Berdiri diatas kegembiraan yang selama ini Reina impikan. Menatap semua wajah yang berada didepan Reina dengan penuh rasa haru. Mengucapkan sepatah kata yang tak pernah terlintas dipikiran Reina. Berusaha tegar menahan air mata ketika seseorang yang Reina sayang pergi jauh meninggalkannya. Reina berusaha menerima takdir yang telah Tuhan tentukan. Terus maju menapak dengan kaki yang terasa berat untuk melangkah. Berdiri menjadi berlari mengejar cita-cita.

Reina Cahaya Pusnawanti adalah nama pemberian ayahnya yang selama ini berada jauh darinya. Reina hanya tinggal dengan ibu dan kedua adiknya disebuah gubuk sederhana peninggalan neneknya. Pak Nuri dan Bu Senja nama kedua orang tua Reina. Dia harus berpisah jauh dengan ayahnya karena keadaan ekonomi. Maklum Reina beserta kedua orang tuanya hidup di pedesaan yang penuh keterbatasan. Pak Nuri berusaha mengubah kondisi ekonomi  meskipun harus rela jauh dari keluarga tercinta. Pak Nuri dan Bu Senja di desa bekerja sebagai buruh tani yang gajinya jauh dari kata cukup.

Reina adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Kedua adiknya masih duduk dibangku sekolah dasar. Setiap hari sebelum berangkat sekolah, Reina harus mengurus kedua adiknya. Hampir setiap hari Reina telat berangkat sekolah, tapi dia jalani dengan sabar dan ikhlas. Dia mengerti dengan kondisi keluarganya, dia tidak bisa berdiam diri dan hanya duduk saja. Berbagai cara dia lakukan untuk membantu ibunya agar sang ibu bisa beristirahat tanpa harus memikirkan apapun. Reina tidak pernah mengeluh dengan kondisi keluarganya saat ini. Dia hanya mengutarakan keinginannya kepada Sang Pencipta, melantunkan doa-doa disetiap sujudnya.

Sekitar pukul 3 malam, Bu Senja pergi ke pasar untuk menjual singkong yang telah dipanen kamarin. Sepanjang perjalanan Bu Senja menggigil menahan hawa dingin yang semakin menusuk tulangnya. Jaket tipis yang menyelimuti tubuhnya tak mampu lagi memberikan kehangatan. Senyuman yang tak pernah pudar nampak diwajahnya dengan semangat berjalan setapak demi setapak untuk mengejar rezeki yang sudah nampak didepan mata. Reina yang menunggu di rumah sambil mencari bahan-bahan yang bisa dimasak untuk sarapan kedua adiknya nanti pagi. Reina mengikir kepalanya dan menghelak nafas saat melihat lemari makanan. Hanya tersisa garam  dan segelas beras yang sudah berkutu. Reina terjongkok dan kepala menengadah keatas dengan mata tertutup untuk mencari ide agar hari ini kedua adiknya bisa makan makanan enak.

Reina menunggu sang ibu di ruang tamu dengan harapan ibunya membawakan nasi dan lauk pauk yang bisa dimakan adiknya nanti. Reina duduk di kursi sambil bersandar  dengan tatapan kosong. Membayangkan berdiri di atas panggung yang megah dengan memakai jas almamater yang selama ini dia impikan. Reina tahu bahwa semua itu tidak akan mudah dicapainya. Hanya doa dan kerja keras Reina lah yang mampu mengubah takdir hidupnya. Suara Bu Senja yang tiba-tiba muncul, membuat Reina kaget dan terbangun dari lamunannya. “Olah opo nduk, duduk kok sambil melamun, nek kesurupan piye?” ucap Bu Senja sambil mengusap-usap kepala Reina dengan lembut. Reina hanya memberi senyuman kecil kepada Bu Senja dan membantu membawakan sekantong pelastik dari tangan ibunya. Reina membuka sedikit ikatan kantong pelastik, mencoba mengintip isi yang ada didalamnya. Hanya ada tahu  dan satu biji telor ayam didalam kantong pelastik. Suara adzan terdengar, Reina meletakkan kantong pelastik diatas meja dan bergegas mengambil air wudhu. Bu Senja menunggu Reina untuk mengajaknya sholat berjamaah. Kondisi kehidupan yang mereka jalani, tidak menghilangkan rasa syukur kepada Sang Pencipta. Sholat mereka khusuk dan hikmat.

