Suasana PPL di dalam kelas

Tertanggal 27 Agustus 2013, mata kuliah PPL (Praktik Pengalaman Lapangan) semester gasal dimulai kembali. Mahasiswa UM yang telah menempuh kuliah prasyarat wajib mengikuti program tersebut. Seperti tahun-tahun sebelumnya, PPL dibagi menjadi dua fase, yaitu PPL I dan PPL II. PPL I dilaksanakan di kampus yang difasilitasi oleh dosen pembimbing. PPL II dilaksanakan di sekolah, didampingi oleh dosen pamong dan guru pamong.
Namun, ada sekelumit masalah dalam PPL kali ini. Masalah itu berkaitan dengan diresmikannya penyelenggaraan Kurikulum 2013. Meskipun hanya beberapa sekolah yang diwajibkan untuk mencanangkan kurikulum itu, pihak Diknas Kota Malang berinisiatif agar Kurikulum 2013 dilaksanakan tidak hanya di sekolah-sekolah pioner saja.
Pencanangan kurikulum baru tersebut sempat membuat mahasiswa PPL kelabakan. Beruntung UM sanggup mengantisipasinya. Seperti Jurusan Sastra Indonesia, misalnya yang langsung berinisiatif mengadakan workshop kilat Kurikulum 2013 saat PPL I. Mahasiswa dibekali mulai dari penyusunan program tahunan, program semester, silabus, rancangan pelaksanaan pembelajaran, hingga cara mengevaluasi siswa. Dalam pembimbingan PPL I, Prof. Dr. H. Abdus Syukur Ghazali menerangkan bahwa hal esensial dalam Kurikulum 2013 adalah menggunakan pendekatan saintifik dan pembelajaran berbasis teks.
Dalam standar isi Kurikulum 2013, khususnya SMP, pelajaran Bahasa Indonesia sempat mencuri perhatian. Dari sekian pelajaran yang ada, Bahasa Indonesia memiliki jam ajar terbanyak, yaitu 6 x 40 menit tatap muka. Selain itu, pembelajaran berbasis teks membuat guru harus mencari bahkan menyusun teks sebagai media sekaligus sumber belajar siswa. Di PPL I selama 2 minggu itulah, mahasiswa dilatih secara cepat untuk menyusun perangkat pembelajaran yang sesuai dengan rumusan Kurikulum 2013. “Sempat merasa bingung, sebab sudah bertahun-tahun mempelajari KTSP, sekarang akan praktik mengajar kurikulumnya baru dan sama sekali berbeda. Namun, tidak apa, ini adalah tantangan dan pembelajaran bagi seorang calon guru seperti saya,” ungkap Novita Alfatana, mahasiswa Sastra Indonesia angkatan 2010.
Setelah PPL I usai, PPL II pun dilaksanakan mulai tanggal 27 Agustus 2013 hingga 5 Oktober 2013. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. PPL tahun ini dilaksanakan hanya enam minggu. “Sayang sekali jika PPL hanya enam minggu saja. Padahal titik puncak kuliah keguruan kan saat PPL,” ungkap I Dewa Ayu, mahasiswa HKn yang sedang menempuh PPL. Pihak sekolah pun sempat ragu saat PPL dimampatkan menjadi 6 minggu dan dibuat 2 gelombang. “Sebetulnya, saya lebih suka tahun-tahun lalu, menurut saya terlalu instan jika PPL itu hanya enam minggu. Dengan waktu yang singkat ini, sulit dimungkinkan mahasiswa akan menyerap ilmu secara maksimal dari sekolah,” ujar Bapak Gatot selaku koordinator PPL dari SMPN 15 Malang.
Lain halnya dengan Ibu Siti Masruroh selaku guru Bahasa Indonesia di SMPN 15 Malang. Ia mengungkapkan bahwa PPL enam minggu membuat semua lebih efisien. Mahasiswa berusaha untuk total dalam menyampaikan materi, sebab waktu yang diberi oleh pihak kampus sangat singkat. Hal itu justru menjadi tantangan bagi mahasiswa. “Kurikulum 2013 ini sebetulnya menguji kompetensi guru. Jika guru dapat melaksanakan dengan baik maka saya yakin pembelajaran akan sukses. Sebab bidikan kurikulum baru ini tidak hanya kognitif, tapi juga karakter. Capaian karakter itu jelas tercantum di standar isi sehingga harus benar-benar dibelajarkan dan diukur,” ungkapnya. “SMPN 15 ini sudah menerapkan esensi karakter itu, dengan menyediakan jam khusus di pagi hari untuk Imtaq siswa.”
SMPN 15 Malang sebetulnya bukanlah sekolah pioner Kurikulum 2013. Namun, atas kebijakan Diknas yang berinisiatif untuk segera mengaplikasikan Kurikulum 2013 di Malang, SMPN 15 Malang pun menerapkan kurikulum tersebut di kelas VII. Hal itu tentu mengundang beberapa kendala. Seperti keterbatasan sarana prasarana, buku ajar, dan kreativitas guru. Beruntung pihak sekolah segera menggalang rapat komite guna mencukupi kebutuhan Kurikulum 2013. “Sebetulnya di awal sempat dijumpai banyak kendala, tetapi kami sudah terbiasa dengan hal baru dan menyesuaikan diri. Kami segera mengumpulkan orang tua murid untuk membentuk komite sekolah. Kemudian merancang anggaran untuk buku dan keperluan lain,” ungkap Bapak Gatot selaku Wakil Kepala Sekolah bidang Hubungan Masyarakat SMPN 15 Malang.
Bagi mahasiswa sendiri, berkesempatan menguji coba Kurikulum 2013 secara langsung sebetulnya merupakan kesempatan emas. Mahasiswa dapat mengkristisi secara objektif setelah mengalami sendiri menggunakan kurikulum baru. “Menurut saya, saya justru merasa lebih kreatif saat membelajarkan materi dengan KTSP. Kompetensinya lebih nyata, dan apa yang harus siswa capai itu jelas,” opini Endah Kusumaningrum, mahasiswa PPL Sastra Indonesia, yang mengajar dengan Kurikulum 2013 di SMPN 15 Malang.
“Seperti pembelajaran musikalisasi puisi yang ada di KTSP, itu sangat seru dan melatih siswa untuk kreatif. Tapi sayang, di Kurikulum 2013 guru cenderung harus memperhatikan esensi pelajaran dengan buku dari pemerintah. Materi-materi seperti musikalisasi atau drama pun sangat minim. Mungkin memang harus banyak belajar untuk dapat mencanang Kurikulum 2013 di sekolah,” tambahnya. Sedangkan untuk pelajaran Penjaskes, tidak begitu banyak kendala. “Pada hakikatnya pelajaran Penjaskes di kurikulum baru dan kurikulum lama hampir sama. Sebagai calon guru Penjaskes saya tidak menemukan kendala yang berarti,” ungkap Agus Widjaratno mahasiswa PPL dari Jurusan PJKR-UM.
Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Oleh Wida Setya Purnama