Kuncup mawar merah itu begitu menggoda, ia kembali merekahkan tubuhnya, membuka mahkota nan indah berbalut selendang bak sutra. Kumbang itu melirik-lirik, mendekat, semakin dekat bercumbu rayu menyentuh dan menyentuh, tak heran mawar itu tersipu malu, dipuji-puja bak bidadari langit yang elok parasanya. Ia jatuh dari puing-puing
Terpikir olehnya jatuh diantara ribuan bintang dilangit, semu semu semu. Waktu tak memihaknya. Ia berduka hati ia terperanjat dalam kesakitan, ia merintih, ia menangis, ia tercabik-cabik oleh rasa yang tak ia pilih.
Bercumbu dengan malam, meninggalkan bekas luka tak kunjung mengering. Ia larut dalam kesedihannya.