Dikenal banyak orang memang sangat menggiurkan dan
menguntungkan. Apalagi dengan cara berprestasi yang
sedikit orang bisa melakukannya. Jika menyempatkan diri
untuk melihat layar cembung di kediaman masing-masing, akan
banyak menemukan ajang pencarian bakat dengan panggung
kerlap-kerlip. Menampilkan kelebihan masing-masing di berbagai
karya seni. Karya berupa tarian, bermusik, dakwah, hafidz maupun
hafidzoh, serta yang paling hits bernyanyi dari berbagai genre.
Tidak jarang memboyong dan membesarkan nama daerahnya
masing-masing.
Potensi-potensi anak bangsa semakin cemerlang dengan
berbagai kemudahan. Namun, juga semakin kompetitif pula
dalam mengembangkannya. Termasuk banyak beragam kelebihan
dan kelincahan yang dimiliki oleh mahasiswa UM. Salah satu
diantaranya adalah kontestan dari ajang pencarian bakat berjenis
dangdut yang sedang booming akhir-akhir ini.
Ada mahasiswa FE UM, Baref Bakhtias Banar yang berhasil lolos
di panggung Kontes Dangdut Indonesia (KDI) hingga mencapai
enam besar. Walau sempat dipulangkan dalam babak sepuluh
besar. Namun, dengan usaha dan perjuangannya ia kembali mampu
bergerilya di panggung megah tersebut. Kandidat yang berasal
dari Trenggalek ini juga mampu menampilkan kesenian daerahnya
sendiri dan mampu memperkenalkan potensi pariwisatanya. Tentu
banyak rintangan pula yang ia hadapi dengan banyak tanggung
jawab yang harus diemban olehnya. Di kampus, selain menjadi
mahasiswa Prodi Pendidikan Administrasi Perkantora, ia juga
menjabat Ketua HMJ Manajemen.
Teman seperjuangannya di kontes tersebut adalah Eni Hamdiyah,
mahasiswi Sastra Arab. Pembawaan yang low profile ternyata dapat
berlenggak-lenggok dengan anggun di atas panggung dan di
depan sorotan lampu kamera. Kontestan asal Lumajang itu mampu
menjadi putri daerah yang dibanggakan. Walaupun ia hanya lolos
hingga 26 besar, tapi tidak menyurutkan semangat untuk tetap
berkarya. Mahasiswi yang juga anggota Al-Karomi Sastra Arab
itu diterima oleh duta pariwisata daerah dengan lapang dada
dan senang hati. Masih sering manggung kesana-kemari dan
merilis album terbarunya yang bekerjasama dengan pemerintah
Lumajang. Mahasiswi semester enam yang berkutat dengan skripsi
tidak menjadi alasan untuk show up di depan umum. “Selama dua
bulan di Jakarta, saya mendapat dispensasi dari beberapa dosen
dan mengirim tugas-tugas via email. Sering memanfaatkan waktu
disela-sela latihan di depan laptop untuk mengerjakan tugas.
Sambil mendengar dan menghafal lagu yang akan dibawakan
nanti malam”, pungkas suara berciri khas melayu ini saat ditemui
di Gedung FS.
Lingkungan kampus dan perhelatan akbar KDI 2015 sangat
berbeda. Jika di dalam kampus berisi mahasiswa dari berbagai
daerah, tapi tetap melebur menjadi sebuah budaya tersendiri. Lain
halnya interaksi dengan seluruh kandidat KDI 2015 berasal dari
berbagai daerah yang juga mempromosikan tanah kelahirannya.
Multikulturalisme sangat terasa di dalamnya. Jauh dari keluarga,
sebisa mungkin menyesuaikan dan mengimbangi keberagaman
tersebut. Seluruh peserta berada di apartemen yang sama dengan
beberapa kamar. Itu memudahkan untuk saling mengenal dan
membangun sebuah persaudaraan. “Selalu ada take and give antara
kami, rasanya tidak akan rela jika ada saudara lain yang terjemput”,
kenang Eni.
Dibalik itu semua, rekan dan keluarga yang berada di UM
maupun di daerah masing-masing selalu memberikan dukungan
dalam bentuk sms dan doa. “Ibu Ketua Jurusan Sastra Arab juga
memberikan dukungan melalui SMS”, pungkas Eni.
Pelajaran yang tidak terlupakan saat diperhelatan tingkat
nasional. Melalui seleksi peserta yang ketat dari dua ratus kontestan
hingga tersisa 28 peserta. Menjalankan waktu 24 jam dalam
sehari dengan ritme yang begitu padat. Bertemu fans, latihan
dari menghafal lagu dan koreografer, hingga fitting baju dari
beberapa sponsor, serta tidak lupa materi mengenai attitude di atas
panggung. Batasan pada finalis dalam penggunaan telepon seluler
dan hanya beberapa jam saja para peserta beristirahat untuk tidur.
Itu semua adalah sekelumit pelajaran kehidupan yang Baref dan
Eni dapatakan.Arni