komunikasi-wSegala bentuk usaha tentu akan dilaksanakan dalam rangka mencapai kelembagaan yang lebih baik. Demikian pula, UM yang tengah berjalan dari garis start untuk mencapai Perguruan Tinggi Badan Hukum (PT-BH) dan hadir di kancah internasional. Rektor UM, Prof. Dr. Ah. Rofi’uddin, M.Pd., dan segenap jajarannya berencana kuat untuk menjadikan UM tidak jalan di tempat. Seluruh program para pimpinan yang terbilang berhasil dari periode sebelumnya akan terus dikembangkan. Di samping itu, beberapa program baru pun ditelurkan guna meningkatkan prestasi dan mencapai UM yang lebih bermartabat.
Dari Pimpinan untuk Civitas Akademik

Bapak Rektor Universitas Negeri Malang ketika diwawancarai

Bapak Rektor Universitas Negeri Malang ketika diwawancarai

Semua perencanaan, visi misi UM dan seluruh visi operasional Rektor UM 2015-2019 masuk di dalam rencana strategis (renstra). Semua kegiatan di seluruh fakultas harus mengacu kepada renstra UM. Salah satu perencanaannya adalah dengan diselenggarakannya penandatanganan kontrak antara dekan dengan rektor (06/04) di Gedung A3 Lantai II. Semua dekan menandatangani kontrak di atas materai untuk mengukuhkan semua program kerja. “Harapannya, tim perencanaan bisa mengevaluasi setiap program kerja fakultas pada akhir tahun. Contohnya, jika ada fakultas yang merencanakan membuat sepuluh judul buku referensi, maka tim bisa mengevaluasi berapa buku yang sudah terealisasi,” jelas Dr. I Wayan Dasna, M.Si, M.Ed., selaku WR IV.
Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Rektor UM. “Pagi ini (06/04) ada penandatanganan kontrak kinerja 2015 semua unit dengan rektor. Semua dekan sudah menandatangani program dalam beberapa bidang, yang mana Desember nanti akan dievaluasi pencapaiannya. Ini adalah kontrak tiap tahun. Jika memang belum mencapai target, kita cari sebabnya. Jika memang melebihi target, kita harus tahu faktor apa yang mendorong keberhasilannya sehingga dapat kita terapkan pada program berikutnya,” ungkap rektor yang ditemui di tengah kesibukannya.
Tujuan utama yang ingin dicapai UM pada 2017/2018 mendatang adalah tercapainya UM sebagai PTBH. Selain itu, salah satu pesan dari Prof. Dr. Muhammad Nasir selaku Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) pada pelantikan rektor 28 November lalu, pencapaian PTBH ini memang merupakan keinginan supernova yang harus disukseskan bersama. Beberapa persyaratan menuju PTBH di antaranya karya ilmiah dosen dan mahasiswa yang harus terpublikasi dalam jurnal nasional maupun internasional, minimal 80% program studi terakreditasi A, dan mahasiswa harus berprestasi sekurang-kurangnya di level nasional dan internasional. “WR III juga memiliki target untuk menghasilkan mahasiswa yang menjuarai berbagai event, lomba, olimpiade, atau ajang apa pun sehingga dapat mendukung niat kita menuju PTBH,” jelas rektor.
Rektor UM mengungkapkan bahwa program-program yang baru dicanangkan ini hanya akan terlaksana jika seluruh warga mendukung penuh program tersebut. Disebabkan oleh tuntutan yang begitu berat, maka seluruh warga, termasuk mahasiswa, harus bisa berprestasi. Jika tidak dapat menjuarai lima atau enam kejuaraan nasional dan satu atau dua kejuaraan internasional, akan sedikit sulit bagi UM untuk menuju PTBH. “Dari tenaga dosen, kita harus sadar bahwa ruh dari perguruan tinggi adalah mengajar, meneliti, dan mengabdi. Peran dosen sangat sentral. Jadi, bisa dikatakan bahwa berhasil tidaknya program ini ada di tangan dosen pula,” jelas rektor. Demikian juga dengan tenaga kependidikan. Dukungan-dukungan dari tenaga kependidikan untuk menjalankan perkuliahan berkualitas, penelitian bertaraf internasional, dan pelayanan mahasiswa yang baik adalah unsur yang berkontribusi besar untuk menyukseskan renstra UM ke depan.
