Salah satu fenomena meresahkan yang saat ini sedang ramai diperbincangkan adalah adanya kasus klaim budaya Indonesia oleh negara asing. Berkali-kali Indonesia merasa kecolongan dengan aktivitas negara Malaysia yang dianggap mencuri budaya kita. Berbagai reaksi dan kecaman pun muncul dari masyarakat demi mempertahankan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh Indonesia. Hal tersebut sabgat relevan dengan kegiatan yang diselenggarakan oleh para mahasiswa yang tergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Penulis, yaitu seminar nasional bertajuk “Nasionalisasi Budaya untuk Indonesia” pada hari Senin (30/12) lalu.
Dalam seminar di gedung Sasana Budaya UM ini dan dihadiri oleh kurang lebih 170 orang dari kalangan mahasiswa, pelajar, dan dosen ini, UKMP berhasil menghadirkan pembicara yang tidak tanggung-tanggung. Para Sastrawan dan Budayawan berkaliber nasional dihadirkan untuk berbicara kepada peserta mengenai materi-materi tentang sastra dan budaya. Mereka antara lain adalah Sapardi Djoko Damono, seorang sastrawan dan budayawan nasional sekaligus guru besar Universitas Indonesia dengan materinya yang berjudul “Mengembangkan Sastra Hibrid”, Zawawi Imron, seorang sastrawan dan budayawan yang menyampaikan materi berjudul “Ahli Waris Budaya dalam Otokritik”, serta Agus Sunyoto, seorang budayawan sekaligus dosen Universitas Brawijaya yang membawakan materi “Si’iran: Sastra Lisan “Langgar” di Era Global.
Menurut ketua pelaksana, M. Fahmi, acara ini memang dilaksanakan terkait dengan penindasan budaya yang akhir-akhir sedang  marak. “Kalau kita membicarakan budaya maka kajiannya akan sangat luas. Namun dalam seminar ini, panitia menitikberatkan hanya pada sastra sebagai ragam budaya. Kami sengaja fokus pada sastra karena selama ini sepertinya sastra luput dari perhatian umum sebagai bagian dari budaya”, jelas Fahmi. Dengan adanya acara ini, kami berharap dapat membuka pikiran peserta bahwa sastra adalah bagian dari budaya,’’ lanjutnya lagi.
Hal yang menarik, para sastrawan dan budayawan tersebut justru tidak berpikiran bahwa kita harus melakukan proteksi seperti yang selama ini terjadi. Karena kita sendiri juga banyak mencuri kebudayaan asing dalam kesenian kita. Beliau mengambil beberapa contoh terkait hal tersebut, termasuk kesenian wayang yang sebenarnya kita adaptasi dari India. “Kalau mau jadi bangsa yang besar, kita harus terus-menerus mencuri”, demikian salah satu ungkapan yang disampaikan Sapardi saat menyampaikan materi. Beliau memang berpikiran bahwa tidak seharusnya kita seperti orang kebakaran jenggot mengetahui budaya kita dicuri. Ambil-mengambil budaya bangsa lain sebenarnya sah-sah saja, selama kita tidak mengambilnya secara utuh, tetapi harus kita kembangkan dengan kreasi kita sendiri. “Kita sendiri juga pencuri ulung,” jelas beliau. ?Ris