IMG_9651Iringan denting gamelan menggelayut syahdu menemani prosesi pernikahan adat Jawa. Semua kalangan di bumi pertiwi pasti tidak asing dengan istilah “injak telur”, “siraman”, hingga “midodareni”. Mayoritas hanya mengenal tanpa mengerti makna dibalik itu semua. Sampai pada mahasiswa mancanegara yang tertarik untuk mendalami serentetan prosesi ini. Mulai dari lamaran hingga resepsi yang dihadiri oleh berbagai tamu undangan.
Tepat pada (09/07) mahasiswa Critical Language Sholarship (CLS)yang terbagi dari enam kelas mengikuti simulasi pengantin adat Jawa yang bertempat di Gedung D8 Fakultas Sastra. Seluruh rangkaian prosesi dijalankan penuh khidmat sebagaimana mestinya. Mempelai laki-laki dan perempuan diperankan oleh Garik Cruise Sadovy dari kelas Tambora dan Annisah Smith dari kelas Sinabung. “Pembagian peran dari mulai pengantin, orang tua, MC, dan sebagainya dibagi menurut karakter dan kemampuan berbahasa Indonesianya”, jelas Nila selaku guru di salah satu kelas. Uniknya mereka mendapatkan kelas dengan nama-nama gunung yang ada di Indonesia. Ada kelas Semeru, Agung, Krakatau, Sinabung, Merapi, dan Tambora sebagai kelas advance serta kelas intermediet. Sebagai tuan rumah dari hajatan mempelai, yaitu dari kelas Tambora.
Persiapan dari beberapa hari sebelumnya telah mampu menciptakan aura percaya diri dari mahasiswa tersebut. Roleplaying dari pernikahan adat Jawa bagai mendayung tiga pulau terlampaui. Ini dikarenakan mahasiswa dapat mengenal budaya nusantara, melatih perbendaharaan bahasa Indonesia, dan mengasah kepekaan terhadap sesama. “Saya bisa belajar filsafat dari setiap prosesi karena ada makna dibalik semuanya. Seperti saat harus injak telur, sungkem, maupun siraman”, tutur Garik sang mempelai laki-laki dengan baju adat Jawanya. Mereka menyampaikan beberapa kata sambutan yang ditulis sendiri walaupun masih mendapat bantuan dari para guru dan tutor. “Kejutan yang akan saya berikan nanti saat sambutan dengan sebuah naskah yang saya siapkan”, gelak Jones selaku bapak dari mempelai laki-laki.
Apresiasi yang membanggakan terpancar dari setiap mahasiswa. Mereka juga membiasakan senyum, sapa, dan salam seperti kebiasaan pribumi dengan celetukan renyahnya.
Kerja sama antara pemerintahan Amerika dan Indonesia yang ditempatkan di UM menjadikan sarana untuk memperkenalkan budaya dan tradisi Indonesia khususnya yang ada di Malang. Mahasiswa yang tergabung dalam CLS keenam program dari BIPA FS, bermula dari Juni hingga Agustus. Mereka menjalankan rutinitas layaknya mahasiswa Indonesia.Arni