Nama : Prof. Dra. Utami Widiati, M. A., Ph. D. (Utami)

TTL : Lawang, 13 Agustus 1965

Alamat : River Side Kav. D-412, Blimbing, Malang.

Bidang ilmu : Teaching English as a Foreign Language

Riwayat Pendidikan :

S-1 Pendidikan Bahasa Inggris, IKIP Malang, Indonesia. S -2 Pendidikan Dasar, Spesialisasi Bahasa, College of Education, University of London, Great Britain. S-3. TESOL, Monash University, Australia. Other: Certificate, RELC, Singapore.

Riwayat Pekerjaan :

• Staf pengajar Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra, UM (1990—sekarang)

• Staf pengajar Program Studi Bahasa Indonesia SD Pascasarjana UM (1997—2007)

• Staf pengajar Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Pascasarjana UM (2005—sekarang)

• Staf pengajar Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Pascasarjana UM (2005—sekarang)

• Ketua Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra UM (2006—2011)

• Wakil Direktur 1 Pascasarjana UM (2011—2015)

• Dekan Fakultas Sastra UM (2015—sekarang) 

Menjalani kehidupan kampus sehari-hari dengan segala tugas dan kewajiban yang diemban oleh mahasiswa tentu sangat melelahkan. Lantas, bagaimana rasanya menjadi mahasiswa S-3 sekaligus menjadi seorang ibu rumah tangga? Apalagi di negeri orang. Inilah kisah luar biasa sosok kartini masa kini, Prof. Dra. Utami Widiati, M.A., Ph.D. Wanita yang akrab dipanggil ‘dek’ oleh suami tercintanya dan “mama” oleh anak-anak tersayangannya ini memiliki kisah menarik yang penuh inspirasi, terutama bagi mahasiswi-mahasiswi UM yang nantinya akan menjadi calon ibu . Inilah hasil wawancara langsung bersama, Prof. Utami, Dekan Fakultas Sastra dua periode.

Bu Utami saat pertemuaan wali mahasiswa di fakultas sastra

Apa saja kesibukan Ibu di rumah?

Di rumah kebetulan saya punya empat anak, yang pertama menjadi dosen di UNDIP, Semarang dan sudah memberi kami (saya dan suami, red.) satu cucu. Sekarang dia sedang menempuh pendidikan S-3 di Griffith University, Brisbane, Australia.

Kemudian yang kedua, mengambil master di Universitas Kebangsaan, Malaysia. Sekarang anak saya yang ketiga mondok di Pesantren Ilmu Al-Quran, Singosari. Anak keempat masih SMP mondok di AlRifa’i. Keempat anak saya tidak ada yang di rumah, suami saya tahun kemarin juga sudah pensiun. Jadi, sekarang saya dan suami berdua di rumah, seperti manten baru.

Apakah Ibu memang menyukai bahasa Inggris sejak dulu?

Dulunya saya sangat suka matematika karena waktu SMA saya dari jurusan IPA. Saat mendaftar masuk kuliah, saya ambil matematika sebagai pilihan pertama dan bahasa Inggris sebagai pilihan kedua. Namun, ternyata jodoh saya ada di bahasa Inggris. Saya merasa sangat kesulitan dengan bekal bahasa Inggris saya yang sangat kurang. Dulu sempat ingin pindah jurusan, tapi dilarang oleh kedua orang tua. Ternyata memang di sini jalan saya, melalui bahasa Inggris saya mendapatkan kesempatan studi ke luar, menjadi dosen, dan lain sebagainya.

Bagaimana perjalanan pendidikan Ibu setelah lulus S-1?

Setelah lulus S-1 saya menjadi dosen di IKIP Malang tahun 1990. Pada waktu itu, lulusan S-1 sudah bisa menjadi dosen. Dari situ saya baru memiliki keinginan untuk melanjutkan S-2. Akan berbahaya jika dosen tidak sekolah lagi. Kami dari bahasa Inggris, yang ada di cita-cita, studi lanjutnya kalau bisa pasti keluar negeri. Hingga akhirnya saya mendapatkan beasiswa untuk bisa melanjutkan studi S-2 di University of London, Inggris dan selesai selama 1,5 tahun. Namun sayangnya, saya tidak bisa membawa keluarga ke sana. Padahal, posisi saya sudah mempunyai dua anak. Berat sekali rasanya terpisah dengan keluarga karena waktu itu jaringan komunikasi tidak semudah sekarang. Kalau sekarang hampir setiap hari saya bisa video call-an dengan cucu dan anak saya.

Dari pengalaman S-2 itu, apa yang menjadi pertimbangan ibu untuk lanjut S-3?

