Kesuksesan Dimulai dari Kompetensi Ilmu

Prof.  Dr. Arismunandar, M. Pd. (paling kiri)

Nama    : Prof.  Dr. Arismunandar, M. Pd.
TTL    : Sinjai, 14 Juli 1962
Alamat     : Jalan Buldozer L/3 Makassar 90221
Jabatan Fungsional    : Guru Besar dalam Bidang Manajemen Pendidikan UNM
Keluarga
– Istri    : Dra. Nuri Emmiyati, M. Pd.
– Anak    : 1. Naurah Jinan
2. Safira Salsabila
3. Ariq Baihaqi Ramadhan
Pendidikan
– Taman Kanak-kanak Aisyiah Sinjai, tamat 1967.
– Sekolah Dasar Negeri No. 20 di Sinjai, tamat 1973.
– Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 di Sinjai, tamat 1976.
– Sekolah Pendidikan Guru Negeri 132 di Sinjai, tamat 1980.
– S1 Pendidikan pada Jurusan Administrasi Pendidikan FIP IKIP Ujung Pandang 1986.
– S2 Pendidikan pada Program Studi Manajemen Pendidikan PPs IKIP Malang 1992.
– S3 Pendidikan pada Program Studi Manajemen Pendidikan PPs IKIP Malang 1997.
Publikasi
– Sumber-sumber Stres Kerja Guru, Jurnal Ilmu Pendidikan (terakreditasi), 7 (2): 1-10, 1998.
– Work Stress and Psychological Consequences in the Workplace: Study on Elementary
School Teachers, Jurnal Ilmu Pendidikan (terakreditasi) 10 (3): 202-213, 2003.
– Strategi kepemimpinan Kepala Sekolah, Jurnal Administrasi Negara, (terakreditasi), 10 (4):
11-30, 2004.
– Manajemen Pendidikan: Peluang dan Tantangan (buku). Badan Penerbit UNM, 2005.
– Perilaku Organisasi dalam Pendidikan (buku). Badan Penerbit UNM, 2008

