Oleh Angga Kurniawan

Satu lagi mahasiswa UM mengukir prestasi di kancah internasional sebagai finalis study comparative DIKTI ke Holland di penghujung tahun 2009, mahasiswa itu adalah Angga Kurniawan (pendidikan Fisika 2006).

Setelah melewati seleksi yang cukup ketat di universitas dan Dikti terpilihlah  dua puluh tujuh finalis. Salah satunya adalah mahasiswa UM sebagai bentuk perwakilan dari berbagai universitas yang ada di Indonesia. Perjalanan kurang lebih sekitar lima belas hari itu untuk membandingkan iklim pendidikan dan iklim organisasi yang ada di Indonesia dengan  Belanda sebagai salah satu negara penjajah kita sekitar 3,5 abad. Keberangkatan yang awalnya dipenuhi dengan kontroversi yang sangat banyak dari adanya pertentangan yang terjadi antara PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) Belanda dengan DIKTI. Pertentangan itu diakibatkan oleh adanya gosip yang beredar bahwa DIKTI hanya membuang-buang anggaran. Akan tetapi, setelah melalui proses musyawarah maka kontroversi itu pun sirna dengan sendirinya. Perjalanan panjang menuju benua Eropa yang sangat kental akan negara maju sangat melelahkan karena perjalanan udara kurang lebih sekitar 15 jam tanpa henti hanya transit di Singapura itu pun hanya sebentar. Namun,  perjalanan itu tidak terasa jika dibandingkan dengan apa yang akan kami dapatkan di sana.

Hari pertama, setelah kami sampai di Belanda, kami mengunjungi daerah Valendam satu-satunya daerah yang masih kental akan adat-istiadat Belanda sejak zaman dahulu. Valendam adalah salah satu desa yang masih dijadikan sebagai simbol bagi negera Belanda untuk mengenang masa kejayaan Belanda serta masih melestarikan ciri khas Belanda karena di sana masih bersifat tradisional di mana penduduk menggunakan pakaian tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah peninggalan terakhir kincir angin asli zaman Belanda yang masih tradisional.
Setelah puas dengan menikmati pemandangan yang masih natural di Valendam rombongan melanjutkan ke tempat penginapan di daerah Den Hag yaitu tepatnya di Hotel Novotel. Rombongan diberikan waktu istirahat kurang lebih selama delapan jam untuk persiapan dinner di tengah kota Amsterdam sekitar pukul 6 malam waktu Den Hag. Perjalanan semakin menarik ketika kami melihat bagitu megahnya bangunan-bangunan yang ada di Belanda.
Rombongan menuju kedutaan besar Republik Indonesia untuk bertemu dengan Duta Besar Indonesia. Sesampainya di KBRI para rombongan disuguhi dengan tari-tarian oleh PPI yang ada di sana dan disambut hangat oleh pejabat KBRI. Salah satunya adalah Bapak Yusman sebagai Duta Besar RI dan Bapak Henk William sebagai Bidang Kebudayaan serta Bapak Kusnadi sebagai Bidang Pendidikan.
Perjalanan dilanjutkan menuju Wageningen University yang sangat terkenal dengan universitas Sains dan Teknik. Di sana kami dipertemukan dengan student union dari Wageningen University. Salah satunya adalah Mr. Jacob sebagai Ketua WSO (Wageningen Student Organization).  kami dijelaskan bagaimana iklim akademik dan iklim organisasi di Wageningen dengan disertai alasan-alasannya. Dapat kami simpulkan adalah bahwa mahasiswa di Wageningen lebih cenderung akademisi dan sangat jarang menjadi aktivis. Sehingga diambil kebijakan oleh rektorat bahwa aktivis diberikan kebebasan cuti kuliah 1 tahun dengan gaji per bulan sebesar 950 Euro. Hal ini sangat bertentangan dengan di Indonesia karena kita tahu bahwa tidak ada PT satu pun di Indonesia yang berani menggaji aktivis dan memberikan kelonggaran cuti kuliah.
Setelah mengunjungi Wageningen University hari berikutnya kami mengunjungi Twente University dengan disambut hangat oleh para PPI yang ada di sana dan diberikan ruangan serta makanan khas Indonesia. Tak lupa di sela diskusi kami juga diberikan cara-cara untuk mendapatkan beasiswa ke Belanda.
Setelah kita mengunjungi Twente University hari berikutnya kami diberikan kesempatan untuk mengunjungi salah satu universitas terbesar dan terbanyak PPI ke dua yaitu Leiden University yaitu tempat para pakar-pakar hukum, maklum di sana sangat terkenal dengan Hukum. Belanda merupakan negara yang mempunyai hukum positif yang sangat bagus termasuk Indonesia pun ternyata banyak yang mengadopsi dari Belanda. Setelah itu, kami melanjutkan ke Groningen university yaitu satu-satunya universitas yang terbesar dan terbanyak PPI yang ada di sana. Keberuntungan saya adalah bisa bertemu dengan salah satu mahasiswi UM jurusan sastra Inggris dengan nama Tyas. Saya sangat bangga karena lulusan UM juga bisa ke Belanda.
Sebagai negara penjajah kita dahulu, Belanda sangat memiliki kultur yang sangat mirip dengan Indonesia dan Belanda ternyata juga sangat memuja kultur Indonesia yang beraneka ragam. Begitu banyak ilmu yang didapat dari negara Belanda sangat berarti bagi segenap rombongan. Selain pengalaman yang tak akan pernah terlupakan sampai mati kami juga dapat teman baru untuk kami sambung terus hingga mati nanti.

Penulis adalah mahasiswa FMIPA UM sekaligus Presma UM tahun 2010