Bu Senja menyuruh Reina belajar setelah sholat subuh. Hari ini Reina melaksanakan Ujian Nasional. Bu Senja berusaha agar Reina tidak terlalu capek, Bu Senja ingin anaknya mengerjakan soal-soal UN dengan lancar. Reina mengambil buku di kamar dan Bu Senja memasak di dapur. Reina ke dapur dengan membawa buku dan duduk ditas kursi sambil menunggu ibunya memasak. Reina sangat semangat sekali belajar, dia ingin lulus dengan nilai terbaik dan bisa mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan ke bangku kuliah. Matahari sudah nampak kemerahan dan terdengar suara ayam berkokok. Reina membangunkan Lilis dan Toni untuk bersiap berangkat sekolah. Bu Senja sudah menyiapkan makanan di atas meja. Reina dan kedua adiknya duduk beralas kelasa dan menyantap makanan yang ada. Kedua adiknya nampak senang karena bisa makan telur meski satu biji telor harus dibagi untuk empat orang. Kesederhanan yang tak ternilai harganya.

Reina dan kedua adiknya berangkat sekolah. Reina mengantar kedua adiknya karena jalan menuju ke sekolah satu arah. Reina tiba di sekolah tepat waktu, dia mencoba tenang agar semua materi yang dipelajarinya tidak hilang dari pikirannya. Ujian Nasional di sekolah Reina berjalan dengan lancar hingga hari terakhir UN. Hari ini Reina melaksanakan UN terakhir. Dua jam di dalam kelas, akhirnya semua siswa keluar dan terlihat wajah yang semeringah. Semua siswa senang karena UN sudah berakhir. Mereka bersorak gembira karena UN sudah selesai mereka jalani.

Sebelum pulang ke rumah, Reina menjemput kedua adiknya. Reina menunggu di depan gerbang sambil duduk diatas batu. Suara bel berbunyi dan semua siswa keluar dari kelas secara serentak. Reina kebingungan mencari kedua adiknya, dia terus menjinjit dan memperhatikan siswa yang lewat didepannya. Reina hampir jatuh karena kedua adiknya tiba-tiba muncul dan menarik tangannya. Reina menggandeng kedua adiknya dan bergegas pulang. Di rumah tidak ada orang, Bu Senja pergi ke sawah dan pulang sore hari. Reina tidak bisa bebas bermain karena harus menjaga kedua adiknya di rumah. Reina juga harus memberi makan kepada hewan ternak milik tetangga disampig rumahnya. Reina diberi upah Rp 5.000 tiap minggunya. Reina tetap bersyukur karena dari upah itu Reina bisa menabung. Reina mengajak kedua adiknya ke warung membeli beras. Kedua adiknya terkadang harus menahan keinginannya untuk membeli jajan di warung karena uangnya hanya pas untuk membeli beras saja. Reina menggantikan posisi Bu Senja ketika ibunya pergi bekerja. Reina memasak dan membersihkan rumah. Hampir setiap hari Reina melakukan aktivitas seperti itu.

Sore hari, Bu Senja pulang dengan membawa kerang yang didapat dari sawah. Lilis dan Toni memeluk ibunya saat sampai di rumah. Lilis dan Toni senang karena Bu Senja pulang lebih awal dan membawakan semangkok kerang. Bu Senja memberikan mangkok itu kepada Reina agar dimasak. Lilis dan Toni duduk di dapur dengan beralaskan sobekan kertas. Mereka tidak sabar menunggu kerangnya makan. Bau aroma yang harum membuat Lilis dan Toni terus menelan ludah sambil memegang perutnya. Reina ketawa kecil karena melihat tingkah kedua adiknya yang lucu. Kerang dan nasi sudah matang, semuanya menyantap dengan nikmat.

Tak terasa, satu bulan telah berlalu. Reina tidak sabar menunggu pengumuman kelulusan. Reina bersama Susi pergi ke sekolah untuk melihat pengumuman kelulusan. Reina memegang telapak tangan Susi sudah dingin dan berkeringat. Seluruh siswa kelas XII berkumpul di halaman sekolah. Rasa ketakutan terlihat jelas diraut wajah mereka. Ada siswa yang perutnya sakit, telapak tangan dingin, tidak nafsu makan bahkan menagis menjelang detik-detik pengumuman. Salah satu pak guru keluar dari ruangan guru dan membawa kertas yang semakin membuat para siswa penasaran dan merubungi guru tersebut. Kertas di tempel dikaca perpustakaan dan semua siswa beramai-ramai berdesakan melihatnya. Reina berusaha mencari tempat terdepan agar bisa melihat nilainya. Susi yang sudah berada didepan, berteriak memanggil Reina. Susi keluar dari gerombolan dan memeluk Reina.  “Reina, kamu peraih nilai UN tertinggi di sekolah ini, selamat ya.” ucap Susi sambil menggenggam tangan Reina. Mata Reina berkaca-kaca dan bersujud syukur karena kerja kerasnya selama ini menjadi nyata. Wali kelas Reina memanggilnya dan mengajak ke ruang guru. Reina ditawarkan masuk ke Universitas yang dia inginkan dengan jalur bidikmisi. Reina menangis dan berbicara pun seperti orang gaguk. Reina menerima tawaran gurunya dengan senang hati.

