Judul                   : Garuda: Mitos dan Faktanya di Indonesia
Penulis                : Zaini Rahman
Penerbit             : Raptor Indonesia
Tahun                 : 2012
Tebal                  : 102 halaman
Peresensi           : Anggraeni Widyaningsih

Sejak pendidikan dasar, tentu kita sudah mengenal tentang garuda sebagai lambang negara kita yang menandakan kekuatan dan keberanian. Hal tersebut tentu membuat kita bertanya, untuk apa lagi kita membaca buku Garuda: Mitos dan Faktanya di Indonesia ini? Akan tetapi, tahukah Anda bagaimana burung endemik di Jawa ini pertama kali ditemukan? Mengapa burung jenis ini yang dipilih sebagai lambang negara? Sehebat apakah burung ini sehingga tidak hanya menjadi lambang negara tetapi juga menjadi nama salah satu maskapai penerbangan pertama dan terbesar di negara ini? Di dalam buku karangan Zaini Rahman ini, sang lambang negara dibedah dari berbagai aspek, baik dari aspek mitologis yang berkaitan dengan budaya, aspek sejarah, maupun aspek biologis dan  konservasi.
Terdapat enam bab utama dalam buku ini. Namun, sebelum memasuki bab tersebut, buku ini diawali sekapur sirih penulis yang mengharapkan buku ini dapat memberikan gambaran dan inspirasi tentang nilai penting elang jawa sebagai simbol negara.
Bab pertama mengungkap mitologi garuda dari pandangan  Hindu, Budha, dan Islam serta perkembangan mitologi tersebut di negara ini. Dalam bab ini, kita akan menemukan jawaban mengapa burung yang merupakan manifestasi ketuhanan dalam agama Budha dan Hindu ini dapat menjadi lambang negara yang 80% penduduknya menganut agama Islam. Selanjutnya, pada bab kedua buku dijabarkan sejarah penemuan dan riwayat elang jawa (Nisaetus bartelsi) yang merupakan jelmaan hidup sang garuda. Kisah hidup Max Eward Gottlieb Bartels dari wajib militer di Jerman dalam menemukan elang jawa pada awal tahun 1900-an memenuhi isi bab kedua buku ini. Bab ketiga menguraikan berbagai fakta mengenai burung ini, mulai persebaran, habitat, perilaku, dan perkembangan serta populasinya.
Berbagai ancaman bagi kehidupan sang garuda dijelaskan pada bab keempat. Hal yang mungkin mencengangkan pada bab ini adalah kita dapat menemukan bahwa perdagangan menjadi salah satu faktor utama pengancam kehidupan burung ini. Sungguh mencengangkan pada beberapa kota sampai saat ini sang garuda diperjual-belikan di pasar hewan atau bahkan di pinggir jalan. Bab kelima buku ini membahas mengenai upaya penyelamatan burung garuda yang telah dilakukan selama ini. Pada akhirnya, pada bab kelima dibahas berbagai raptor (burung pemangsa) selain garuda yang hidup atau singgah di Indonesia. Fakta menarik lainnya dibahas bahwa bumi Indonesia tidak hanya menarik wisatawan asing, tetapi mampu menarik burung raptor asing untuk singgah menikmati daerah yang disinari matahari sepanjang tahun. Namun, fakta status keterancaman burung elang asli Indonesia lain seperti elang bondol, elang ular bawean, dan elang wallasea serta masih banyak lagi jenis elang Indonesia yang terancam.
Buku ini disajikan dengan kertas art paper full colour, menjadikannya tidak membosankan. Bahasa yang digunakan cukup lugas. Potret sang garuda di habitatnya begitu nyata, tepat untuk menyampaikan pesan moral tentang konservasi sang garuda sebagai lambang negara yang mulai rentan keberadaannya.
Menurut Keith Bildstein, Ph.D. (Sarcis Arcopian Director of Conservation Science, Hawk Mountain Sanctuary), Amerika Serikat juga memiliki Bald Eagle  sebagai emblem negara setelah memperoleh keberadaan dari Inggris. Seperti layaknya burung elang lainnya, stereotip pemangsa liar dan domestikasinya menjadi bentuk kompetisis bagi sumber penghidupan manusia. Akibatnya, banyak pembantaian yang dilakukan di awal abad 20 terhadap bald eagle. Setelah beberapa dekade, pengetahuan dan kesadaran konservasi penduduk Amerika pun meningkat sehingga keadaan berbalik. Kini bald eagle menjadi burung agung yang dilindungi dan dihormati di seluruh penjuru Amerika. Keadaan seperti itulah yang diharapkan oleh Keith juga terjadi setelah masyarakat Indonesia memahami sang garuda.
Peresensi adalah mahasiswa Biologi