“Jika kita hanya melakukan rutinitas seperti biasa, hampir bisa dipastikan kita akan tenggelam karena kita akan tertinggal dari universitas lainnya. Oleh karenanya, kita harus bekerja ekstra agar kita dapat beranjak menjadi lebih besar. Ini harus disadari bersama dan menjadi kemauan bersama untuk membawa UM lebih berjaya lagi di masa yang akan datang. Program-program baru ini adalah program bersama, jadi mari lakukan bersama!” tegas rektor.
Penuhi Syarat Ini, Mahasiswa Bebas Skripsi
Menulis artikel ilmiah termasuk dalam rangkaian Tridharma kedua, yakni penelitian. Mewadahi hal ini, maka WR I, Prof. Dr. Hariyono, M.Pd., yang membidangi bagian akademik menegaskan bahwa mahasiswa yang mampu menulis artikel bisa saja bebas skripsi. Tentunya dengan syarat bahwa artikel tersebut diterbitkan dalam jurnal terakreditasi nasional, internasional, maupun jurnal terindeks menurut Dikti. Dengan demikian, maka program studi mahasiswa yang bersangkutan mempunyai hak untuk mengakui keabsahan tulisannya. Kendali mutu dari program ini adalah masing-masing program studi di setiap fakultas UM.
Karya yang berupa artikel tersebut dapat disetarakan dengan program penulisan skripsi di akhir semester karena mahasiswa yang bersangkutan telah terbukti dapat menuliskan hasil risetnya. Mahasiswa yang demikian tidak lagi diwajibkan menulis skripsi, tapi cukup mengikuti sidang atau ujian penyetaraan skripsi dengan judul risetnya. Hal ini untuk membuktikan keaslian karyanya dan menguji tingkat pemahamannya terhadap topik yang diambilnya. Mahasiswa yang diputuskan bebas skripsi adalah mahasiswa dengan artikel berupa karya individual berbasis karya ilmiah. “Saya yakin, dengan adanya program ini, gairah publikasi akan meningkat. Kalau 1% saja mahasiswa UM sudah menulis artikel setiap tahunnya, maka akan ada sekitar 270 siswa yang telah mempublikasikan karyanya,” tegas Bapak Hariyono. “Tidak hanya UM yang bangga, tapi juga mahasiswa tersebut mempunyai pride terhadap karyanya sendiri,” tambahnya.
Program ini belum berumur dan baru akan dilaksanakan pada semester mendatang. Bentuk dukungan dari para pimpinan tiada artinya jika mahasiswa tidak dapat diajak bekerja sama. “Seperti termodinamika: benda yang sedang berhenti tidak akan bergerak sebelum ada yang menggerakkan, begitu pula dengan benda yang sedang bergerak. Ia tidak akan berhenti jika tidak ada yang menghentikannya,” ungkap Bapak Hariyono. “Orang-orang sukses adalah sebuah akumulasi dari kesuksesan yang sebelumnya, begitu pula pengakuan prestasi mahasiswa ini diharapkan bisa menjadi acuan bagi mahasiswa UM saat ini dan seterusnya.”
Selain dengan cara menulis artikel pada jurnal terakreditasi, mahasiswa juga dapat mengganti skripsinya dengan menghasilkan karya. Program ini berlaku bagi beberapa prodi di UM yang output mahasiswanya adalah menciptakan sebuah karya. Sebagai contoh, tidak semua prodi di UM memiliki standar yang sama. “Mahasiswa yang sudah hebat dalam menari di Prodi Seni Tari, tidak bisa dipaksa harus menulis skripsi,” ungkap WR I. “Sama halnya juga di Tata Boga atau Seni Musik, mereka tidak bisa dituntut untuk menuliskan permasalahan atau rumusan masalah,” imbuhnya. Untuk mengakomodasi hal tersebut, akan ada penyetaraan karya dan pengakuan hasil karya. Dengan demikian, mahasiswa yang bisa membuat patung, tari kreasi, atau apa pun yang bisa disetarakan sebagai karya, maka mereka tidak perlu lagi menulis skripsi.
Pembenahan Kurikulum, Pembenahan Proses Pembelajaran
Perbaikan kurikulum ini termasuk di dalam Tridharma pertama, yakni pendidikan yang mana UM diharapkan tidak hanya fokus pada tujuan pembelajaran, tapi juga prosesnya. Seringkali dosen menuliskan proses pembelajaran yang dilakukan menggunakan konstruktivistik, padahal di lapangan tidak demikian. Masih banyak pendidik yang menggunakan proses pembelajaran deduktif, yakni dari hal umum menuju hal yang lebih khusus. Padahal konstruktivistik adalah proses pembelajaran yang dimulai dari hal spesifik, lalu mulai menemukan hal yang bersifat luas. “Jadi, bukan hanya sistem ceramah yang dilakukan oleh pendidik, tapi juga keterlibatan mahasiswa di kelas dengan proses belajar yang berbasis masalah,” tegas WR I.