Setiap hari Reina tidak bisa tidur dengan nyenyak. Reina terus memikirkan hasil pengumuman kelulusan penerimaan mahasiswa baru. Bu Senja berusaha menenangkan Reina agar tidak terlalu memikirkan hasil pengumuman itu. Bu Senja takut jika nanti Reina harus memupuk impiannya kembali. Setiap hari ada omongan dari tetangga yang membuat hati Reina sakit. Reina ingin membuktikan bahwa orang kecil pun bisa meraih emas dengan ilmu. Reina ingin merubah pemikiran orang-orang desa yang selama ini meremehkan wanita, bahwa wanita tidak hanya di dapur dan mengurus anak tetapi bisa tampil sederajat dengan para kaum lelaki. Reina tetap optimis meski banyak orang yang menghujatnya. Reina ingin selangkah lebih maju dari teman-temannya dan merubah nasib hidupnya.

Satu bulan dilalui Reina dengan perasaan was-was. Reina menerima surat dari sekolahnya. Reina membuka perlahan surat itu, membacanya dengan tenang. Reina berteriak dan meloncat-loncat kegirangan. Reina berhasil masuk Jurusan Teknik Elektro di Universitas Negeri Malang. Dia juga berhasil mendapatkan beasiswa. Bu Senja mendekati Reina.

“Terima kasih nduk, sudah membuat ibu bangga selama ini, jangan lupakan ibu dan ayah jika nanti kamu sudah menjadi sukses nak. Tetap sayang dengan kedua adikmu ya nak.” ucap Bu Senja dengan membelai wajahnya.

Tangisan bangga tak henti bercucuran dari mata Bu Senja. Bu Senja mengambil semua tabungan yang ada di kaleng, membeli keperluan Reina untuk dia kuliah. Reina menolak pemberian ibunya, dia tidak ingin merepotkan ibunya dengan menghamburkan uang hanya untuk dia.

Reina berangkat ke malang dengan naik kereta api. Reina membawa makanan yang sudah dimasak oleh ibu tercinta. Ibu dan kedua adiknya mengantar dia ke stasiun. Reina mencium ibu dan kedua adiknya sebagai kenangan perpisahan. Reina berusaha menahan air mata didepan ibu dan kedua adiknya. Reina berusaha kuat dan tegar, semua yang dilakukan hanya untuk keluarga kecilnya di Jawa Tengah. Reina mengucapkan salam perpisahan kepada ibu dan kedua adiknya.

Reina masih tetap memikirkan ibu dan kedua adiknya di desa. Di kos Reina terus menangis karena rindu dengan ibu dan kedua adiknya. Reina hanya bisa berkomunikasi dengan ibu dan kedua adiknya melalui handphone. Bu Senja hanya ingin Reina fokus belajar. Bu Senja melarang Reina pulang sebelum dia meraih gelar sarjana. Reina terus semangat belajar, di kampus dia sering mengikuti berbagai lomba dan memenangkannya.

Satu tahun, dua tahun hingga hampir empat tahun sudah Reina lalui. Merantau seorang diri di kota asing, hanya untuk mencapai cita-cita yang diinginkan selama ini. Kerja keras Reina akhirnya berbuah manis, Reina akan menjadi seorang sarjana yang diimpikan selama ini. Reina menelfon ibunya agar datang ke Malang untuk mengahadiri prosesi wisudanya. Bu Senja mengucapkan selamat kepada Reina karena sebentar lagi Reina akan menjadi seorang sarjana. Reina selama ini tidak tahu bahwa ibunya sering sakit. Bu Senja sengaja menutupinya dari Reina agar dia tidak khawatir.

Detik-detik prosesi wisuda semakin dekat. Reina dengan bangganya memakai toga untuk diperlihatkan kepada sang ibu tercinta. Reina gelisah karena ibunya belum datang dan acara sudah dimulai. Sebelum Reina masuk kedalam, dia mendapat surat dari Susi bahwa Bu Senja telah meninggal dunia. Bu Senja menitipkan sebuah surat kepada Susi untuk diberikan kepada Reina. Reina terjatuh di lantai dan menangis. Reina berusaha tegar dan kuat. Nama Reina dipanggil ke depan, berjalan dengan senyuman, terpaksa harus dia lakukan. Berdiri diatas panggung yang megah, membayangkan kedua orang tuanya berdiri tersenyum melihatnya dan bangga melihat dia memakai toga. Reina menjadi salah satu mahasiswa terbaik di Universitas dan peraih kumlot jurusan Teknik Elektro. Reina tidak ingin merasa lebih pintar dari Tuhan, Reina terus melangkah maju dan meraih cita-cita yang sudah ada didepan mata. Melanjutkan hidup bersama ayah dan kedua adiknya. Reina mungkin tida bisa memeluk dan menatap wajah ibunya, tapi Reina bisa mengirim doa untuk ibu tercinta disetiap sujud menghadap Sang Pencipta.

HANUM NIKMA ARIANI-TOGAKU