Dari pengalaman S-2 saya akhirnya mencari beasiswa yang memperbolehkan membawa serta keluarga. Namun, perjuangannya memang luar biasa sekali karena tidak cukup hanya apply sekali. Saya sempat lolos hingga tes waancara, tapi ternyata gagal dan mencoba kembali di tahun berikutnya. We try hard, we work hard, we pray hard. Saya hanya bisa berdoa dalam hati, kalau memang ada kesempatan S-3 dan membawa keluarga, saya bisa lanjut. Saya berharap, di sana anak-anak bisa sekolah gratis, mendapatkan asuransi, dan segala macem. Alhamdulillah, pada tahun 2001 saya diterima di Monash University dan menyelesaikan studi selama 33 bulan.

Menjadi mahasiswa S-3 di luar negeri dengan membawa keluarga tentu tidaklah mudah, apa kendala yang Ibu hadapi di sana?

Pengaturan waktu. Selain menjadi mahasiswa, saya harus menjalani kewajiban menjadi seorang ibu. Saya harus menyiapkan pakaian, makanan, dan segala hal untuk suami dan anak-anak. Saya akan pergi ke kampus setelah anak-anak berangkat sekolah dan dan suami berangkat kerja. Jam 9 pagi anak-anak dan suami berangkat, kemudian jam setengah 4 mereka pulang. Saya sendiri harus berangkat ke kampus setiap hari untuk mengerjakan disertasi, Saya harus disiplin untuk hal ini, walaupun tidak ada kuliah, karena memang by research, langsung penelitian.

Saya harus memaksa diri saya berangkat tiap hari ke kampus agar bisa lulus dengan cepat. Di semester 3 saya sempat pulang ke Indonesia untuk mengambil data dan meninggalkan anak dan suami di sana. Selama di Australia, suami saya bekerja di bakery yang menyuplai roti untuk maskapai penerbangan. Sering kali suami pulang dari bekerja dengan membawa roti roti yang di-reject oleh toko, namun yang pasti tetap aman dan enak, hanya kadang bentuknya tidak terlalu perfect.

Bagaimana tanggapan suami terhadap aktivitas ibu selama ini?

Suami saya selalu mendukung. Alhamdulillah beliau selalu support saya, terbukti saat saya mengambil studi S-2 beliau mengizinkan saya dan rela untuk tetap tinggal di Indonesia bersama anak-anak. Waktu saya lanjut untuk studi S-3, beliau juga rela mengambil cuti PNS di luar tanggungan negara (cuti tanpa menerima gaji) selama tiga tahun. Beliau mempunyai prinsip bahwa istrinya sedang diamanahi oleh Allah untuk mengemban tugas-tugas tersebut dan dibutuhkan oleh orang banyak. Sehingga, beliau selalu rida terhadap apa yang saya lakukan. Di sini saya tidak bekerja karena dalam islam seorang istri dilarang untuk bekerja. Saya niat keluar dari rumah tidak dalam rangka mencari nafkah, tetapi untuk membagikan apa yang dititipkan Allah kepada saya.

Apakah Ibu punya Q-time bersama keluarga?

Untuk quality time, mulai setelah maghrib hingga isya, biasanya kami ngaji bareng di rumah, kemudian dilanjut dengan belajar. Kami juga sering mengajak anak-anak hadir kajian di Masjid Sabilillah dan Masjid Jami’ antara Maghrib-Isya. Mereka senang bisa ikut, sambil membawa buku PR-nya, mereka ngerjain PR di masjid. Setelah itu, kami akan mampir-mampir, mungkin ketempat makan, seperti Pizza Hut, Lesehan Jogja, atau mampir ke toko buku beli buku komik, dll.

Apa pesan ibu untuk mahasiswa UM?

Dalam hidup ini, tugas kita adalah berusaha sekuat tenaga. You work hard, you study hard dan jangan lupa, you pray hard. Mudah-mudahan Allah mudahkan urusan kita. Kita bisa begini, bisa begitu, bukan karena kita pinter ya, tapi memang ada bantuan dari Allah. Saya kalau di rumah membisakan kepada anak-anak untuk sering silaturahmi ke orang tua dan setiap hari Jumat mereka dibiasakan minta maaf ke saya dan suami. Sering-seringlah berbuat baik, sering-sering menolong. Terkadang saat situasi sulit ada saja pertolongan yang datang dan itu bisa jadi adalah bibit-bibit perbuatan baik yang dilakukan oleh orang tua kita dahulu.Nilam

Perempuan dan pilihan Perempuan hadir dengan tuntutan, Namun perempuan bisa menjadi multiperan Dilema akan pilihan, selalu jadi keraguan atas amanat Mengembangkan bakat atau melawan kodrat Padahal menjadi ibu dan terus berkarya adalah peran yang bisa dipilih bersama Pilihan untuk saling melengkapi dan bukan saling menegasi “