agama_move on

Oleh Ahmad Sultan Arifuddin

Tahun Hijriah adalah tahun resmi yang digunakan umat Islam. Permulaannya bukan diawali dari kelahiran Nabi Muhammad SAW, melainkan dimulai dari perjalanan hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Hijrah berarti pindah. Hakikat yang perlu diambil pada masa ini yaitu berpindah dari masa lalu yang suram menuju masa depan yang indah. Menyesali masa lalu adalah jebakan setan untuk membuat kita sulit move on. Jadikanlah masa lalu sebagai pelajaran agar kita tidak terjerumus  masalah yang pernah kita alami.
Selain kita harus move on, di momentum bagus ini kita juga harus berpindah menuju kebaikan dan mempersiapkan masa depan. Sudah hampir satu setengah abad Islam menjadi sebuah agama yang pemeluknya hampir dikatakan terbanyak di dunia. Namun, Islam terlihat hilang kejayaannya, terlihat hilang napas keislamannya. Penyebab terbesarnya berasal dari ulah kaum muslimin sendiri. Islam yang seharusnya menjadi agama yang rahmatan lil’alamin kini menjadi agama yang paling ditakuti atau dianggap paling sering membuat onar di muka bumi dibandingkan agama–agama lain. Penyebab utama berkutat pada masalah perbedaan pendapat, yaitu meyakini pendapatnya paling benar dan menganggap pendapat yang lain salah sehingga menimbulkan perpecahan dan saling serang antarpemeluk Islam sendiri.
Kita sering mendengar bahwa perbedaan adalah rahmat, namun kita salah dalam menyikapi perbedaan tersebut. Dalam menyikapi perbedaan, hal yang diutamakan adalah menjaga persatuan. Maka dari itu, sikap menghormati  diutamakan selama tidak ada dalil sahih yang melarang dalam beragama. Apabila umat Islam dalam akhir dekade ini terus mengedepankan perbedaan daripada persatuan, maka predikat Islam sebagai agama yang ditakuti di muka bumi ini bisa lebih buruk. Perlu diketahui bahwa kebenaran untuk menuju surga adalah Allah sendiri yang menentukan. Apabila ada yang memutuskan masalah surga dan neraka itu sama saja menyamai kehendak Allah. Apabila ada hal yang menyimpang di luar tatanan syariat, maka tugas kita adalah mengingatkan yang benar diiringi dengan mendoakannya.
Acuan utama kita dalam berislam, yaitu menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai panutan (qudwah), bukan menjadikan nabi sebagai persamaan (qiyas). Sebab, menjadikan Rasulullah sebagai ukuran qiyas adalah kesalahan pemikiran cukup fatal yang menyeret banyak hal negatif. Bagi yang awam dalam menjalankan agama, caranya gampang, ikuti dan pelajari saja hal–hal yang dilakukan mayoritas muslim yang ada. Jangan mencari sensasi dalam beragama dengan mengikuti propaganda dan berita negatif yang disuarakan oleh kelompok tertentu yang belum tentu benar. Kita diharuskan untuk khusnudzon dalam hal apa pun termasuk hal yang salah daripada su’udzon.
Nabi Muhammad SAW wajahnya dikatakan bassam, yaitu wajah tersenyum berseri-seri. Setiap bertemu dengan orang, baik yang senang maupun yang benci kepadanya, Nabi selalu tersenyum. Pernah suatu saat diceritakan dalam riwayat bahwa ada sahabat yang ingin mengadu masalahnya kepada nabi tetapi baru melihat wajahnya saja masalahnya sudah terselesaikan. Itu adalah suatu sifat yang banyak disepelekan oleh manusia, padahal efek yang ditimbulkan sangat luar biasa. Bayangkan jika setiap orang ketika bertemu mengawalinya dengan saling senyum tanpa memandang latar belakangnya termasuk orang yang dibencinya sekalipun pasti akan memancarkan aura positif antarkeduanya. Efek yang muncul akan menjadi bernilai positif. Hal–hal kecil seperti ini mari kita contoh, kita terapkan di kehidupan sehari-hari karena segala sesuatu butuh proses. Taubat, berbuat kebaikan, termasuk dalam berkarir, semuanya dimulai dari hal-hal kecil.
Mari kita jadikan Nabi Muhammad SAW panutan dalam berkehidupan, agar agama ini menjadi agama yang sebenar-benarnya. Kita tidak ingin agama yang sebenarnya sangat baik dan ramah bagi seluruh alam ini ternodai perilaku orang-orang yang mengedepankan ego dan nafsunya. Mari kita mempererat tali persaudaraan sesama muslim dan memperbarui kekuatan ukhuwah ini.
Marilah kita ambil momentum tahun baru Hijriah ini dengan cara move on untuk mengubah seluruh kegiatan atau  sikap yang telah kita sia-siakan selama ini menjadi suatu hal bermanfaat untuk diri pribadi dan orang lain. Jangan ditunda-tunda lagi. Semoga Allah selalu memberikan kekuatan untuk terus berbenah diri kepada kita semua, sebelum ajal kematian mendahului kita untuk berbenah. Bismillah.
Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Jasmani dan Kesehatan