Tidak banyak yang aku ungkap lewat suara,
kecuali tulisan sebagai pelepas keletihan ku terhadap semesta.
Kini Ia telah mejelma menjadi sebuah arena persaingan,
daripada sebuah tempat tinggal yang nyaman.
Aku merindukan rumah, tempat yang menerima bagaimanapun keadaanku.
Tempat yang nyaman untuk menceritakan kedewasaan seorang anak laki-laki.
Tempat yang hangat untuk melepas kerinduan. Aku rindu rumahku.
Aku benci semesta dengan segala organ-organ kompetisinya,
persaingan demi persaingan kini telah membunuh banyak manusia.
Oh…ibu-ku…
Aku masih ingin hidup dan menjadi manusia.
Senja 10 juni masih memisahkan aku dengan kehangatan rumah.
Yang selalu menunguku pulang.
Sebuah perpustakaan di Universitas Negeri di kota Pahlawan itu menjadi tempatku bersenandung.
Menunggu detik jam untuk berbuka puasa.
Tiga buah deret meja di lantai 1 telah ditinggal petapanya saat ini.
menyisakan aku dan empat orang lain di kanan dan kiri.