Dalam hal kurikulum, matakuliah adalah salah satu komponen yang juga harus dibenahi. Menurut WR I, universitas masih kurang bisa menghargai mahasiswa dengan kemampuan lebih dalam suatu matakuliah. Sebagai contoh, matakuliah Bahasa Inggris Profesi atau bahasa Inggris dasar. “Semestinya, mahasiswa baru dengan hasil Tes Kemampuan Bahasa Inggris (TKBI) lebih dari 500, tidak perlu mengikuti mata kuliah bahasa Inggris dasar yang ditentukan masing-masing jurusan,” ungkapnya. Selama ini memang belum ada bentuk apresiasi dari universitas bagi mahasiswa yang memiliki nilai kemampuan bahasa Inggris (TOEFL/TKBI) yang baik sehingga selanjutnya program ini akan dikaji kembali berdasarkan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI).
Pembenahan yang lain juga telah menjadi wacana dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN). Beberapa program studi yang mewajibkan mahasiswanya melakukan KKN di suatu tempat sebagai bentuk pengabdian masyarakat, kini dapat mempertimbangkan hal ini. Kini, mahasiswa bisa melakukan KKN di dalam kampus sendiri. Bekerja sama dengan LP2M, mahasiswa bisa membina dan memberikan kursus keahlian tertentu yang ditujukan untuk dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa. “Contohnya mahasiswa bahasa asing di UM, yakni mahasiswa bahasa Jerman, Inggris, Arab, dan Mandarin, bisa melakukan KKN dengan memberikan kursus gratis. Apalagi, globalisasi telah menjamur di mana-mana sehingga bahasa asing sangat dibutuhkan,” ungkap WR I. “KKN ini bisa dimaksimalkan pada Jumat dan Sabtu sehingga menimbulkan dinamika sosial yang semakin baik di UM,” imbuhnya.
Saatnya Civitas Akademik Berbenah Diri
Banyak sekali dosen dan mahasiswa UM yang sudah melakukan penelitian, tapi tidak pernah diterbitkan. Untuk meningkatkan jumlah jurnal dan publikasi ilmiah, pihak jajaran rektor dan wakil rektor meminta koordinator prodi dan dosen untuk membentuk Kelompok Bidang Keahlian (KBK). Selain untuk membuat rancangan isi mata kuliah dan bagaimana proses pembelajaran dibangun, tugas tim KBK adalah membuat pemetaan masalah keilmuan. Tidak hanya sekadar membahas strategi, tapi juga topik-topik yang baru yang perlu dikaji melalui penelitian. Seringkali dosen pembimbing tidak mengetahui bahwa topik yang diangkat mahasiswa menjadi skripsi adalah topik lama yang diangkat kembali hanya dengan mengganti tempat penelitiannya saja.
“Ada beberapa mahasiswa yang tidak kreatif melakukan penelitian dengan menggunakan topik X dan hanya tempatnya saja yang berbeda, satunya di Sampang, satunya di Banyuwangi. Kalau sudah tahu hasilnya, kenapa masih digunakan,” canda WR I. Menurutnya, hal ini disebabkan pembimbing mahasiswa yang bersangkutan tidak membimbing topik yang sama pada semester sebelumnya sehingga topik-topik tersebut masih kerap digunakan. Jika sudah terbentuk KBK, akan lebih mudah menentukan topik-topik terbaru, sehingga mahasiswa dan dosen bisa bersama-sama membahas topik baik untuk skripsi maupun penelitian.
Program KBK juga akan meminimalisasi terjadinya bentuk plagiasi. Kesamaan topik skripsi membuat mahasiswa cenderung mencari sumber yang sama dan belajar dari penelitian sebelumnya. Membaca penelitian tersebut membuat mahasiswa sedikit banyak akan meniru cara menulis bahkan menyalin beberapa sumber data sehingga kemampuan menulisnya tidak akan berkembang. Bahkan tidak jarang ada mahasiswa yang stres karena skripsi yang tidak kunjung usai.“Stres disebabkan mahasiswa tidak bisa berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Saya mengharapkan mahasiswa bisa berkomunikasi melalui kemampuan berpikir secara efektif. Kadangkala mahasiswa banyak yang cerdas, tapi tidak bisa mengkomunikasikan kecerdasannya,” pungkas WR I.
