Oleh Didik Dwi Prasetya

Pembaca majalah Komunikasi yang budiman, baru saja kita melewati dua momen penting di bulan Mei, yaitu hari Pendidikan Nasional dan hari Kebangkitan Nasional. Dua peringatan ini memiliki makna sangat esensi di dalam kerangka peningkatan sumber daya manusia.
Melalui tema Meningkatkan Kualitas dan Akses Berkeadilan, peringatan hari Pendidikan Nasional memiliki tujuan untuk memperkuat komitmen seluruh pemangku kepentingan pendidikan tentang urgensi pendidikan bagi peradaban dan daya saing bangsa. Di sisi lain, hari Kebangkitan Nasional mengangkat tema Dengan Semangat Kebangkitan Nasional, Kita Wujudkan Demokrasi Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Menuju Indonesia yang Maju dan Modern dalam Bingkai NKRI. Tema ini memiliki tujuan utama untuk memelihara, menumbuhkan, dan menegakkan nilai-nilai luhur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Memang ironisĀ  jika tema pada peringatan nasional yang sangat memotivasi masih belum dibarengi dengan kesadaran dari berbagai pihak, khususnya para tokoh yang seharusnya menjadi teladan kita semua. Berbagai persoalan masyarakat yang akhir-akhir ini mengemuka seperti korupsi, kecurangan, perampasan, kekerasan, perusakan, pornografi, dan penggunaan obat-obatan terlarang merupakan akibat menipisnya kualitas karakter seseorang. Lebih mengkhawatirkan lagi, kondisi ini mulai menjamah aset bangsa yang tak ternilai, yaitu anak-anak dan remaja.
Dampak krisis multidimensi yang terjadi diyakini menjadi salah satu faktor penyebab Indeks Pembangunan Manusia Indonesia berada pada posisi menengah (termasuk terendah di antara negara-negara pendiri ASEAN), yaitu peringkat ke-121 dari 187 negara (UNDP, 2013). Persoalan-persoalan tersebut muncul karena lemahnya aspek emosional dan lunturnya nilai-nilai spiritual dan karakter masyarakat. Karakter merupakan nilai dasar perilaku yang mencerminkan jati diri masyarakat suatu bangsa. Karakter pula yang mendorong suatu bangsa menuju kemuliaan atau kehancuran. Penerapan karakter melalui pendidikan yang komprehensif dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena dapat membangun generasi baru yang lebih baik.
Dalam kondisi seperti ini, tidak salah jika pendidikan dijadikan sebagai upaya untuk mengatasi persoalan-persoalan. Pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Sebagaimana ditegaskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, M. Nuh, koefisien korelasi pendidikan terhadap indeks pembangunan manusia adalah 0,99. Artinya, pendidikan memiliki kontribusi terhadap peningkatan indeks kesehatan dan indeks kesejahteraan. Pendidikan merupakan sistem rekayasa sosial terbaik untuk meningkatkan modal pengetahuan sebagai modal utama dalam meningkatkan kesejahteraan, mencerdaskan bangsa, dan meningkatkan harkat serta martabat sekaligus untuk membangun peradaban yang unggul. Di sinilah peran penting dunia pendidikan dan kebudayaan dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Pendidikan harus terjadi di semua bidang, tidak hanya di sekolah, tetapi di masyarakat dan rumah. Tentunya, pendidikan yang baik adalah pendidikan yang cerdas dan komprehensif, mencakup aspek intelektual, emosional, serta spiritual. Oleh karena itu, agar pendidikan mampu melahirkan anak bangsa yang tangguh dan bermartabat, kebijakan pendidikan harus diarahkan pada penekanan akan pentingnya anak-anak menjadi insan cerdas komprehensif.
Rasanya tidak ada waktu lagi bagi kita untuk berlama-lama merenungi apalagi menyesali persoalan-persoalan yang telah terjadi. Serangkaian PR besar sudah menghadang di depan mata dan mendorong kita untuk segera bangkit. Komitmen Indonesia untuk memenuhi Tujuan Pembangunan Milenium PBB yang diberi tenggat tahun 2015 sudah semakin dekat, salah satu tujuannya adalah mencapai pendidikan dasar secara universal. Belum lagi kesiapan kita menghadapi implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 yang merupakan bentuk integrasi ekonomi ASEAN.
Penyunting