Judul: Al Qandas Al Kamil, Kegagalan yang Sempurna
Penulis: Akin
Penerbit:Anomali
Tahun Terbit:Juli 2010
Tebal:105 halaman
Peresensi    :Novi Eka Susilowati

Bagaimana cara Anda dalam menghadapi kegagalan? Bagaimana pula pandangan Anda terhadap kegagalan?
Tentunya, setiap orang mempunyai cara pandang yang berbeda dalam memaknai kegagalan. Ada yang menganggapnya sebagai musibah, beban hidup, atau justru pengobar semangat. Namun, pada kenyataannya, lebih banyak yang menganggap kegagalan sebagai penyebab keputusasaan daripada sebagai pengobar semangat. Lalu, bagaimana seharusnya kita menyikapi kegagalan?
Kegagalan memang lazim terjadi dalam kehidupan manusia. Bahkan, tanpa adanya kegagalan, kehidupan terasa kurang bermakna. Tidak ada duka untuk mengiringi suka. Oleh karena itu, jangan pernah berputus asa karena kegagalan yang dialami. Kira-kira begitulah pesan yang disampaikan oleh Akin dalam bukunya tersebut.
Buku Al Qandas Al Kamil ini merupakan buku kedua Akin setelah buku pertamanya yang berjudul Betty Ta’iye. Secara umum, buku ini bercerita tentang konsep kegagalan, cara menghadapi kegagalan, dan cara untuk mengubah kegagalan menjadi energi positif menuju keberhasilan. Menurut Akin, kegagalan ibarat anak tangga menuju ke sebuah puncak. Selama menuju puncak tersebut, semakin banyak anak tangga yang dilalui. Meskipun secara bilangan jumlah anak tangga tersebut semakin bertambah, tapi hakikatnya anak tangga tersebut semakin berkurang dan kita akan semakin mendekati sampai pada puncak anak tangga tersebut. Demikian pula dengan kegagalan. Semakin banyak kita mengalami kegagalan, pada hakikatnya kita semakin dekat dengan keberhasilan.
Untuk semakin menarik perhatian pembaca sekaligus untuk memberi motivasi, di dalam buku tersebut Akin juga memberikan contoh cerita kegagalan yang dialami beberapa tokoh. Akin menyajikan cerita hidup, misalnya, Jean Dominique Bauby yang mengalami kegagalan besar dalam hidupnya semenjak mengalami kelumpuhan total pada tubuhnya. Namun, kegagalannya tersebut tidak membuatnya putus asa. Kegagalan tersebut justru membuatnya terpacu untuk bangkit. Hasilnya, meskipun lumpuh total, ia berhasil menulis buku fenomenal yang berjudul The Diving Bell and the Butterfly hanya dengan kelopak matanya. Begitulah cara Akin memberi motivasi kepada pembacanya.
Buku ini merupakan buku serial motivasi. Seperti halnya para motivator lain, Akin juga mempunyai cara tersendiri dalam memberikan semangat dan memberikan sugesti positif kepada pembacanya dalam memaknai kegagalan. Jika Mario Teguh memotivasi dengan cara memberikan kata-kata yang menggugah dan inspiratif, Akin tidak demikian halnya. Ia justru menggunakan kata-kata yang lucu bahkan kadang terkesan konyol dan kocak.
Tidak hanya itu, dalam bukunya itu, Akin juga menggunakan daya imajinasi yang tinggi. Ia memberi motivasi kepada pembaca melalui cerita-cerita yang ia reka sendiri. Ia menggunakan tokoh-tokoh besar seperti Abraham Lincoln, Chow Yun Fat, Katak, Keledai, Bruce Wayne, Son Goku, rombongan setan, bahkan teman-temannya sendiri dalam cerita tersebut. Ia mereka peristiwa yang dialami tokoh-tokoh tersebut sehingga seolah-olah tokoh-tokoh tersebut hidup dalam satu dimensi cerita yang disusun sendiri oleh Akin.
Meskipun disusun dengan kocak dan konyol, serial motivasi ini tetap tidak kehilangan jiwa motivasinya. Sebagai penulis yang mempunyai latar belakang agama yang baik, Akin tetap mengembalikan muara motivasinya dari dimensi agama. Untuk itu pula, Akin juga menghadirkan tokoh ustaz dalam bukunya sebagai pemberi motivasi dari segi keagamaan.
Melalui buku ini, pembaca akan diajak untuk menyelami sisi lain dari sebuah kegagalan. Pembaca akan diajak untuk menyikapi kegagalan dari perspektif yang berbeda bahwa kegagalan justru adalah anak tangga untuk menuju kesuksesan. Melalui buku ini, pembaca diajak untuk tertawa sekaligus merenungi makna kegagalan serta cara untuk menyikapinya. Perbanyak jumlah kegagalan Anda dan perkeras kejatuhan Anda agar Anda mendapatkan energi yang lebih dahsyat.

Penulis adalah mahasiswa PPs 2009