Peningkatan Partisipasi Mahasiswa dalam Kegiatan Kemahasiswaan
Satu mahasiswa, satu UKM. Program ini akan diimplementasikan secara menyeluruh mulai penerimaan mahasiswa baru tahun akademik 2015-2016. Salah satu hal yang menjadi pertimbangan Dr. Syamsul Hadi M.Pd., selaku WR III adalah UKM di UM bertujuan untuk meningkatkan soft skill mahasiswa yang berguna dalam jangka panjang, sehingga kegiatan UKM bisa meningkatkan daya saing mahasiswa secara positif.
Tak hanya partisipasi, hal yang tak kalah pentingnya untuk ditingkatkan adalah pemahaman mahasiswa terhadap UKM itu sendiri. Peningkatan pemahaman ini dimulai dari pengembangan media untuk UKM di UM. Salah satunya adalah dengan pembuatan laman atau website khusus UKM agar menjadi daya tarik bagi mahasiswa. Setiap kegiatan dan prestasi yang baru bisa diunggah di laman khusus yang langsung terintegrasi dengan laman um.ac.id. “Selain website, kami sedang mengembangkan katalog kegiatan UKM untuk persiapan PKPT. Jadi, setiap PKPT mahasiswa yang tergabung di UKM tidak perlu lagi repot-repot keliling dari satu fakultas ke fakultas lain untuk mempromosikan kegiatannya. Cukup dengan katalog yang akan dibagikan ke mahasiswa baru, maka mahasiswa bisa mengetahui keseluruhan UKM yang ada di UM dan bebas memilih,” jelas WR III.
Peningkatan Teknologi
Kerja sama antar pihak dalam jajaran kepemimpinan UM mutlak dibutuhkan. Ke depan, WR III dan WR IV akan mengusahakan pembuatan sistem informasi akademik (siakad) terintegrasi yang tidak hanya memunculkan IPK dan SKS, tapi juga aktivitas non-akademik mahasiswa. Seluruh kegiatan yang terekam di siakad akan menjadi acuan untuk dijadikan Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) pada kelulusan mahasiswa. Surat ini sangat diperlukan untuk mengantarkan mahasiswa menuju karirnya yang lebih tinggi. Surat ini bisa merepresentasikan kegiatan mahasiswa selama kuliah. “Kampus-kampus di luar negeri menerima mahasiswa pascasarjana yang baru bukan hanya dari IPK saja, tapi juga kegiatan non-akademik. Ini sangat menentukan kandidat tersebut lolos atau tidak,” ungkap WR III.
Untuk program komunikasi, WR IV yang membawahi humas dan TIK menegaskan peningkatan publikasi tentang UM baik cetak maupun online melalui website UM, pemaksimalan bandwidth UM yang besar untuk kebutuhan administrasi dan akademik juga menjadi fokus dari program kerja WR IV. “Semua sudah serba online, SPP sudah online, mungkin nanti akan dimaksimalkan penggunaan bandwidth-nya untuk forum konsultasi dengan dosen PA secara online pula,” tegas WR IV.
Kepakkan Sayap Lebih Luas Lagi
Untuk program kerjasama, WR IV dan segenap jajaran telah menjaga dan menjalin kerjasama, baik nasional maupun internasional. Selain LPTK dan lembaga penelitian, kerja sama yang dilakukan akan diperluas lagi ke lembaga usaha dan industri. “Mengingat di UM ada prodi yang non-kependidikan, maka UM akan mengembangkan kerjasama dengan dunia usaha dan industri. Harapan akhirnya adalah industri bisa menyerap tenaga kerja dari UM,” ungkapnya.
Selain kelembagaan, kerja sama UM juga telah terjalin di sejumlah negara, seperti yang dijelaskan rektor, UM memiliki kerja sama dalam berbagai bentuk dengan beberapa negara di dunia. “Kita bertukar pikiran, tenaga, dan mahasiswa dengan mereka, misalnya saja Yala Rajabhat University dan Prince of Songkla University di Thailand. Menanggapi pertukaran yang telah dicanangkan, maka akan ada dosen UM yang diutus untuk mengajar di Thailand selama kurang lebih dua tahun, yakni Prof. Dr. Anang Santoso, M.Pd.,” jelas Bapak Rofi’uddin.
