Oleh: Kiki Ratnaning Arimbi, A.Ma

“Apa pelajaran yang paling tidak disukai?”,
“Matematika”
Pendapat itu sah-sah saja apabila diperkuat eksistensi-nya dengan pembelajaran yang “me-jlimet-kan” bukan “meng-clear-kan”.  Beberapa pendapat dalam psikologi secara exsplisit mengatakan bahwa ketika seseorang telah mencurahkan perasaannya pada sesuatu –entah itu membenci, tidak suka atau hal semacamnya— maka seseorang tadi akan menarik diri dari sesuatu yang menurut input informasi otaknya telah dianggap sesuatu yang membahayakan yang harus dihindari.
Pelajaran matematika tidak disukai karena dianggap sulit sehingga siswa cenderung menghindar dengan berbagai aksi ketidaksukaan. Oleh karena itu, berbagai metode pembelajaran matematika  muncul untuk meningkatkan kompetensi siswa.
Toru Kumon, seorang Guru Matematika SMU di Jepang, menemukan metode efektif, sistematis menanamkan dasar matematika yang kuat melalui metode yang sekarang terkenal dengan sebutan “Metode Kumon”. Sebuah metode belajar matematika yang tercetus ketika mengabulkan permintaan istri Toru Kumon untuk mengajari anaknya yang duduk di kelas 2 SD. Pada perkembangannya, metode kumon telah dapat diterapkan di empat puluh negara, termasuk Indonesia. Metode yang mengedepankan kemampuan individual dan potensi tiap anak ini masuk ke Indonesia pada oktober 1993.
Beberapa masalah yang muncul di sekolah dasar dan sering dijadikan bahan PTK (Penelitian Tindakan Kelas) adalah kemampuan anak dalam menyerap materi. Contoh kasus, ketika anak duduk di kelas 2 SD, dia sulit mengerjakan soal-soal kelas 2, cenderung dapat mengerjakan soal-soal kelas 1 SD. Hal ini pula sering terjadi pada siswa sekolah menengah, cenderung bahan lalu –yang tidak dipelajari lagi- lebih dapat dikerjakan daripada materi yang baru saja di dapatkan. Metode kumon melihat masalah ini dengan tes penempatan. Setiap anak yang masuk pada kelas kumon, dites untuk mengetahui pangkal kemampuan dan potensi tiap anak sehingga pada praktiknya, siswa kelas lebih tinggi diberi materi kelas yang lebih rendah. Sebagai contoh, siswa SD kelas II harus belajar penambahan yang termudah. Misalnya, 1 + 1 = 2, 2 + 1 = 3, 3 + 1 = 4, 4 + 1 = 5. Siswa harus menyelesaikan sebanyak 50 soal hitungan serupa hanya dalam waktu 2 menit. Latihan dilakukan berulang kali, sampai menguasai dan mampu di luar kepala menJawab soal serupa. Selanjutnya, ia akan meningkat ke bagian berikut, tetapi dengan tingkat perbedaan kesulitan yang sangat kecil, misalnya 1 + 2 = 3, 2 + 2 = 4, dan seterusnya. Inilah kunci keberhasilan belajar matematika menurut metode kumon dengan banyak berlatih.
Kumon, dapat dikatakan sebagai bagian dari Mastery Learning (belajar tuntas), perbedaannya dengan sistem modul adalah pada jumlah lembar kerja maupun tingkat bahan pelajarannya. Perpindahan antarlembar kerja satu dengan lembar kerja lain, tidak berdasarkan pokok bahasan, seperti dalam sistem modul, melainkan berdasarkan tingkat kesulitan soal, dan itu pun perbedaannya sangat kecil. Apabila diamati sekilas seakan tidak ada perubahan materi. Dengan demikian kenaikan tingkat sering kali tidak terasa. Namun, siswa merasa termotivasi untuk lebih mendayagunakan otak -karena bisa dan mampu mengerjakan lembar kerja berikutnya-.
Dalam metode ini diberlakukan nilai 100, setiap latihan harus dapat dikerjakan benar semua sebelum berganti pada lembar berikutnya. Siswa yang melakukan kesalahan harus memperbaiki sendiri sampai mendapat nilai 100. Siswa yang belum mendapat nilai 100, harus memperbaiki pekerjaannya sampai bernilai 100. Cara ini dinilai efektif agar siswa tidak lagi melakukan kesalahan yang sama.
Hasil belajar siswa kumon bervariasi. Ada siswa yang menyelesaikan seluruh bahan pelajaran metode kumon, hingga level Q mengenai probabilitas dan statistika, dalam waktu 2 tahun 10 bulan. Namun demikian, ada beberapa yang agak lambat, tetapi dapat dikatakan cepat apabila dibandingkan dengan metode biasa.
Metode ini sangat cocok digunakan pada tingkat sekolah dasar, karena dasar-dasar matematika seperti tambah, kurang, bagi, kali terdapat di tingkat sekolah dasar sehingga siklus pembelajaran matematika pada jenjang-jenjang pendidikan selanjutnya dapat terlampaui optimal.
Metode kumon dewasa ini, selain untuk kelas matematika, juga digunakan pada kelas bahasa Inggris dan dilakukan di kelas khusus –luar sekolah-. Melihat pe-lejit-an kompetensi siswa yang besar setelah diterapkannya metode kumon pada kelas khusus tersebut maka metode ini dapat dijadikan alternatif metode belajar di kelas atau sekolah dengan berbagai kreasi penunjang lain..
Nah, sekarang tugas kita sebagai guru atau calon guru untuk beraksi, ikut andil dalam perubahan. Selamat Mencoba!

?Penulis adalah adalah Guru SDN Dinoyo 4 Malang