Suatu bentuk kepercayaan adalah penghargaan yang tak ternilai harganya. Mungkin kalimat inilah yang cocok menggambarkan pengalaman Bapak Arismunandar. Sosok komunikatif yang satu ini telah dapat membuktikan bahwa dengan usaha yang baik, kita akan dapat dipercaya oleh orang lain dan ketika kepercayaan tersebut diberikan, maka saat itulah kita akan merasa sangat dihargai. Alumnus Universitas Negeri Malang (UM) yang kini dipercaya memegang kepemimpinan Universitas Negeri Makassar (UNM) ini berusaha membagi pengalamannya dengan Komunikasi. Berikut sajian wawancara kru Komunikasi dengan beliau.
Bagaimana kegigihan usaha bapak sehingga dapat menduduki tampuk kepemimpinan tertinggi di UNM?
Saya meniti karier dari bawah sebagai dosen IKIP Ujung Pandang (sekarang UNM) sejak 1987. Kemudian pada 1989 saya melanjutkan pendidikan S2 Program Studi Manajemen Pendidikan di IKIP Malang (sekarang UM). Pada waktu itu saya termasuk sedikit di antara dosen junior UNM yang mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan. Setelah menyelesaikan studi S2, pada 1992 saya pulang, tetapi dekan saya meminta saya melanjutkan ke S3. Salah satu alasannya karena waktu itu saya masih bujangan. Belum ada beban kata beliau. Tahun itu juga saya melanjutkan ke S3 Manajemen Pendidikan IKIP Malang meskipun saya juga lulus seleksi di S3 IKIP Bandung. Pada 1997, saya meraih gelar doktor dengan predikat cumlaude. Dari sinilah titik karier saya berawal. Pada 1998 saya mulai diberikan kepercayaan sebagai Ketua Jurusan Administrasi Pendidikan FIP UNM. Tidak sampai dua tahun menjabat, kemudian saya dipromosikan sebagai Sekretaris Lembaga Penelitian UNM yang saya jalani dari tahun 2000-2004. Kemudian sejak 2004 sampai 2008 dipercaya sebagai Pembantu Rektor II bidang Administrasi dan Keuangan UNM dan sejak 2008 sampai sekarang menjadi Rektor UNM.
Motivasi apa yang membuat Bapak bertekad dan terus bertahan menjadi seorang pemimpin?
Sumber motivasi terbesar saya menjadi pemimpin universitas adalah pandangan bahwa jabatan ini adalah amanah besar yang dipercayakan orang lain. Karena itu saya berusaha secara sungguh-sungguh untuk mengemban amanah. Sumber motivasi lainnya adalah bahwa pekerjaan ini penuh dengan tantangan dan saya suka menghadapinya. Saya yakin, dengan tantangan itulah potensi kepemimpinan dapat diuji. Apabila berhasil dan dampaknya dapat turut dirasakan oleh seluruh civitas akademika, maka ini adalah kebahagiaan bagi semua belah pihak.  Kedua hal inilah yang membuat saya bertekad dan bertahan sebagai seorang pemimpin.
Bagaimana cara Bapak mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi?
Secara umum saya lebih suka melakukan pendekatan rasional dalam pemecahan masalah melalui analisis penyebab masalah, mengembangkan alternatif-alternatif pemecahan masalah, dan memilih salah satu alternatif yang dipandang terbaik. Memang tidak semua masalah dapat dipecahkan secara rasional, maka untuk kasus-kasus seperti ini saya lebih mengedepankan dialog-dialog, persuasi, dan berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Adakah kiat-kiat khusus yang dapat disampaikan kepada generasi selanjutnya agar dapat meraih kesuksesan seperti Bapak?
Kesuksesan menurut saya harus dimulai dari penyiapan diri, terutama dalam kompetensi keilmuan yang diperlukan dalam bekerja di masyarakat. Itulah gunanya kita perlu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang setinggi-tingginya. Tapi kompetensi keilmuan saja tidak cukup, harus disertai dengan komitmen dan tanggung jawab bekerja yang sangat tinggi. Dengan modal komitmen, kita bisa lebih disiplin dalam bekerja, kreatif, dan mampu menyelesaikan setiap pekerjaan yang diberikan dengan sempurna. Dunia kerja sangat membutuhkan hal ini karena banyak orang tidak sukses dalam bekerja bukan karena tidak pintar tetapi karena mereka suka lalai dari tanggung jawabnya atau mungkin bekerja setengah-setengah. Tidak kalah pentingnya adalah kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan, termasuk keterampilan komunikasi antarpersonal. Dalam banyak penelitian di bidang manajemen, kompetensi komunikasi antarpersonal justru yang dianggap paling penting, terutama oleh para manajer lini menengah ke bawah.
Pendidikan S2 dan S3, Bapak tempuh di UM. Pasti banyak kenangan yang Bapak peroleh di kampus ini. Kira-kira pengalaman berharga apa yang Bapak dapatkan?
Pengalaman saya yang berkesan sewaktu kuliah cukup banyak, tetapi yang paling membekas adalah sewaktu saya menulis disertasi doktor selama kurang lebih 3,5 tahun. Waktu itu saya kesulitan meyakinkan promotor saya, Prof. Dr. Wayan Ardhana, M. A. tentang topik disertasi saya tentang stres kerja guru. Kata beliau, apa guru memang stres. Saya bilang, iya Pak. Tapi beliau masih kurang yakin. Saya lalu meminta surat pengantar dari PPs untuk ke Rumah Sakit Jiwa Lawang untuk observasi dan saya menemukan data bahwa sebagian besar pasien PNS di sana berprofesi guru. Hal yang sama juga saya temukan di RSJ Makassar. Setelah itu, baru beliau setuju dengan judul saya.
Adakah kesulitan lain yang Bapak temui?
Setelah kesulitan mencari judul, kesulitan kedua yang saya temui ketika harus mengembangkan kajian pustaka karena terbatasnya jurnal-jurnal tentang stres kerja guru. Saya lalu mencari jurnal ke perpustakaan berbagai perguruan tinggi besar di Jakarta dan Bandung. Saya juga terpaksa memesan buku dari luar negeri, bahkan saya pernah menyurati seorang profesor di UI untuk meminta dikirimi naskah orasi ilmiahnya. Alhamdulillah semua terkumpul dan cukup dijadikan referensi. Saya senang dapat menyelesaikan disertasi saya apalagi kemudian hasil penelitian saya menjadi berita menarik di berbagai surat kabar, khusunya di harian Kompas dan majalah Gatra. Di Kompas malahan profil saya ditulis dengan judul besar, “Arismunandar, Doktor karena Stres Guru” dengan foto besar persis berdampingan dengan foto Presiden AS waktu itu, Bill Clinton yang ukuran fotonya lebih kecil dari saya (papar beliau sembari tertawa).
Di tengah kesulitan mengerjakan disertasi, adakah alternatif lain yang Bapak lakukan sebagai solusinya?
Dalam proses penulisan disertasi yang saya tempuh selama 3,5 tahun dengan kendala yang saya hadapi, di saat itulah juga saya menikah dengan mahasiswa S2 Pendidikan Bahasa Inggris PPs IKIP Malang, Nuri Emmiyati. Salah satu yang memotivasi pernikahan saya waktu itu karena ketidakpastian waktu konsultasi dengan promotor dan kopromotor saya. Saya pikir, daripada menunggu jadwal konsultasi yang tidak jelas, ya lebih baik kawin saja, lebih jelas.  Dari perkawinan ini, istri saya melahirkan putri pertama saya di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang. Anak kedua saya lahir di Sumenep, dan anak ketiga saya lahir di Makassar. Ini juga salah satu hasil kuliah di UM yang berkesan (ungkap beliau sambil guyon).
Adakah pesan yang ingin Bapak titipkan melalui Komunikasi bagi para wisudawan?
Harapan saya untuk para wisudawan adalah jangan menyia-nyiakan ilmu yang sudah dimiliki untuk segera dimanfaatkan. Bangsa kita memerlukan orang-orang terdidik dalam berbagai lapangan pekerjaan. Namun, juga perlu diingat bahwa ilmu yang kita miliki belum seberapa dan karena itu kita perlu terus belajar. Belajar dari buku, dari orang-orang, dan bahkan mungkin kembali lagi ke bangku kuliah di UM pada jenjang yang lebih tinggi.Jul