Pada Mei akhir tahun ini, pihak pimpinan UM dan sejumlah jajaran yang bersangkutan akan menyiapkan KKN dan PPL internasional di Thailand. Direncanakan, akan ada sekitar sepuluh mahasiswa yang dikirim ke sana. Sementara itu, untuk mahasiswa se-ASEAN, disediakan beasiswa S2 di Indonesia untuk mempercepat akselerasi hubungan internasional antara UM dan ASEAN. “Untuk Asia, sudah kita awali kerja sama dengan China di Guangxi Normal University. Kita akan merapatkan barisan dengan China, Australia, dan Timur Tengah seperti Mekkah dan Madinah,” tegas rektor. “Selain itu, kita sangat ekspansif untuk melakukan kerjasama dengan Korea, Jerman, dan Amerika karena kita ingin UM hadir di mana-mana,” pungkasnya.
Apresiasi Baru terhadap Mahasiswa, Dosen, dan Tendik
Mulai wisuda genap 2014/2015 bulan Maret lalu, ada program baru yang diinisiasi WR III, yakni penghargaan bagi mahasiswa yang bagus dalam prestasi non-akademik. Penghargaan ini diberikan bagi mahasiswa yang memiliki prestasi non-akademik, tetapi tidak boleh mengorbankan prestasi akademik. Ada beberapa kriteria yang wajib dipatuhi mahasiswa jika ingin masuk di dalam kategori ini, yakni lama studi maksimal sembilan semester untuk S1, sebelas semester untuk gelar ganda, dan tujuh semester untuk D3. Beliau menekankan, “Sama saja prestasi gemilang dan banyak, tapi kuliah dan lulus melebihi dari jatah yang seharusnya.” Setiap fakultas mengirimkan kandidat mahasiswa berprestasi non-akademik yang nantinya akan dievaluasi oleh tim evaluator. Bukan hanya penghargaan kejuaraan saja yang dinilai, tapi mahasiswa yang pernah menjadi ketua HMJ dan BEM UM mendapat bobot tersendiri.
Tidak hanya mahasiswa, bentuk apresiasi juga diberikan pada dosen dan tenaga kependidikan di UM. Program ini disebut dengan remunerasi. Remunerasi merupakan pemberian penghargaan berupa insentif atau honor atau apresiasi lain terhadap pegawai UM. Program yang berjalan di bawah naungan Prof. Dr. Wahjoedi, M.E., M.Pd. selaku WR II ini diperuntukkan bagi pegawai UM yang berkinerja baik. Di satu sisi, hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan profesionalisme dosen. Dengan demikian, di satu sisi profesionalisme meningkat, dengan penghargaan yang meningkat pula, dan dengan harapan pengabdiannya pada masyarakat juga dapat meningkat.
Kata Mereka
Menanggapi program kerja WR I, yakni tentang penyetaraan pembuatan karya untuk pengganti skripsi bagi mahasiswa di prodi tertentu, sangat disambut baik oleh Widi Krisna Widodo, mahasiswa S1 DKV UM (2010). Ia berpendapat bahwa banyak mahasiswa DKV yang kesulitan menulis skripsi karena beberapa alasan. Salah satunya adalah mahasiswa DKV lebih mempunyai konsentrasi dengan pembuatan karya dibandingkan penulisan ilmiah. “Contohnya saya yang memilih konsentrasi jurusan animasi, bidang yang saya ambil sudah jelas bahwa saya menguasainya. Dengan saya lebih fokus terhadap bidang yang saya tekuni, akan dapat memberikan ruang yang cukup untuk membuat karya dengan kualitas yang baik, dan terlebih karya tersebut memang bermanfaat bagi umum jika dibandingkan saya membuat skripsi,” ungkapnya.
Citta Anindya dari Teknik Elektro yang merupakan wisudawan terbaik ke-III di wisuda periode ke-34 di bidang non-akademik mengaku senang dengan diapresiasinya prestasi mahasiswa oleh UM. Ia mengaku bahwa banyak sekali mahasiswa yang sangat aktif dalam kegiatan luar kuliah dan masih bisa mengimbangi dengan hasil kuliah yang baik. Dengan adanya program ini, maka akan memaksa mahasiswa untuk berlomba-lomba aktif dalam kegiatan dan membawa nama baik UM secara nasional maupun internasional, tanpa melupakan hasil akademiknya. “Saya termasuk mahasiswa tidak pintar dalam aktivitas akademik karena hasil IPK saya yang biasa-biasa saja. Pada semester tujuh dan delapan saya memutuskan mengikuti beberapa kegiatan luar kuliah yang hanya bertujuan sebagai bekal pengalaman setelah saya lulus dan menunda skripsi selama satu semester,” jelasnya.Atif/Tanty