbudaya untuk terus menciptakan karya-karya seni yang mampu menumbuhkan rasa nasionalisme.

?Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris Universitas Negeri Malang